SHALAWAT ATAS NABI MUHAMMAD SAW

Pemateri: Ust. DR. Wido Supraha

Ketika Allah Jalla wa ‘Ala dan para Malaikat saja bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw, maka jelaslah bagaimana posisi hamba yang mulia itu di langit, dan seharusnya jelas pula posisi manusia kepada hamba yang telah memberikan berkah risalah dan usahanya kepada seisi alam ini.

Bershalawatnya Allah akan mengalirkan pujian kepada manusia yang bershalawat di sisi malaikat-malaikat yang dekat, dan salamnya manusia akan menyempurnakan hidupnya ketika terangkai dengan shalawat, karena tercapailah apa yang diinginkan manusia, dan terhapuslah apa yang ditakutkan manusia.

Sungguh tergesa-gesa adalah kondisi bagi mereka yang berdo’a tanpa diawali dengan shalawat. Tidak sekedar hilangnya kesempurnaan, rukun, sayap dan sebab, namun do’anya pun akan terhalangi (mahjub).

Sebab yang tidak dihadirkan, menyulitkan terbentuknya perasaan tunduk, ketenangan, kekhusyu’an, dan ketergantungan hati hanya kepada Allah.

Sungguh, celaka adalah kondisi bagi mereka yang tidak bershalawat di saat menyebut, mendengar dan menulis nama Nabi Saw.

Shalawat menjadi agenda keseharian manusia, terlebih lagi di hari Jum’at, setiap kali hendak memasuki Masjid, setiap kali selesai mengulangi seluruh redaksi muadzin ketika adzan, dan setiap kali manusia berkumpul dalam sebuah majelis. Sekali lagi, rangkaian shalawat bersanding dengan salam, menjadi ikhtiar dan sebab terkabulkannya do’a manusia. Nabi Saw. mengajarkan cara bershalawat kepadanya.

 Demikian pula dalam kesempatan lain, Nabi Saw. mengajarkan kelengkapan redaksi shalawat kepadanya,

Membacanya di waktu pagi 10x dan di waktu sore 10x, menghadirkan sebab diperolehnya syafa’at, sementara 1x saja manusia bershalawat, Allah Sang Khalik akan bershalawat untuknya 10x, diampuni 10 dosanya dan diangkat baginya 10 derajat.

Tidakkah manusia rindu menjadi manusia yang paling utama di sisinya pada hari kiamat karena kecintaannya kepada shalawat? Tidakkah manusia rindu saat-saat dimana syafaat hadir tatkala manusia berjalan merangkak di atas shirath?

Tidak ada lagi setelah keutamaan kecuali kehinaan. Sebagaimana manusia yang enggan bershalawat, ia disebut bakhil, maka memudarlah kecintaannya kepada sang Nabi, terkikislah rasa rindunya kepada sang Rasul, maka tidakkah ia khawatir hatinya akan terisi kecintaan kepada selain Nabi Saw.?

Tidakkah ia gelisah hatinya akan bergemuruh dengan kerinduan kepada selain Rasulullah Saw?

***

Sesungguhnya, seringnya manusia bershalawat, khususnya pada waktu-waktu yang mengharuskan untuk itu, akan mengakrabkan manusia akan petunjuk Nabi Saw, akan memudahkan penerimaan akan petunjuk tersebut, dan menguatkan keyakinan bahwa tiada petunjuk apalagi hukum yang lebih baik dari petunjuk dan hukum Nabi Saw.

Berarti ini memudahkan manusia menjaga salah satu prinsip yang tidak akan membatalkan ke-Islam-annya.

Petunjuk atau teladan (al-hadyu) Nabi Saw., merupakan arahan (al-irsyad), perjalanan hidup (as-sirah), cara (ath-thariqah) satu-satunya manusia yang menyelamatkannya, berpandu wahyu yang telah diwahyukan13.

Maka sudah selayaknya muslim yang memahami hakikat kepasrahannya bersama hukum Allah, menjadikan Rasul sebagai hakim dalam segala urusan, tidak keberatan dalam hati mereka atas apa yang diputuskannya, dan pasrah dengan penuh kepasrahan terhadap hukumnya yang akan melahirkan keadilan untuk semesta alam, karena semesta alam pun sentiasa bershalawat atas Nabi Saw.

Maraji’

1] Q.S. Al-Ahzab: 56
2] Menukil Ibn Qayyim dalam Jalaul Afham
3] H.R. Thabarani
4] H.R. Tirmidzi
5] HR. Abu Daud
6] H.R. Ibn Majah
7] H.R. Bukhari
8] H.R Tirmidzi
9] H.R. Muslim
10] H.R. Thabarani
11] H.R. Ahmad
12] H.R. Nasa’i
13] Q.S. An-Najm:4

والله تعالى أعلى وأعلم بالصواب
والحمد لله رب العالمين

Dipersembahkan:
www.iman-islam.com

Sebarkan! Raih pahala...

No comments

Powered by Blogger.