Mempertanyakan Tafsiru Tunggal Radikalisme

Mahasiswa sebagai Korban Stigma Radikalisme

Oleh : Rizki Ika Fianti, S.Tr.Sos.

Isu radikalisme beberapa pekan terakhir sangat hangat terdengar di tengah-tengah masyarakat. Beberapa gerakan tolak radikalisme pun sangat gencar digiring oleh pemerintah, berikut dengan dukungan kelompok-kelompok masyarakat yang satu haluan dengan pemerintah sehingga acara-acara tolak radikalisme pun banyak diselenggarakan. Salah satunya adalah  kegiatan kuliah akbar yang diselenggarakan dalam rangka memperingati hari sumpah pemuda tanggal 28 Oktober tahun ini di Stadion Manggala Krida Yogyakarta.

Pemerintah berusaha membungkam suara mahasiswa yang kritis, membuat alur pikiran mahasiswa agar sejalan dengan skenario pemerintah. Pemerintah membuat esensi kata radikalisme memiliki dimensi yang menakutkan, dianggap suatu faham yang menjadi cikal bakal terjadinya teror dan munculnya teroris. Faham ini bergulir cepat di kalangan masyarakat, khususnya kalangan akademis.

Kita perlu melihat apa makna dari kata radikal itu sendiri, kata radikal berasal dari kata radix yang dalam bahasa latin berarti akar. Apabila dalam kamus, kata radikal memiliki arti mendasar (prinsip), sikap politik amat keras menuntut perubahan (undang-undang, prinsip), maju dalam berpikir dan bertindak (KBBI, cetakan 1: 2008).

Berdasarkan makna di atas terlihat bahwa makna radikal tergantung dari konteks mengakar (radikal) dalam hal apa. Jika menuntutnya perubahan mendasar yang positif karena kondisi politik yang sangat tidak kondusif dan menghasilkan berbagai permasalahan akibat dari akar penerapan sistem yang salah tentu makna radikal akan menjadi makna yang positif.

Mirisnya yang terjadi saat ini adalah makna radikalisme dikaitkan dengan Islam. Radikalisme seakan-akan menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat. Kita tau bahwa para pahlawan nasional dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini lekat dengan semangat jihad dan Islam itu sendiri. Bahkan gema takbir pun sering diucapkan oleh pejuang-pejuang bangsa saat melawan penjajah. Pancasila pun tak layak apabila dibenturkan dengan Islam karena makna dari pancasila sendiri justru akan mampu hidup apabila diwadahi oleh syariat Islam. [MO]

No comments

Powered by Blogger.