Siapa yang Radikal? Tergantung Penguasa?

Jabungonline.com - Radikal dan intoleran itu bukan milik Islam, Khilafah, atau kelompok tertentu. Radikal itu tidak tergantung pada jumlah pelaku. Pun Radikal bisa dilakukan oleh manusia dengan berbagai baju.

Contohnya. Aksi 212 yang diikuti oleh 7 juta manusia dari seluruh Indonesia. Apakah ada yang tewas atau terluka disana? Adakah kaca dipecah dan kendaraan yang dirusak? Atau terdapatkah teriakan-teriakan hewani yang bersahut-sahutan sambil melempar benda-benda secara anarkis?

Coba bandingkan dengan apa yang terjadi pada penyerbuan gedung Kemendagri hari ini. Hanya sekelompok orang yang beraksi. Hanya 30 an orang. Tapi sejumlah orang luka, kaca gedung pecah, tanaman dirusak, plus sekian kendaraan jadi korban.

Beragamakah mereka? Tentu saja mereka beragama. Agama yang “penuh kasih” malah. Tapi akankah kita salahkan agamanya? Tentu saja tidak. Agama mengajarkan cara-cara kesantunan. Tidak cara merusak. Bukan teknik melempar batu bata. Jadi yang Radikal adalah orangnya.

Esok, jika bertemu saudara-saudara dari Papua, beragama Kristen, apakah lalu mereka harus dicurigai? Wajib ditandai? Berpotensi melakukan Radikalisme yang sama? Jika jawabannya Ya, berarti otakmu sudah Rusak.

Contohnya lagi.

Tiga orang anggota Brimob penjaga lokasi pengeboran sumur minyak di Blora, semalam tewas mengenaskan. Serpihan tubuh muncrat akibat tembakan laras panjang dari jarak dekat. Satu orang membantai 2 temannya. Radikal sekali. Luar biasa tragis.

Anggota Brimob Brigadir Kepala BT (36), menembak dua rekannya Brigadir BW (30) dan Brigadir AS (35). Penembakan menggunakan senapan laras panjang jenis AK 101, senjata yang diperlengkapi kepada anggota Brimob tersebut. Penembakan dipicu oleh percekcokan di antara mereka. Setelah menembak mati kedua rekannya, Brigadir BT melakukan aksi bunuh diri dengan melepaskan tembakan ke arah kepalanya.

Bandingkan.. Tujuh juta orang berkumpul di Jakarta, tidak ada yang tersakiti. Nihil kerusakan. Itu di Blora hanya 3 manusia berseragam kumpul di tempat sama, mati semua. Akibat kemarahan yang ekstrem. Radikal.

Jelas kan perbandingannya? Lalu bisakah digeneralisir bahwa Brimob adalah kesatuan yang berbahaya? Anggotanya berciri sebagai pemilik bibit-bibit Radikalisme dan bersikap Intoleran? Maka kemudian Brimob perlu dibuatkan ‘Perpu khusus’ untuk membubarkannya? Jika ada yang menjawab Ya, berarti somplak nalarnya.

Karena RADIKALISME, di bumi Indonesia, tidak identik dengan baju, seragam, kesatuan, agama, suku, aliansi politik, dan kedudukannya di masyarakat. Penguasa maupun rakyat sama-sama punya potensi menjadi Radikal.


Jadi sebagai sesama anak bangsa, mulailah belajar berlogika sebagaimana layaknya takdir manusia.

AKAL dipinjamkan bukan untuk mengakali rakyat. Tapi dipakai untuk memanusiakan manusia lainnya. Bukan menteroris-teroriskan atau meradikal-radikalkan orang-orang yang tidak sependapat.

AKAL diberi bukan untuk menciptakan skenario penjegalan. Menghabisi mereka-mereka yang beroposisi dan bersaing di jalur kekuasaan.

JIKA AKAL DISALAHGUNAKAN, DIMANFAATKAN UNTUK MENYEMATKAN STEREOTYPE RADIKAL KEPADA YANG TAK SEHALUAN, JANGAN HERAN JIKA ALLAH MENGAMBIL AKAL YANG HANYA PINJAMAN.

JANGAN KAGET KALAU ALLAH MENAMPAR LEBIH KERAS KEPADA MEREKA YANG MENAMPAR ORANG LAIN. DAN MEMPERMALUKAN LEBIH DASHYAT DARI MEREKA YANG MEMFITNAH KELOMPOK LAIN.

#HukumAllahItuPasti
#HukumAlamItuDashyat


(by Agi Betha)
Sumber: Portal Islam

No comments

Powered by Blogger.