AKRAB DENGAN AL-QURAN

Illustrasi

Oleh : Ust. Ahmad Sahal Lc.

 

الأُنْسُ بِالْقُرْآنِ بِقِرَاءَتِهِ

 MENGAKRABI AL-QURAN DENGAN MEMBACANYA

Beberapa hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan pembelaan Al-Quran kepada orang-orang yang menjadi sahabatnya, diantaranya:

اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِهِ (رواه مسلم)

Bacalah Al-Quran, karena ia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat bagi para sahabatnya. (HR. Muslim).

اِقْرَؤُوا الزَّهْرَاوَيْنِ: الْبَقَرَةَ وَسُوْرَةَ آلِ عِمْرَانَ؛ فَإِنَّهُمَا تَأْتِيَانِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، كَأَنَّهُمَا غَمَامَتَانِ، أَوْ كَأَنَّهُمَا غَيَايَتَانِ، أَوْ كَأَنَّهُمَا فِرْقَانِ مِنْ طَيْرٍ صَوَافَّ، تُحَاجَّانِ عَنْ أَصْحَابِهِمَا (رواه مسلم)


Bacalah Az-Zahrawain: 
Al-Baqarah & surat Ali Imran, karena keduanya akan datang di hari kiamat seperti dua awan yang menaungi, atau seperti dua kawanan burung yang terbang membentangkan sayapnya, untuk membela para sahabat kedua surat itu. (HR. Muslim).



Pemilihan kata ash-hab (para sahabat) mengisyaratkan bahwa keakraban dengan Al-Quran adalah sebuah keharusan bagi yang ingin mendapat pembelaan dari Al-Quran. 

 FAKTOR UTAMA KEAKRABAN YANG MESTI DIUPAYAKAN OLEH SETIAP MUSLIM ADALAH DENGAN MEMBACANYA SETIAP HARI

Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu berkata:

مَا أُحِبُّ أَنْ يَأْتِيَ عَلَيَّ يَوْمٌ وَلاَ لَيْلَةٌ إِلاَّ أَنْظُرُ فِي كِتَابِ اللهِ – يَعْنِي الْقِرَاءَةَ فِي الْمُصْحَفِ

Aku tidak suka datang siang atau malam kecuali (jika) aku melihat kitab Allah – maksudnya membaca mushaf Al-Quran. (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Az-Zuhd halaman 128).

Imam Nawawi rahimahullah dalam bukunya At-Tibyan Fi Adab Hamalah Al-Quran halaman 24 menyatakan:

وَاعْلَمْ أَنَّ الْمَذْهَبَ الصَّحِيْحَ الْمُخْتَارَ الَّذِي عَلَيْهِ مَنْ يُعْتَمَدُ مِنَ الْعُلَمَاءِ أَنَّ قِرَاءَةَ الْقُرْآنَ أَفْضَلُ مِنَ التَّسْبِيْحِ وَالتَّهْلِيْلِ وَغَيْرِهِمَا مِنَ الأَذْكَارِ وَقَدْ تَظَاهَرَتِ الأَدِلَّةُ عَلَى ذَلِكَ وَاللهُ أَعْلَمُ

Dan ketahuilah bahwa madzhab yang shahih dan dipilih oleh para ulama yang menjadi rujukan (ummat) adalah bahwa membaca Al-Quran itu lebih baik dari tasbih, tahlil dan dzikir-dzikir yang lain, dan dalil-dalil yang menunjukkan hal itu sangat jelas, wallahu a’lam. 

 MEMBACA AL-QURAN SESUAI HUKUM-HUKUM TAJWID 

Imam Al-Jazri dalam matan Al-Jazriyah rahimahullah berkata:


وَالأَخْذُ بِالتَّجْوِيْدِ حَتْمٌ لاَزِمُ *** مَنْ لَّمْ يُجَوِّدِ الْقُرْآنَ آثِمُ
لِأَنَّهُ بِهِ الإِلَهُ أَنْزَلاَ *** وَهَكَذَا مِنْهُ إِلَيْنَا وَصَلاَ



Dan menggunakan tajwid adalah keharusan yang lazim, barang siapa yang tidak mentajwidkan Al-Quran maka ia berdosa. Karena dengan tajwidlah Allah menurunkannya, begitu pula (dengan tajwid) ia sampai kepada kita.

 MEMBACA AL-QURAN DENGAN FREKUENSI KHATAM AL-QURAN YANG KONTINYU DAN MEMADAI

Yaitu dengan pengerahan batas kemampuan masing-masing selama tidak melalaikan kewajiban, agar melahirkan bentuk keakraban yang lain: HAFALAN.

Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma:

وَاقْرَأِ القُرْآنَ فِي كُلِّ شَهْرٍ (رواه البخاري)


Dan bacalah (khatamkan) Al-Quran dalam setiap bulan. (HR. Bukhari). 
Ketika Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash menyatakan kesanggupan lebih dari itu Rasulullah bersabda:



وَاقْرَأْ فِي كُلِّ سَبْعِ لَيَالٍ مَرَّةً

Dan bacalah dalam setiap tujuh malam sekali (khatam).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:

اَلصَّحِيْحُ عِنْدَهُمْ فِي حَدِيْثِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّهُ انْتَهَى بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى سَبْعٍ، كَمَا أَنَّهُ أَمَرَهُ ابْتِدَاءً بِقِرَاءَتِهِ فِي شَهْرٍ، فَجَعَلَ الْحَدَّ مَا بَيْنَ الشَّهْرِ إِلَى الأُسْبُوْعِ. وَقَدْ رُوِيَ أَنَّهُ أَمَرَهُ ابْتِدَاءً أَنْ يَقْرَأَهُ فِي أَرْبَعِيْنَ، وَهَذَا فِي طَرَفِ السَّعَةِ يُنَاظِرُ التَّثْلِيْثَ فِي طَرَفِ الاِجْتِهَادِ.

Yang shahih menurut mereka (para ulama) tentang hadits Abdullah bin ‘Amru bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berhenti di tujuh (malam) sebagaimana beliau telah memerintahkan di awal untuk membacanya dalam sebulan, jadi beliau membuat batas antara sebulan hingga sepekan. Dan telah diriwayatkan bahwa beliau menyuruhnya pertama kali untuk membacanya dalam empat puluh hari, dan ini dalam sisi keluasan (relatif santai) sebanding dengan 3 hari khatam dalam situasi pengerahan kesungguhan. (Majmu’ Al-Fatawa, 13/407).

Dalam kisah Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash juga, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan bahwa yang mengkhatamkan Al-Quran kurang dari 3 hari maka ia tidak akan paham:

لَمْ يَفْقَهْ مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فِي أَقَلَّ مِنْ ثَلاَثٍ (رواه أبو داود والترمذي والنسائي وغيرهم قال الترمذي حديث حسن صحيح)

Tidak akan paham siapa yang membaca Al-Quran dalam waktu kurang dari tiga hari. (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai dan lainnya. Tirmidzi berkata: hadits hasan shahih).

Namun hadits ini tidak menafikan pahala atau balasan bacaan Al-Quran bagi orang yang mengkhatamkan Al-Quran kurang dari 3 hari, yang dinafikan adalah pemahaman. 

Oleh karena itu, Ibnu Rajab Al-Hambali memahami hadits ini sebagai larangan melakukannya sebagai kebiasaan, dan berpendapat boleh melakukannya untuk mendapatkan pahala yang besar di waktu-waktu dan tempat-tempat yang memiliki keutamaan seperti bulan Ramadhan atau di kota Makkah.

وَإِنَّمَا وَرَدَ النَّهْيُ عَنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ فِي أَقَّلَّ مِنْ ثَلاَثٍ عَلَى الْمُدَاوَمَةِ عَلَى ذَلِكَ، فَأَمَّا فِي الأَوْقَاتِ الْمُفَضَّلَةِ كَشَهْرِ رَمَضَانَ خُصُوْصًا اللَّيَالِي الَّتِي يُطْلَبُ فِيْهَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ، أَوْ فِي الأَمَاكِنِ الْمُفَضَّلَةِ كَمَكَّةَ لِمَنْ دَخَلَهَا مِنْ غَيْرِ أَهْلِهَا فَيُسْتَحَبُّ الإِكْثَارُ فِيْهَا مِنْ تِلاَوَةِ القُرْآنِ اِغْتِنَامًا لِلزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَهُوَ قَوْلُ أَحْمَدَ وَإِسْحَاقَ وَغَيْرِهِمَا مِنَ الأَئِمَّةِ، وَعَلَيْهِ يَدُلُّ عَمَلُ غَيْرِهِمْ. 

Terdapat larangan membaca seluruh Al-Quran kurang dari tiga hari hanya bagi yang melakukannya terus menerus. 

Sedangkan pada waktu-waktu utama seperti bulan Ramadhan khususnya malam-malam yang dicari darinya lailatul qadar, atau di tempat-tempat utama seperti Mekkah bagi yang memasukinya dan bukan penduduknya, maka dianjurkan untuk memperbanyak tilawah Al-Quran mengoptimalkan waktu dan tempat tersebut. 

Dan ia adalah pendapat Ahmad, Ishaq dan imam-imam selain mereka berdua. Dan yang dilakukan oleh selain mereka juga menunjukkan hal ini. (Lathaif Al-Ma’arif, hlm 171).

Pendapat yang sama juga tersirat dari pesan Syaikh Hasan Al-Banna rahimahullah kepada para aktifis da’wah yang tidak menganjurkan khatam kurang dari 3 hari sebagai wirid yang rutin:

أَنْ يَكُونَ لَكَ وِرْدٌ يَوْمِيٌّ مِنْ كِتَابِ اللهِ لاَ يَقِلُّ عَنْ جُزْءٍ، وَاجْتَهِدْ أَلاَّ تَخْتِمَ فِي أَكْثَرَ مِنْ شَهْرٍ، وَلاَ فِي أَقَلَّ مِنْ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ

Hendaklah ada wirid harian untukmu dari Kitab Allah tidak kurang dari satu juz, dan bersungguh-sungguhlah agar jangan sampai khatam lebih dari sebulan, dan jangan kurang dari tiga hari. (Risalah Ta’alim, kewajiban pertama dari 38 wajibat al-akh al-amil).

Anjuran Imam Nawawi kepada pembaca Al-Quran setelah menyebutkan riwayat salaf shalih tentang beragam jumlah khatam Al-Quran mereka:

وَالْمُخْتَارَ أَنَّهُ يَسْتَكْثِرُ مِنْهُ مَا يُمْكِنُهُ الدَّوَامُ عَلَيْهِ وَلاَ يَعْتَادُ إِلاَّ مَا يَغْلِبُ عَلَى ظَنِّهِ الدَّوَامُ عَلَيْهِ فِي حَالِ نَشَاطِهِ وَغَيْرِهِ. هَذَا إِذَا لَمْ تَكُنْ لَهُ وَظَائِفُ عَامَّةٌ أَوْ خَاصَّةٌ يَتَعَطَّلُ بِإِكْثَارِ الْقُرْآنِ عَنْهَا فَإِنْ كَانَتْ لَهُ وَظِيْفَةٌ عَامَّةٌ كَوِلاَيَةٍ وَتَعْلِيْمٍ وَنَحْوِ ذَلِكَ فَلْيُوَظِّفْ لِنَفْسِهِ قِرَاءَةً يُمْكِنُهُ الْمُحَافَظَةُ عَلَيْهَا مَعَ نَشَاطِهِ وَغَيْرِهِ مِنْ غَيْرِ إِخْلاَلٍ بِشَيْءِ مِنْ كَمَالِ تِلْكَ الوَظِيْفَةِ وَعَلَى هَذَا يُحْمَلُ مَا جَاءَ عَنِ السَّلَفِ وَاللهُ أَعْلَمُ.

Yang terbaik adalah hendaknya ia memperbanyak membaca Al-Quran (dengan frekuensi khatam) yang mungkin ia jaga kontinyuitasnya. 

Dan jangan membiasakan kecuali yang ia duga kuat dapat melakukannya dengan kontinyu di saat bersemangat atau tidak bersemangat. Ini jika ia tidak memiliki wazhifah (pekerjaan atau tugas) umum atau khusus yang akan terganggu jika ia memperbanyak membaca Al-Quran. 

Jika memiliki pekerjaan untuk kepentingan umum seperti pemimpin wilayah atau mengajar atau lainnya maka hendaklah ia menetapkan bacaan Al-Quran yang mungkin ia pelihara saat bersemangat atau tidak bersemangat tanpa mengganggu kesempurnaan pelaksanaan tugasnya. 

Beginilah pemahaman terhadap riwayat dari salaf shalih (tentang frekuensi khatam Al-Quran mereka). (Syarh An-Nawawi ‘ala Shahih Muslim, 8/43).

Imam Nawawi rahimahullah menekankan betul aspek dawam (kontinyu) karena ia lebih disukai oleh Allah dalam setiap amal:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «اكْلَفُوا مِنَ الْعَمَلِ مَا تُطِيقُونَ، فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَمَلُّ، حَتَّى تَمَلُّوا، وَإِنَّ أَحَبَّ الْعَمَلِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهُ، وَإِنْ قَلَّ»، وَكَانَ إِذَا عَمِلَ عَمَلًا أَثْبَتَهُ (رواه أبو داود في سننه وصحّحه الألباني)

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: 

“Lakukanlah amal yang kalian sanggupi, karena sesungguhnya Allah tidak akan bosan sampai kalian bosan. Dan sesungguhnya amal yang paling dicintai Allah adalah yang lebih kontinyu meskipun sedikit.” (Aisyah melanjutkan): Dan jika Rasulullah melakukan suatu amal, ia akan menetapkannya (untuk seterusnya). (HR. Abu Dawud dalam Sunannya dan dishahihkan oleh Al-Albani).

Imam Nawawi berkata:

وَأَمَّا الَّذِيْنَ خَتَمُوا فِي الأُسْبُوعِ مَرَّةً فَكَثِيْرُونَ نُقِلَ عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَعَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ وَزَيْدٍ بْنِ ثَابِتٍ وَأُبَيٍّ بْنِ كَعْبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَعَنْ جَمَاعَةٍ مِنَ التَّابِعِينَ كَعَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدٍ وَعَلْقَمَةَ وَإِبْرَاهِيْمَ رَحِمَهُمُ اللهُ ...

Orang-orang yang mengkhatamkan sekali dalam sepekan jumlah mereka banyak. Diriwayatkan (amal ini) dari Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, Abdullah bin Mas’ud, Zaid bin Tsabit, dan Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhum. Dan diriwayatkan dari jamaah tabi’in seperti Abdurrahman bin Yazid, ‘Alqamah, dan Ibrahim rahimahumullah. (At-Tibyan, halaman 61).

Siapa yang ingin mengkhatamkan Al-Quran dalam sepekan dapat menggunakan cara فَمِي بِشَوْقٍ “Famii bisyauq” yang artinya “mulutku selalu rindu (Al-Quran)”.

Famii Bisyauq ini setiap hurufnya mengisyaratkan nama surat pertama yang dibaca setiap harinya selama sepekan. 

Huruf faa untuk surat Al-Fatihah, huruf miim untuk Al-Maidah, huruf yaa untuk Yunus, huruf baa untuk Bani Israil (Al-Isra), huruf syiin untuk Asy-Syu’ara, huruf wawu untuk wash-shaaffaati-shaffaa (surat Ash-Shaffat), dan huruf Qaaf untuk surat Qaf.

Jadual hariannya menjadi seperti ini:

Hari ke-1: surat Al-Fatihah - surat An-Nisa (Al-Fatihah + 3 surat)

Hari ke-2: surat Al-Maidah - surat At-Taubah (5 surat)

Hari ke-3: surat Yunus - surat An-Nahl (7 surat)

Hari ke-4: surat Al-Isra - surat Al-Furqan (9 surat)

Hari ke-5: surat Asy-Syu’ara – surat Yasin (11 surat)

Hari ke-6: surat Ash-Shaffat – surat Al-Hujurat (13 surat)

Hari ke-7: surat Qaf – surat An-Nas (yang disebut dengan hizb al-mufashal)

Dasar mengkhatamkan Al-Quran dalam sepekan ini adalah arahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang telah saya sebutkan. 

Sedangkan jadual harian di atas diambil dari hadits yang didha’ifkan oleh Syaikh Al-Albani yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Abu Dawud dalam Sunan keduanya, juga Imam Ahmad dalam Musnadnya.

Disebutkan dalam riwayat tersebut bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terbiasa menemui utusan kabilah atau kaum setiap malam ba’da Isya dan berbicara dengan mereka sambil berdiri. Hingga pada suatu malam beliau terlambat hadir. Aus bin Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, salah satu utusan dari Tsaqif bertanya:

يَا رَسُولَ اللَّهِ لَقَدْ أَبْطَأْتَ عَلَيْنَا اللَّيْلَةَ قَالَ: «إِنَّهُ طَرَأَ عَلَيَّ حِزْبِي مِنَ الْقُرْآنِ فَكَرِهْتُ أَنْ أَخْرُجَ حَتَّى أُتِمَّهُ» ، قَالَ أَوْسٌ: فَسَأَلْتُ أَصْحَابَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَيْفَ تُحَزِّبُونَ الْقُرْآنَ؟ قَالُوا: ثَلَاثٌ وَخَمْسٌ وَسَبْعٌ وَتِسْعٌ وَإِحْدَى عَشْرَةَ وَثَلَاثَ عَشْرَةَ وَحِزْبُ الْمُفَصَّلِ.

Ya Rasulullah, sungguh engkau telah terlambat menemui kami malam ini. Beliau bersabda: 

“Sesungguhnya telah luput hizib (wirid) Al-Quran ku, maka aku tidak suka keluar (menemui kalian) sebelum menyempurnakannya.

” Aus berkata: Maka aku bertanya kepada para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Bagaimana kalian membagi hizb (wirid) Al-Quran?” Mereka menjawab: tiga, lima, tujuh, sembilan, sebelas, tiga belas, dan hizb al-mufashal.


Maksudnya:
Mereka mengkhatamkannya dalam sepekan dengan 3 surat di hari pertama, 5 surat di hari kedua dan seterusnya. Para ulama menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan 3 surat hari pertama adalah Al-Baqarah, Ali Imran & An-Nisa, sedangkan Al-Fatihah tidak disebutkan karena sudah dipastikan ia dibaca di awal.



 KESIMPULAN

. Al-Quran akan memberikan pembelaan dalam bentuk syafaat kepada para sahabatnya, dan orang yang akrab dengan Al-Quran lebih pantas untuk dinamakan sahabat.

. Hal paling mendasar untuk akrab dengan Al-Quran adalah dengan membacanya secara benar dan kontinyu, kemudian mengupayakan juga untuk memiliki bentuk keakraban yang lain yaitu menghafalnya.

. Agar dapat membaca dengan benar, setiap muslim dan muslimah wajib mempraktekkan ilmu tajwid saat membaca Al-Quran seperti yang ditegaskan oleh Ibnu Al-Jazri, salah seorang ulama pakar qiraah.

. Hendaknya setiap muslim dan muslimah memiliki wirid harian membaca Al-Quran dengan target mengkhatamkannya tanpa menganggu kewajiban-kewajiban asasi terutama yang terkait dengan hak-hak orang lain.

. Harus ada upaya untuk membaca Al-Quran minimal satu juz setiap hari agar ia dapat mengkhatamkannya dalam sebulan.

. Banyak diantara para sahabat dan salaf shalih mengkhatamkan Al-Quran dalam sepekan seperti yang dikemukakan oleh Imam Nawawi rahimahullah. Barang siapa ingin meneladani mereka, dapat mengkhatamkannya dengan menggunakan “famii bisyauq”.

. Hendaknya tidak mengkhatamkan Al-Quran secara rutin kurang dari tiga hari seperti yang dinyatakan oleh Ibnu Rajab rahimahullah, tetapi boleh melakukannya di saat-saat utama seperti bulan Ramadhan, atau di tempat-tempat utama seperti Masjid Haram atau Nabawi, atau untuk keperluan tertentu seperti muraja’ah hafalan bagi penghafal Al-Quran. 

 Dan hendaknya ia menyediakan waktu khusus untuk membaca sambil memahami makna bacaannya dengan bantuan kitab-kitab tafsir para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah.

والله أعلم بالصواب



Dipersembahkan oleh grup WA - MANIS - MAJELIS IMAN ISLAM 


- Twitter: @GrupMANIS
- Blog: www.grupmanis.blogspot.com



 Sebarkan! Raih pahala...

No comments

Powered by Blogger.