Impor Jutaan Ton Beras, Petani: Jokowi Tidak Peduli Kepada Kami

Jabungonline.com –  Keputusan pemerintah menambah impor beras sebanyak satu juta ton ditolak mentah-mentah oleh petani. Pasalnya, stok beras saat ini dinilai cukup seiring dengan musim panen raya yang sedang berlangsung.


“Ya jelas petani menolak impor beras,” tegas Wakil Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Indramayu, Sutatang kepada Republika.co.id, Kamis (23/8).

Sutatang mengungkapkan, keputusan pemerintah untuk kembali menambah impor beras sangatlah tidak tepat. Menurutnya, para petani di berbagai daerah sentra padi, terutama di Jawa Barat, saat ini sedang panen raya. “Keputusan impor itu menunjukkan pemerintah tidak ada kepedulian kepada para petani,” ujar Sutatang dengan nada kesal.

Sutatang mengatakan, dari sisi produksi, hasil panen petani saat ini lumayan tinggi. Meski dilanda kemarau, namun produksi padi petani rata-rata bisa mencapai 6,2 ton per hektare.

Sutatang mengakui, sejumlah daerah di Kabupaten Indramayu, seperti di Kecamatan Kandanghaur, Losarang dan Gabuswetan, ada yang puso (gagal panen) akibat kekeringan. Namun di daerah lain yang pengairannya cukup, produksi padi berlimpah.

Selain itu, kualitas padi yang dihasilkan petani saat ini pun cukup bagus seiring kondisi cuaca yang mendukung di saat panen. Apalagi, selama berlangsungnya musim tanam gadu 2018, areal persawahan relatif aman dari serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). “Dari segi harga, petani juga sedang menikmati harga yang lumayan tinggi meski belum ideal,” tutur Sutatang.

Sutatang menyebutkan, harga gabah di tingkat petani saat ini rata-rata mencapai Rp 5.000 per kg untuk gabah hasil panen April – Mei 2018. Sedangkan harga gabah dari hasil panen yang sedang berlangsung, mencapai Rp 5.000 – 5.200 untuk gabah kering panen (GKP) dan Rp 6.000 per kg untuk gabah kering giling (GKG).

Dengan adanya impor, kata Sutatang, harga gabah di tingkat petani bisa turun. Hal tersebut akan membuat petani jadi merugi. Tak hanya di Indramayu, penolakan terhadap keputusan impor juga disampaikan para petani di Kabupaten Cirebon. Para petani di daerah itupun sedang mengalami masa panen raya.

“Negara kita nampaknya sudah dikuasai oleh importir. Jadi sudah tidak ada batasan, kapan waktunya petani sedang panen raya dan kapan waktunya sedang tidak ada gabah,” tukas Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Cirebon, Tasrip Abu Bakar.

Tasrip mengatakan, panen raya di Kabupaten Cirebon akan terus berlangsung hingga Oktober mendatang. Bahkan, panen tidak akan terputus karena ada sebagian petani melakukan tanam padi hingga tiga kali dalam setahun.

Dari sisi produksi, Tasrip menyebutkan, saat ini cukup bagus, yakni mencapai rata-rata 6,2 ton per hektare. Dari sisi kualitas, juga cukup bagus karena tidak  ada hujan di saat panen sedang berlangsung. “Harga gabah di tingkat petani saat ini juga cukup bagus,” terang Tasrip.

Untuk GKP, harganya ada di kisaran Rp 4.500 per kg. sedangkan GKG, ada di kisaran harga Rp 5.000 per kg.

Tasrip menyatakan, kebijakan impor beras sangat mengecewakan para petani. Bahkan, gairah mereka untuk menanam padi juga jadi melemah. Jika hal tersebut terus berlanjut, maka akan mengancam produksi padi.

Sebelumnya DPR mempertanyakan kebijakan Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang kembali mengeluarkan izin importase beras sebanyak 1 juta ton. Pasalnya, tidak ada untuk impor. Terlebih pasokan beras cukup, harga juga terkendali.

Ketua Komisi IV DPR Edhy Prabowo mengatakan, segera melakukan penyelidikan izin importase beras ini. DPR sudah menemukan indikasi penyimpangan dalam impor itu. Beberapa izin bermasalah dan cukup fatal.

“Terus terang, mengacu yang namanya impor, saya sudah tidak setuju. DPR tidak setuju. Sebab selama ini program anggaran untuk sektor pertanian selalu kita setujui. Tidak pernah kita kurangi,” kata Edhy dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, di Jakarta, Rabu (22/8). (rol)

No comments

Powered by Blogger.