Jawaban Tuntutan Mahasiswa Bukanlah Penangkapan!

Oleh. Budi Santoso 

Aktifis Forum Kajian Islam Mahasiswa

Jabungonline.comPenulis bukanlah bagian dari aktifis BEM-SI (Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia). Tetapi penulis adalah bagian dari mahasiswa yang menyuarakan setiap aspirasi yang menjadi hak warga negara Indonesia. Aspirasi dalam kacamata hukum Indonesia tidaklah dilarang. Justru aspirasi merupakan hak yang oleh setiap warga negara dilindungi konstitusi negara.

Sungguh sangat memprihatinkan dengan apa yang dilakukan oleh pihak kepolisian dengan menangkap kawan-kawan mahasiswa dari berbagai daerah. Hal itu sangat berlebihan lantaran pengunjuk rasa menuntut beberapa tuntutan yang seharusnya bisa dijawab oleh pemerintah. Diantara tuntutan BEM-SI ialah turunkan kesenjangan ekonomi, gugat pengekangan hak publik dan wujud kedaulatan rakyat, dan menuntut tegaknya supremasi hukum. 

Dilihat dari apa yang menjadi tuntutan mahasiswa tentu tidaklah salah. Itu sangat wajar sebagai seorang warga yang menuntut keseriusan dalam menjalankan amanat yang diberikan rakyat kepada penguasa. 

Bicara pada point pertama pada tuntutan tersebut, tentu sangatlah beralasan jika mahasiswa menuntut untuk bisa diturunkannya kesenjangan ekonomi. Hal itu lantaran masih lebarnya jurang antara orang kaya dengan orang miskin. Indeks rasio gini yang tercatat saat ini adalah sebesar 0,393. Tentu angka tersebut mengindikasikan masih lebarnya kesenjangan ekonomi yang ada. 

Ditambah lagi dengan menurunnya daya beli masyarakat. Maka wajar angka pertumbuhan ekonomi Indonesia selalu berkisar di angka 5 persen per tahun. Dengan kenyataan ini, sulit rasanya bisa optimis akan mampu untuk memecahkan permasalahan di bidang ekonomi.  



Selain itu tuntutan akan supremasi hukum di negeri ini juga sangatlah tepat. Siapa yang mampu menyangkal bahwa terdapat ketidakadilan dalam penegakan hukum saat ini. Azaz equality before the law dalam hukum positif yang diterapkan belum lah terlihat secara nyata. Lihatlah bagaimana pemerintah membuat aturan melalui penerbitan Perppu Ormas No 2 Tahun 2017 dengan menghilangkan mekanisme peradilan. 

Padahal secara filosofis, adanya mekanisme peradilan merupakan implementasi dari azaz due process of law. Bagaimana mungkin timbangan hukum akan adil, jika mekanisme peradilan yang digunakan untuk klarifikasi dalam bentuk pembelaan dihilangkan begitu saja. 

Di sisi lain juga sidang DPR-RI pernah dipimpin oleh seorang tersangka. Ini kali pertama dalam sejarah bangsa Indonesia, sidang DPR-RI diketuai oleh seorang tersangka. Itulah hal yang mungkin ditangkap oleh mahasiswa untuk bisa dijelaskan oleh pemerintah mengapa ini semua terjadi. 



Tentu tuntutan itu tidaklah layak dijawab dengan aksi penangkapan sejumlah aktivis. Apalagi penangkapan tersebut tidak didahului adanya dialog baik mahasiswa dengan pihak istana, maupun mahasiswa dengan aparat penegak hukum. Seharusnya aksi yang digelar dari siang hari ini mampu disambut dengan tangan terbuka oleh pihak istana. Yang mahasiswa butuhkan adalah transparansi kinerja dari semua jajaran eksekutif dalam menjalankan amanat rakyat. 

Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 dengan tegas menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Itu artinya apa yang dilakukan para mahasiswa merupakan langkah dan tindakan yang baik dan sesuai dengan konstitusi. 

Tentu jika mahasiswa yang pendidikannya masih kalah jauh dengan para pemangku jabatan saja sudah baik ketika mendatangi istana, seharusnya pihak istana jauh lebih baik dalam menerimanya. Itulah attitute yang musti dijalankan oleh semua orang yang mengklaim sebagai negarawan.[MO/rs]

No comments

Powered by Blogger.