Di Hadapan Komisi III DPR, KPK Sepakat Tinjau Ulang SOP Penggeledahan


Ketua KPK Agus Raharjo. (liputan6.com)

Jakarta.  Rapat dengar pendapat (RDP), Komisi III dengan KPK salah satunya membahas tentang Standar Operasional Prosedur (SOP)  penggeledahan khususnya terkait penggunaan senjata api laras panjang.

Komisi III mencecar KPK perihal penyidik yang membawa Brimob bersenjata laras panjang saat penggeledahan di DPR.

Menanggapi petanyaan-pertanyaan anggota Komisi III tersebut, Ketua KPK Agus Rahardjo berjanji akan mengevaluasi  SOP tersebut.

“Kami harus hormati objek vital lembaga negara, SOP akan kami evaluasi ke depan. Kami akan menjaga, menghormati prosedur. Akan kami hormati sesuai peraturan yang berlaku. Kami akan hormati itu,” ungkap Agus dalam RDP di Gedung DPR, Kompleks Senayan, Jakarta, Rabu (27/1/2016) sebagaimana dikutip dari detikcom

Agus juga menyatakan bahwa sebenarnya pihak KPK tidak ingin penggeledahan menjadi tontotan dan tidak pernah ada maksud membawa wartawan. Namun akhirnya penggeledahan tersebut menjadi ramai, hingga akhirnya berujung pada kemarahan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.

Pada akhir RDP, Komisi III DPR pun menyampaikan dua kesimpulan. Adapun hasil rapat dengar pendapat antara DPR dengan 5 pimpinan KPK yang baru adalah sebagai berikut:

1. komisi III DPR RI meminta KPK untuk menyusun dan melaksanakan renstra dan target KPK 2015-2019. Meningkatkan sinergitas koordinasi antar lembaga penegak hukum dan sebagai trigger mechanism terhadap lembaga penegak hukum sehingga hasil konkritnya akan dapat terlihat yakni jumlah korupsi dapat menurun secara signifikan, meningkatkan penyelamatan keuangan negara, lembaga penegak hukum yang bersih dan efektif serta terciptanya budaya anti korupsi yang sistemik Indonesia.

2. Komisi III DPR RI bersepakat dengan KPK untuk mengevaluasi SOP terkait dengan penggunaan senjata api laras panjang dalam upaya penggeledahan yang dilakukan di lembaga negara sebagaimana yang telah diatur dalam UUD 1945 (presiden, MPR, DPR, DPD, MA, KY, MK dan BPK) agar tidak bertentangan dengan KUHAP dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya dan dengan tujuan untuk menjaga etika, kehormatan dan kewibawan lembaga negara.

Baru-baru ini memang ramai diberitakan keributan yang terjadi antara Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dengan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Keributan tersebut dipicu oleh penyidik KPK yang membawa sejumlah anggota Brimob bersenjata lengkap saat melakukan penggeledahan di salah satu ruangan anggota DPR.

Mengetahui hal tersebut, Fahri dengan geram berjalan cepat dari Gedung Nusantara III menuju Gedung Nusantara II di lantai 3. Tempat tersebut adalah ruang Fraksi PKSyang sedang dijaga Brimob.

Namun, ternyata para penyidik tersebut sedang berada di ruang Fraksi PDIP, tepatnya di ruang kerja politikus PDIP berinisial DWP. Sontak, Fahri langsung berteriak dan mengusir anggota Brimob tersebut keluar.

”Brimob yang membawa senjata keluar. Gedung ini tidak boleh bawa senjata. Saya yang bertanggung jawab. Sekali lagi saya minta senjata tidak boleh ada di gedung parlemen,” kata Fahri geram, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (15/1/2016), dikutip dari republika.co.id

Dari ruang Fraksi PDIP, Fahri kembali menyambangi penyidik KPK yang berada di Fraksi PKS dan sedang melakukan penggeledahan. Saat berpapasan dengan penyidik KPK, Fahri langsung marah-marah dan mengusir lagi para anggota Brimob tersebut.

”Anda melakukan contempt of parliament,” teriak Fahri kepada salah seorang penyidik KPK bernama HN Cristian. Tidak mau kalah, Cristian juga menyahut dengan nada tinggi. ”Saya akan melakukan tugas saya. Tidak akan meminta Brimob keluar,” sahutnya.

Fahri menilai tindakan KPK tersebut merusak nama lembaga DPR. Ia mengatakan, anggota DPR yang belum tentu bersalah akan langsung rusak nama baiknya jika masyarakat menyaksikan hal itu. (sbb/dakwatuna)

No comments

Powered by Blogger.