Proyek Sakti Itu Bernama Reklamasi !

Reklamasi

Oleh : Tri Silvia 
(Ibu Rumah Tangga) 

Jabungonline.com - Pemerintah mencabut moratorium pembangunan proyek reklamasi Teluk Jakarta. Kepastian tersebut disampaikan Kepala Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Tuty Kusumawati. Dia menyebut, berdasarkan Surat Menko Kemaritiman Nomor S-78-001/02/Menko/Maritim/X/2017, pencabutan moratorium berlaku untuk 17 pulau reklamasi. Pembangunan di pulau buatan tersebut dapat dilanjutkan dengan persetujuan DPRD DKI (Liputan6.com, Kamis, 5/10).

Sebelumnya diketahui bahwa sejak 30 Juni 2016, pemerintah saat itu dibawah Menko Kemaritiman Rizal Ramli menyatakan telah terjadi pelanggaran berat atas pembangunan pulau reklamasi khususnya pulau G, sehingga turunlah sanksi tegas berupa moratorium atas proyek reklamasi di teluk Jakarta tersebut. Alasannya sangat jelas, pembangunan Pulau G telah berdampak pada kehidupan nelayan, rusaknya lingkungan, terganggunya proyek PT PLN, serta proses perizinan yang melanggar hukum.

Pencabutan moratorium proyek reklamasi menuai berbagai tanggapan dari masyarakat, diantaranya dari Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ), mereka menyesalkan pencabutan moratorium oleh Menteri Koordinator Kemaritiman, mereka mengatakan bahwa seluruh informasi pembahasan reklamasi telah ditutup rapat-rapat oleh yang berkepentingan, adapun pihak-pihak yang menolak reklamasi tidak pernah dilibatkan dalam kajian selama proses moratorium.


KSTJ mengingatkan kepada pemerintah dampak yang terjadi apabila reklamasi dilanjutkan. Dampak tidak hanya dirasakan di daerah reklamasi, tetapi juga di daerah asal pengambilan material. Diperkirakan, akan muncul konflik agraria, kerusakan lingkungan, dan krisis iklim (Republika.co.id, 17/10).

Adapun dari pihak pengusaha, pencabutan moratorium proyek reklamasi ini mendapat sambutan positif. Pencabutan moratorium ini dinilai akan memberikan sentimen positif bagi perekonomian di Tanah Air. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani menyatakan, berjalannya kembali proyek reklamasi bakal menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi yang baru. "Akan muncul lahan dan pertumbuhan ekonomi baru," ujar dia saat dihubungi wartawan (Liputan6.co.id, Senin, 11/9).

Lalu bagaimana sikap kita sebagai warga masyarakat yang mayoritas beragama Islam? Tentunya kita harus bersikap bijak dalam menyikapi hal ini, dan Islam memiliki solusinya. Islam tidak hanya berfungsi sebagai pandangan hidup saja, melainkan berfungsi pula sebagai pedoman hidup. Sebagaimana firman Allah SWT, “Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian? agama? kalian…” (QS. Al Maaidah : 3)

Allah juga menyatakan : “Dan telah Kami turunkan kepadamu (Muhainmad) Al Kitab (Al Qur’an) menjelaskan segala sesuatu. “ (QS. An Nahl : 89)

Artinya Islam memiliki berbagai aturan yang mumpuni dalam segala aspek kehidupan sehingga mampu dijadikan pedoman hidup manusia untuk mendapatkan solusi dari segala permasalahan. Lalu bagaimana pandangan Islam tentang proyek reklamasi ini?




Objek reklamasi secara umum merupakan kawasan berair, yakni danau, rawa-rawa, kawasan pesisir dan laut. Adapun terkait objek reklamasi yang kita bicarakan saat ini adalah kawasan pesisir dan laut. Dalam pandangan Islam dua kawasan ini merupakan harta milik umum. 

Ibnu Abbas menuturkan bahwa Nabi saw bersabda: "Kaum Muslim bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, padang dan api" (HR.Abu Dawud). Ibnu Majah juga meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah, bahwa Nabi saw bersabda: "Ada tiga hal yang tidak akan pernah dilarang (untuk dimiliki siapapun): air, Padang dan api (HR.Ibnu Majah).

Terdapat dua ketentuan syara' yang harus di perhatikan dalam hal harta kepemilikannya umum, yakni:

Pertama, Harta milik umum tidak boleh dikuasai atau dikuasakan kepada individu, kelompok individu atau korporasi. Negara dengan pengaturan tertentu harus memberi kemungkinan kepada seluruh rakyat untuk bisa memanfaatkan atau mendapatkan manfaat dari harta milik umum. Negara juga harus mengelola langsung harta milik umum dan hasil pengelolaan itu seluruhnya dikembalikan kepada rakyat baik secara langsung atau dalam bentuk berbagai pelayanan.

Kedua, Proyek reklamasi tidak boleh membahayakan baik secara fisik, lingkungan, maupun sosial.
Kedua poin ini harus dipenuhi, tidak boleh hanya salah satu dan tidak berlaku kebalikannya. Untuk poin pertama, jika kita hubungkan langsung dengan proyek reklamasi yang sedang dibicarakan, maka praktik reklamasi sebanyak 17 pulau buatan di Teluk Jakarta atau kawasan pesisir Jakarta, jelas tidak boleh. Sebab, kawasan pesisir atau teluk adalah harta milik umum. Karena itu, tidak boleh dikuasai atau dikuasakan atau diberikan konsesinya kepada individu, kelompok individu atau korporasi.

Berbeda jika proyek pembangunan tersebut dilakukan oleh negara dan diperuntukkan untuk kepentingan masyarakat secara umum, maka hal tersebut diperbolehkan karena secara syar'i negara memiliki wewenang untuk memproteksi sesuatu dari harta milik umum untuk tujuan tertentu. Diriwayatkan dari Nafi’, dari Ibnu Umar ra: “Nabi saw memproteksi Naqi’ –tempat yang sudah dikenal di Madinah- untuk kuda-kuda kaum Muslim” (HR. Abu Ubaid)



Untuk poin kedua, maka berarti proyek pembangunan reklamasi tersebut harus memiliki kajian Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) yang dilakukan secara jujur dan bisa dipertanggungjawabkan guna dijadikan pertimbangan untuk melakukan reklamasi atau tidak. 

Hal itu berdasarkan hadits Rasul saw: “Tidak ada dharar (bahaya) dan tidak ada membahayakan –memudharatkan- (baik diri sendiri maupun orang lain).“ (HR. Ibn Majah, Ahmad, ad-Daraquthni)

Asy-Syaukani di dalam Nayl al-Authâr setelah memaparkan hadits tersebut mengatakan, “hadits ini di dalamnya terdapat dalil pengharaman adh-dharar apapun sifatnya, tanpa ada perbedaan apakah terhadap tetangga atau yang lain, sehingga adh-dharar dalam bentuk apapun itu, tidak boleh kecuali dengan dalil yang mengkhususkan keumuman ini”.



Dengan demikian, reklamasi kawasan pesisir atau laut jika dilakukan oleh individu, kelompok individu atau korporasi untuk kepentingan individu, kelompok individu atau korporasi itu sendiri maka haram dilakukan. Negara haram memberikan kuasa, memberikan konsesi atau memberian izin kepada individu, kelompok individu atau korporasi untuk melakukan itu.

Adapun reklamasi atas kawasan pesisir atau laut atau kawasan perairan milik umum oleh negara untuk tujuan atau keperluan tertentu yang termasuk kepentingan negara dan atau kepentingan atau kemaslahatan rakyat, maka reklamasi itu boleh dilakukan. Namun dalam melakukan itu, negara tetap harus memperhatikan ketentuan-ketentuan syariah terkait, termasuk tidak boleh membahayakan.[MO/wr/JO]

No comments

Powered by Blogger.