Arah Telunjuk War On Radicalism di Balik Aksi Kebangsaan Perguruan Tinggi Melawan Radikalisme


Oleh: Rahmadinda Siregar
(Koordinator Lingkar Studi Mahasiswi Peduli Negeri) 

Jabungonline.com - Perjalanan panjang melawan 'radikalisme' terus digulirkan oleh rezim Jokowi-JK. Bahkan memanfaatkan dunia akademisi yakni melalui forum Deklarasi Kebangsaan Perguruan Tinggi Melawan Radikalisme yang diselenggarakan Kemendikbud di Nusa Dua Bali 25-26 September lalu, rezim Jokowi memantapkan komitmennya dalam perang melawan radikalisme (War On Radicalism). 

Komitmen tersebut turut di follow up dengan aksi besok hari bertepatan dengan momentum "Sumpah Pemuda" 28 Oktober 2017, dengan menyelenggarakan Aksi Kebangsaan Perguruan Tinggi Melawan Radikalisme di berbagai perguruan tinggi se-Indonesia. 

Aksi ini akan melibatkan ribuan guru besar, rektor, profesor, magister dan mahasiswa dengan komitmen melawan radikalisme.

Membaca Arah War On Radicalism

Aksi kebangsaan perguruan tinggi melawan radikalisme yang dijalankan rezim Jokowi, perlu kiranya disikapi dengan kritis.

Mahasiswa sebagai entitas kritis yang ada di tengah tengah masyarakat harus bisa memahami kemana telunjuk diarahkan dari isu radikalisme tersebut.
Jangan sampai mahasiswa justru salah dalam memetakan "lawan" dan "kawan" dalam persoalan radikalisme.

Jika kita mencermati seksama, proyek deradikalisasi yang massif dijalankan oleh rezim lebih mengarah kepada deradikalisasi Islam itu sendiri. Pembubaran UKM Kerohanian El-Fath di kampus UNPAM, hingga 'framing' bendera HTI dalam kasus penghina ibu negara yang dikaitkan dengan aktivis HTI merupakan bukti proyek deradikalisasi yang dijalankan rezim untuk semakin mengkriminalisasi Islam dan umatnya. 

Apalagi pasca disahkannya Perppu ormas no. 2 tahun 2017 menjadi UU ormas oleh DPR pada sidang Paripurna 24 oktober lalu yang semakin membuka peluang bagi rezim untuk memberangus dakwah Islam politik.

Di sisi lain, rezim justru memberikan 'angin segar' bagi kebangkitan komunisme sebagaimana yang disampaikan oleh Prof. Amien Rais. Dengan alasan melindungi 'pancasila' rezim hari ini menjadi satu satunya pihak yang paling berhak menafsirkan pancasila. 

Padahal kebijakan kebijakan rezim justru banyak yang bertentangan dengan pancasila, UUD '45 dan menyalahi NKRI. Perpanjangan kontrak karya freeport, pencabutan moratorium reklamsi teluk jakarta hingga pembangunan kota ilegal meikarta adalah bukti rezim ini adalah rezim neolib yang berlindung dibalik pancasila. Di sisi lain, kesenjangan sosial terus menigkat, kemiskinan, tingginya buta huruf dan kerusakan moral remaja tidak bisa diselesaikan. 

Mencermati persoalan di atas harusnya komitmen rezim Jokowi diarahkan untuk melawan dan memerangi kapitalisme neoliberal yang telah menjajah negeri ini. Perang melawan radikalisme harusnya diarahkan untuk melawan kapitalisme global yang telah lama menjarah kekayaan SDA milik umat.[MO/bp]

No comments

Powered by Blogger.