Wayang Kulit dan FPI yang Tertolak

Asslamualaikum sahabat JO, pada kesempatan kali ini JO akan membagikan informasi mengenai : 
Wayang Kulit dan FPI yang Tertolak

Jabungonline.com - “Pemutaran wayang kulit bukan syariat islam” dan “Wayang Kulit Bukan budaya dan ajaran ummat Islam”. Demikianlah isi dua buah spanduk yang tetiba membentang dengan manis di beberapa titik kota Jakarta. Spanduk-spanduk tersebut dipasang setelah ada acara pagelaran wayang kulit yang diadakan oleh pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta nomer urut 2 yang fenomenal, Ahok dan Djarot.

Spanduk penolakan wayang kulit oleh "Aliansi Masyarakat Muslim se Jakarta Pusat". Siapa mereka?

Setelah tiga kali sukses menggelar kesenian yang paling digemari warga Jawa, Ahok Djarot kembali menggelar Wayang Kulit semalam suntuk dengan lakon "Gatotkoco Winisudo" pada Sabtu Malam 21 Januari 2017. Pagelaran ini digelar oleh tim sukses paslon tersebut untuk “menggarap” para pemilih warga DKI yang berasal dari Jawa. Berdasarkan statistik, warga Jawa yang tinggal di ibukota jumlahnya memang mayoritas dibandingkan suku lain. Kedekatan pemilih Jawa inilah yang kini tengah digarap tim Ahok-Djarot. Pagelaran wayang kulit tersebut didalangi oleh dalang kondang Ki Warseno Slank.


Cawagub Djarot Saiful Hidayat memang dikenal sebagai sosok pecinta dan pelestari budaya wayang kulit. Tidak mengherankan sebab Djarot sendiri berasal dari Blitar di mana budaya wayang kulit memang sangat diminati. Wayang kulit sendiri dipercaya menjadi salah satu sarana penyebaran Islam di Pulau Jawa. Konon para wali songo memanfaatkan lakon-lakon wayang untuk menyebarkan syariat ajaran Islam di Tanah Jawa.



Sehingga benar-benar keterlaluan orang-orang yang memasang spanduk berisikan “hujatan” terhadap tradisi wayang kulit tersebut. Siapa sih pemasang spanduk itu? Ternyata menurut si spanduk, spanduk itu diinisiasi oleh “Aliansi Masyarakat Muslim se Jakarta Pusat”.


Kontan foto-foto spanduk yang membentang itu langsung meramaikan lini masa. Hujatan demi hujatan pun ditujukan kepada pemasang spanduk itu. Istilah-istilah yang biasa digunakan untuk menunjukkan kebencian terhadap umat Islam yang “sok menguasai surga” semisal: wahabi, otak arab dan onta tidak lupa menghiasi kolom-kolom komentar dan status-status yang bertebaran.


Sayangnya sampai artikel ini diturunkan belum jelas siapa sebenarnya yang mendalangi pemasangan spanduk tersebut. Pencarian tentang organisasi “Aliansi Masyarakat Muslim se Jakarta Pusat” di mesin pencari tidak menghasilkan apapun. Tidak jelas apakah memang organisasi tersebut masih sangat baru, atau memang “belum dibentuk” alias akal-akalan dan tipu daya.


Yang jelas aksi pemasangan spanduk tersebut terbukti sukses untuk menyulut hinaan terhadap Muslim. Sayangnya hinaan tersebut tidak jelas ditujukan kepada hidung siapa, sehingga pokoknya hujatan dan hinaan ditujukan kepada Muslim yang kira-kira tidak suka dengan pagelaran wayang yang diselenggarakan paslon tertentu, dus artinya Muslim mana saja yang tidak suka atau tidak mendukung paslon tersebut dimasukkan paksa ke dalam kategori “Muslim yang nggak ngerti sejarah” karena berani-berani menghina wayang kulit.



Akhirnya lini masa dibanjiri oleh para fans berat wayang kulit dadakan yang sungguh tidak terima adanya penghinaan terhadap wayang kulit. Para penghina wayang kulit juga diminta untuk “pindah ke Arab saja”, seperti biasanya. Dan sekali lagi, padahal tidak jelas siapa yang memasang spanduk tersebut. Apakah benar mereka Muslim atau bukan, (sampai kini) hanya Allah azza wajala dan si pemasang yang tahu.


Menanggapi fenomena yang meresahkan ini, pengamat masalah sosial Eko Setiawan berpendapat bahwa pemasangan spanduk penolakan wayang kulit itu adalah upaya provokasi masa untuk membenturkan Islam dengan Budaya. Menurut Eko pembuat spanduk provokator ini kurang ilmu dan pemahaman, justru Umat Islam lah yang menciptakan wayang.


Lebih lanjut Eko mengimbau kepada Umat Islam dan para budayawan untuk tidak mudah terpancing provokasi murahan seperti ini.


Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid dengan bijak meminta agar pihak kepolisian mengusut pemasangan spanduk tersebut. Ia juga meminta oknum yang memasang ditangkap dan diberi sanksi tegas. Pasalnya Hidayat berpendapat bahwa spanduk tersebut bertujuan untuk mengadu domba antara umat Islam dengan warga Jawa.


"Berikan sanksi sekeras-kerasnya karena itu berpotensi mengadu domba antar umat beragama dan warga Indonesia," tegas HNW.


Wakil Majelis Syuro PKS itu mengatakan bahwa spanduk tersebut bagian dari hoax atau fitnah dan perlu diusut tuntas. "Seolah-olah Islam anti bidaya lokal. Itu bagian dari hoax untuk memfitnah umat Islam, memfitnah syariah Islam, penting untuk diusut," pungkas HNW.

Tanggapi isu spanduk tidak jelas yang menolak wayang kulit, PKS adakan pagelaran wayang kulit. 

Senada dengan Hidayat, anggota DPR RI dari Partai Gerindra Rachel Maryam juga menolak untuk langsung percaya bahwa yang memasang spanduk penolakan wayang kulit itu memang orang Islam. Lewat akun twitternya ia mencuit: "Umat Islam menolak wayang? Hei wayang itu media dakwah wali songo utk perkenalkan Islam ke bumi nusantara pertama kali. #SpandukTolakWayang".


Rachel juga mempertanyakan bahwa ada pihak yang membenturkan Islam dengan budaya. "Mungkinkah ada pihak yg sengaja ingin membenturkan Islam dengan budaya lokal? Ingin memprovokasi umat islam dan orang Jawa? Mereka yang mendapat keuntungan dari situasi ini adalah yang paling berkepentingan dan berpotensi membuat fitnah keji ini," katanya.


Jawaban secara logika mudah saja, kata dia, siapa pihak yang paling diuntungkan kalau kekuatan umat Islam dan Jawa terpecah. Ow ow siapa dia?


Pokoknya Tolak FPI, Meskipun Salah Alamat


Berbeda dengan pemasang spanduk penolakan wayang kulit yang sampai saat ini masih berada dalam “Ghost Protocol” alias tidak ketahuan batang hidungnya, pihak-pihak yang menolak FPI tampaknya lebih “berani”. Penolakan terhadap FPI menyusul kriminalisasi terhadap Imam Besarnya Habib Rizieq Syihab semakin santer terdengar di dunia maya. Bahkan di dunia nyata para penolak FPI dan yang menginginkan FPI bubar juga mulai melakukan pergerakan nyata. Para petinggi FPI (bahkan yang bukan FPI) mengalami penolakan di mana-mana.


Tercatat kasus terbaru penolakan kehadiran Habib Rizieq selaku Imam Besar FPI dilakukan oleh ormas-ormas Islam sendiri. Pada Kamis, 19 Januari 2017, GP Ansor Bangka Belitung menyampaikan pernyataan sikap menolak Habib Rizieq menginjakkan kaki di Bangka Belitung. Habib Rizieq dinilai merusak keutuhan bangsa dan kerukunan umat beragama. Ansor juga meminta Gubernur dan Kapolda tidak memberi ruang kepada Rizieq dan FPI di Bangka Belitung. Menteri Dalam Negeri juga diminta membubarkan FPI dan memproses tindakan anarkis dan mencabut status kewarganegaraan anggota FPI.


Surat penolakan GP Ansor Babel terhadap "Si Rizieq" dan FPI

Sayangnya kelakukan GP Ansor Babel tersebut justru berbalik menimbulkan protes dari ormas Islam lain yang kenyataannya tidak keberatan bahkan membela keberadaan FPI dan Habib Rizieq. Akibatnya gabungan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Islam di Bangka Belitung balas akan melaporkan Ketua Pimpinan Wilayah (PW) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Bangka Belitung Masmuni Mahatma ke polisi. Laporan itu mengenai pernyataannya yang dinilai telah menghina dan melecehkan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab.


Meskipun merasa tidak terima dengan pernyataan GP Ansor Babel dan memilih langkah hukum, jubir aliansi ormas Islam Bangka Belitung, Sofyan Rudianto, menyatakan bahwa para ulama di Babel tetap menginginkan agar warga tidak ikut terprovokasi. Menurut Sofyan, pernyataan GP Ansor, para ulama di Bangka Belitung telah mengunjungi beberapa tempat utama Islam untuk menenangkan massa agar tidak emosional dan bertindak anarkis.


“Kami sadari ini adalah bola panas yang sengaja mereka lemparkan agar umat Islam di Bangka Belitung merespons dengan kekerasan sekaligus membuktikan tuduhan mereka bahwa Islam radikal itu benar,” ujar dia.


Insiden ini berakhir setelah Ketua GP Ansor Bangka Belitung memutuskan untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf atas pernyataan yang menyudutkan Habib Rizieq dan FPI. Sabtu kemarin, di kantor PWNU Bangka Belitung, Ketua GP Bangka Belitung Ansor Masmuni Mahatma dan beberapa pengurus dengan didampingi Ketua PWNU Bangka Belitung KH Agus Erwin sudah menyampaikan permintaan maaf terkait dengan pernyataan yang dianggap telah melecehkan ulama itu. Namun pihaknya belum mencabut pernyataan itu dengan alasan pernyataan kelembagaan bukan pribadi pengurus. Pihaknya akan membicarakannya dengan cabang dan berkonsultasi dengan dewan penasihat.


Ketua PWNU Babel, KH. Agus Erwin menjelaskan bahwa pihaknya telah rapat bersama pengurus dan cabangnya serta meminta kejelasan kepada pihak yang memberikan pernyataan yaitu Pengurus Wilayah GP Ansor Babel. Ia meminta perilaku tidak etis dengan menyebut ulama pada beberapa waktu lalu untuk tidak diulangi. ‎Ia pun berharap agar hal serupa tidak terulang lagi dan masyarakat berkenan memberikan maaf.


Sebelumnya penolakan terhadap ulama dan FPI – yang sebenarnya salah alamat – juga dialami oleh Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tengku Zulkarnain. Kehadiran Tengku di Kalimantan Barat ditolak oleh oknum yang mengatasnamakan pemuda Dayak Sintang.

Spanduk yang dibawa saat para oknum yang mengatasnamakan Pemuda Dayak Sintang menolak kedatangan Tengku Zulkarnain di Kalimantan Barat


Dalam video dan foto yang secara viral beredar dengan cepat di media sosial, massa dari DAD Sintang, melakukan aksi penolakan tepat di bawah tangga pesawat Garuda, yang ditumpangi Tengku dan rombongan. Sehingga rombongan Tengku tidak keluar dari pesawat. Rombongan memutuskan kembali bertolak ke Pontianak dengan maskapai yang sama, setelah semua penumpang turun.


Tampak massa dengan menggunakan pakaian adat lengkap dengan atributnya. Beberapa diantaranya tampak mengenakan senjata mandau yang terselip di pinggang, di areal Bandara yang seharusnya steril. Suhadi menegaskan, keberadaan senjata tajam tersebut merupakan bagian dari atribut upacara penyambutan adat terhadap Ketua Dewan Adat Dayak Kalbar, Cornelis. “Mereka berada di dekat apron pesawat untuk menyambut Gubernur. Mereka akan melakukan pertemuan di Sintang,” kata Suhadi.


Namun, Cornelis ternyata tidak berada dalam pesawat tersebut. Kemudian massa mendapatkan informasi mengenai kedatangan Tengku Zulkarnain, sehingga terpancing emosi. Namun polisi tidak bisa menjelaskan, keberadaan spanduk dengan tulisan ‘Forum Pemuda Dayak’ yang isinya meminta pembubaran FPI dan ormas anti-Pancasila dan UUD 1945. Duh, padahal Tengku Zulkarnain bukan anggota FPI loh! Salah alamat. 

Demikian sahabat JO informasi yang berhasil kami kutip dari berbagai media online, mudah-mudahan bermanfaat.

No comments

Powered by Blogger.