Lampung Darurat Listrik s.d 2019

Pemadaman Listrik 18 Jam Sekali
BANDARLAMPUNG – Masyarakat Lampung benar-benar diuji kesabarannya. Betapa tidak, hingga 2019 mendatang, masyarakat Sai Bumi Ruwa Jurai akan akrab dengan pemadaman listrik bergilir. Hebatnya lagi, pemadaman bakal dilakukan PT PLN 18 jam sekali untuk satu daerah. 

Hal ini disampaikan General Manager Distribusi PT PLN (Persero) Lampung Irwansyah Putra didampingi Deputi Manajer Hukum dan Humas I Ketut Darpa di sela-sela peringatan Hari Listrik Nasional kemarin.
Dijelaskan, PT PLN saat ini menargetkan pembangunan pembangkit listrik 35.000 megawatt (MW). 

Namun, untuk mencapainya tidak mudah. Apalagi saat ini, pembangkit yang ada belum mampu memenuhi kebutuhan. Sistem kelistrikan di Lampung sejauh ini masih mengandalkan transfer dari Sumatera Selatan. Kondisi ini diperparah dengan kemarau panjang yang tengah menghantam Indonesia. Akibatnya, pembangkit listrik tenaga air (PLTA) tidak mampu menghasilkan daya maksimum lantaran susutnya sumber air.

Disebutkan, kebutuhan listrik Lampung saat beban puncak adalah 800 MW pada malam hari dan siang hari 550 MW. ’’Namun saat ini maksimum yang bisa dihasilkan hanya 350 MW. Idealnya memang kita harus punya cadangan pembangkit listrik,” ujar Irwansyah di ruangan kerjanya.

Menurut dia, karena kondisi ini, pemadaman listrik di Lampung mau tidak mau harus dilakukan. Apalagi di tengah ketersediaan tenaga listrik yang terbatas, kebutuhan terus tumbuh dari tahun ke tahun.

Kondisi kelistrikan di Lampung selama ini memang terlalu bergantung pada pasokan listrik melalui sistem interkoneksi Sumatera. Namun kelemahannya, setiap terjadi gangguan pada sistem jaringan itu, maka pemadaman juga pasti terjadi di wilayah Lampung.

Untuk itu, dia berharap masyarakat dapat memahami kondisi yang terjadi saat ini. ’’Positive thinking bahwa PLN bukan melakukan pemadaman bergilir, tetapi penyalaan bergilir. Karena memang nyalanya yang kita bagi-bagi,” ungkapnya.

Ditambahkan, defisit listrik yang diperkirakan baru berakhir pada 2019 ini terpaksa membuat intensitas pemadaman semakin sering. Irwansyah menyebut, pemadaman bergilir akan dilakukan sekitar 3 jam per 18 jam untuk satu daerah. Dicontohkan, pemadaman juga akan tergantung daerahnya.

’’Misalnya daerah Metro dan Mesuji, padamnya satu hari itu bisa sekitar 5-6 jam. Kami upayakan sekali padam, besoknya jangan padam lagi,” tuturnya.

Pola pemadaman bergilir ini, lanjutnya, merupakan kesepakatan manajemen rayon dengan pemerintah daerah setempatnya. Untuk itu, dia meminta dukungan masyarakat terhadap program pembangunan pembangkit listrik sebesar 35.000 MW yang sebelumnya dicanangkan Presiden Joko Widodo. Jika hal itu terwujud, defisit listrik, khususnya di Lampung, baru bisa teratasi. ’’Diperkirakan listrik baru bisa normal sekitar tahun 2019. Jika sebelum 2019, PLTA tidak beroperasi. Artinya kita masih mengalami defisit daya,” tambahnya.

Disebutkan, rasio elektrifikasi Indonesia saat ini baru mencapai 86,36 persen. Bila program pembangunan pembangkit 35.000 MW terwujud, pihaknya meyakini rasio pada 2019 meningkat sebesar 97,04 persen. Angka ini sebenarnya masih jauh di bawah negara-negara tetangga. Seperti Singapura yang rasionya sudah mencapai 100 persen atau Malaysia yang telah mencapai 99 persen.

Sementara itu, pemadaman bergilir hingga 2019 mendatang ini langsung menuai protes dari warga dan kalangan pelaku usaha. ’’Wah, jelas ini sangat merugikan. Otomatis ada biaya untuk pembelian bahan bakar genset yang seharusnya tidak ada,” kata Iwan Bukhori, warga Kotasepang, Bandarlampung.

Apalagi, lanjut Iwan, pemadaman ini membuat peralatan elektronik lebih rentan rusak. ’’Apalagi usaha kafe saya ini mayoritas menggunakan peralatan elektronik,” keluh manajer sebuah kafe di Jl. Gatot Subroto. Garuntang, Telukbetung Selatan, ini.

Terpisah, Humas Badan Pengurus Daerah Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPD Hipmi) cabang Lampung M. Gilang Satria Riandy juga mengeluhkan langkah PLN melakukan pemadaman bergilir dengan alasan defisit daya ini.

Menurut Gilang, kondisi itu jelas menghambat laju perkembangan ekonomi suatu daerah. ’’Tentu dampaknya banyak sekali bagi masyarakat. Mulai segi perekonomian hingga pendidikan,” ucapnya.

Untuk kalangan pelaku usaha, lanjut dia, jelas sangat berpengaruh karena pemadaman listrik berimbas langsung pada kenaikan ongkos produksi dan biaya operasional.

Untuk itu, dia meminta pemerintah dan PLN segera mencari cara agar suplai listrik di Lampung bisa lebih stabil. ’’Kami dari penguasaha juga siap bekerja sama dalam memajukan program pemerintah dan PLN,” tandasnya.

Penyesuaian Tarif Pelanggan Subsidi

Sementara itu, banyaknya pelanggan listrik subsidi yang salah sasaran membuat PT PLN (Persero) bakal melakukan penyesuaian. Seperti yang akan terjadi pada awal 2016, perusahaan setrum negara ini akan mencabut separuh dari pengguna listrik yang menggunakan tarif subsidi.

Menurut Kepala Humas PT PLN (Persero) Jatim Pinto Raharjo, upaya ini dilakukan karena pemerintah melihat bahwa subsidi yang diberikan dinilai kurang tepat sasaran. Tercatat untuk pengguna tarif 450 dan 900 VA di nasional sebesar 45,36 juta pelanggan. Rinciannya, 22,9 juta pelanggan 450 VA dan 22,74 juta pelanggan 900 VA.

Sementara dari data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) mengantongi data 23,3 juta pelanggan yang merupakan masyarakat miskin.

Namun demikian, Pinto mengaku saat ini pihaknya belum bisa mengambil keputusan apakah hanya listrik golongan 900 VA saja yang dicabut subsidinya. “Dari PLN Jatim sendiri masih menunggu keputusan dari pemerintah dan PLN pusat langkah apa yang dilakukan,” kata Pinto.

Tapi ada beberapa usulan yang dilakukan oleh PLN untuk melakukan penertiban ini. Rencana awalnya, PLN akan mengurai permasalahan listrik salah subsidi ini dengan menyesuaikan tarif listrik dikonversikan ke tarif tanpa subsidi.

Pinto menjelaskan saat ini tarif listrik yang didapatkan rumah listrik dengan pembelian token prabayar Rp100 ribu untuk pengguna listrik golongan 450 VA adalah 219,54 KWH. Sementara untuk pelanggan golongan 900 mendapat listrik 150,60 KWH. Jadi nanti kalau subsidi dihilangkan pengguna hanya bisa kurang dari itu. “Kita baru hanya diberi tahu rencana konversi harga, tapi untuk memindahkan tarif ke 900 ke 1.300 sendiri PLN Jatim belum menerima arahan,” ucap Pinto.

Selain itu, Pinto menjelaskan, diperketatnya pengguna listrik subsidi ini juga termasuk upaya penghematan dari PLN. Karena pemerintah sendiri juga tengah mengurangi subsidi ke perusahaan listrik pelat merah itu. Tercatat pengurangan subsidi dari pemerintah cukup signifikan. Pada 2014 lalu PLN menerima Rp99 triliun. Lalu berkurang menjadi Rp67 triliun di 2015. Tahun depan PLN hanya menerima Rp37 triliun.

Ke depannya PLN Jatim juga melakukan penyusuran ke rumah-rumah yang memakai tarif golongan subsidi. ’’PLN juga ingin melihat tingkat kemampuan bayar pelanggan subsidi sejauh mana sambil menunggu data dari pemerintah,” tandasnya.

No comments

Powered by Blogger.