Aksi Kebangsaan Tolak Radikalisme: Mahasiswa Dimanfaatkan Untuk Memuluskan Rencana Penguasa !

Oleh: Monika Devi
(Aktivis Mahasiswi)

Jabungonline.comCivitas akademika belakangan ini tengah panas dengan isu radikalisme. Salah satu fakta yang dapat dilihat adalah dengan adanya kegiatan serentak setiap provinsi se-Indonesia  yaitu Aksi Kebangsaan Perguruan Tinggi Melawan Radikalisme jilid 2 pada tanggal 28 oktober 2017 yang sebelumnya telah diselenggarakan jilid 1 (25-26/09) 2016 di Bali.

Bahkan APTISI (asosiasi perguruan tinggi swasta Indonesia) mengeluarkan reaksinya menyatakan dalam surat tanggapan bahwa pelaksanaan aksi tersebut dinilai sarat akan kejanggalan, sangat politis, dan cenderung menghamburkan waktu dan uang miliaran rupiah. 

Padahal masih banyak permasalahan PTS yang harus diselesaikan dan dipikirkan bersama. Agenda yang melibatkan mahasiswa sebagai sasarannya ini diketahui keluar dari jalur tugas pokok dan fungsi perguruan tinggi, selanjutnya diperparah dengan mencatut nama FRI (Forum Rektor Indonesia), bahkan muncul penolakan-penolakan dari kalangan intelektual.

Banyak yang harus dipertanyakan dari kejelasan Aksi tersebut, karena banyak sekali terlihat ketidak sinkronan antara pemerintah pusat dengan seluruh elemen intelektual. Sehingga hal ini cenderung memperlihatkan ada agenda tertentu yang tidak semua elemen civitas akademika menyetujuinya karena alasan-alasan tertentu. 

Terlebih ditemukannya fakta bahwa kebanyakan Perguruan Tinggi yang akan ikut dalam aksi tersebut mengedarkan surat kepada mahasiswa untuk mengikuti kegiatan itu sebagai kegiatan wajib serta sebagai sarat dapat mengikuti ujian atau sarat dikeluarkannya nilai.  

"Dengan demikian hal ini tentu dapat menjadi parameter bahwa mahasiswa dapat dikendalikan untuk memuluskan rencana penguasa. Selama ini kasus-kasus yang mengatas namakan radikalisme selalu disematkan pada islam, sehingga bisa saja agenda ini memecah belah intelektual atas nama tolak radikalisme dengan menjustifikasi islam sebagai gerakan Radikal"

Tanggal 28 oktober yang bertepatan dengan hari sumah pemuda, sangat tidak layak jika moment ini disikapi dengan menggunakan mahasiswa sebagai alat perpolitikan pemulus kebijakan. Sejatinya, pemuda adalah mereka yang memiliki idealisme tak terbeli apalagi dengan materi. 



Pemuda adalah sumber perubah dan agen penggerak, bahkan Indonesia juga dimerdekakan oleh pemuda. Momentum kebangkitan pemuda seharusnya disikapi dengan memfasilitasi pengoptimalan potensi akal fikiran pemuda dalam rangka kemaslahatan umat, melawan penjajahan pemikiran seperti sekulerismen, neo imperialism dan neoliberalisme. 

Penggunaan potensi pemikiran pemuda hendaknya juga di arahkan dengan semangat Islam yang sangat memperhatikan betul kemajuan sainstek sehingga memunculkan ilmuan-ilmuan yang temuanya berguna bagi umat atau masyarakat banyak, sepreti Ibnu Sina penemu dasar ilmu kedokteran, Al Zahrawi sang dokter bedah, Ibnu Al Haytham penemu cara kerja optik, Ibnu Battuta sang penjelajah dunia dsb. [MO/bp]

No comments

Powered by Blogger.