Makar Seharga Motor 17 Jutaan, Di Luar Negeri Makar Seharga Puluhan Tank dan Ratusan Senapan



Jabungonline.com - Polisi menyita uang sebanyak Rp 17 Juta sebagai barang bukti, terkait dugaan makar yang melibatkan Sekretaris Jenderal Forum Umat Islam Muhammad Al Khaththath. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono belum mengetahui uang tersebut milik siapa. “Selain uang, ponsel milik tersangka ikut disita,” kata Argo Polda Metro Jaya.


Barang bukti lain yang sudah disita adalah sejumlah spanduk untuk aksi 313, dan beberapa dokumen. Barang bukti yang dikumpulkan penyidik itu sudah memenuhi unsur adanya permufakatan makar, yang membuat Al Khaththath ditahan. “Yang terpenting polisi sudah melalukan penangkapan dan penahanan, artinya dua alat bukti sudah terpenuhi,” kata Argo seperti dikutip dari laman media tempo.co.

17 Juta hanya seharga Motor Matic, Bagaimana bisa biaya makar yang seharga senapan dan tank?.

Pengamat Intelejen Sofjan Lubis memberikan pendapatnya, tindakan makar itu salah satu syaratnya adalah memiliki dana yang sangat besar karena memerlukan mobilisasi atau minimal menguasai jaringan informasi.

Semua butuh dana besar, di luar negeri, tindakan makar dilakukan dengan dukungan pasukan bersenjata yang secara langsung membutuhkan dana untuk memobilisasi pasukan dan persenjataan sehingga terjadilah yang dinamakan kudeta.

Salah satu kunci lain dari makar adalah penguasaan jaringan informasi, dan ini dapat dilakukan dengan kemampuan membeli atau menguasai media untuk memback up serta mengupdate berita berita tentang gerakan makar.

Tanpa keduanya, maka mustahil terjadi makar.

Karena Makar adalah Perbuatan (usaha) menjatuhkan pemerintah yang sah.


Kunci Makar adalah pada kekuatan (mobilisasi) dan informasi (media); dan keduanya dibutuhkan dana yang cukup besar untuk menguasai kedua hal tersebut, artinya mampu menggerakkan kekuatan serta menguasai informasi.

Bagaimana bisa terjadi makar, kalau ternyata di negera tersebut baik tentara, intelejen serta medianya masih dalam kondisi normal alias baik baik saja.

Yang boleh mengatakan dan mengklaim akan terjadi makar hanyalah dari data intelejen dan itu langsung berada ditangan presiden selaku pemimpin tertinggi TNI.

Laporan laporan mengenai adanya makar, pihak pertama yang sudah pasti harus mengetahui adalah pihak intelejen baru diolah dan diklasifikasikan masuk atau tidak dalam gerakan makar, karena terkait keamanan dan keselamatan negara.

Dan tidak sembarang langsung justifikasi ini sebuah tindakan makar, karena akhirnya akan menggiring opini publik mengenai nama baik pemerintahan saat ini, label otoriter serta anti kritik (tak beda dengan orba) akan langsung disematkan.


Negeri ini sudah pernah merasakan bagaimana negara menindak rakyatnya dengan pasal pasal subversif, lantas apakah kita mau kembali ke masa tersebut? ketika pemerintah saat ini melabeli diri dari hasil dari pemilihan yang demokratis dan kebebasan berpendapat (memilih dan dipilih).

Ingatkah tentang era pasal Subversif yang merujuk kepada salah satu upaya pemberontakan dalam merobohkan struktur kekuasaan termasuk negara. Dalam bahasa Latin berarti, asal, awalnya tersebut berlaku untuk beragam aktivitas sebagai kemenangan secara militer dalam perebutan kekuasaan negara.

Yang dipapua dengan OPM nya saja tidak pernah berhasil melakukan makar karena lemah akan dua hal yang disebutkan diatas, tetapi yang aneh justru tidak pernah ada operasi penangkapan dengan mengatasnamakan operasi anti makar di papua, walau sudah jelas OPM berniat melawan pemerintahan yang sah.


Janganlah kegaduhan terkait makar ini justru membuat pemerintah saat ini harus menerima penilaian negatif publik, Jokowi dikenal sebagai presiden merakyat, sungguh ironi kalau kedepannya di cap menjadi presiden anti rakyat, karena sedikit sedikit menangkapi rakyat yang ingin menyampaikan pendapat dengan tuduhan makar” tutup Sofjan.

No comments

Powered by Blogger.