Pilkada Jakarta Sudah Selesai, kok Masih Ada yang Meratap



Jabungonline.com - Pilkada Jakarta sudah lewat tetapi masih saja banyak pendukung calon Gubernur/Wakil Gubernur Ahok-Djarot yang meratapi kekalahan dan juga sinis kepada pemenang. 

Padahal jelas-jelas hasil pilkada lewat hitung cepat dan ditabalkan dengan hasil hitung manual KPU Jakarta menunjukkan keunggulan yang telak. Kalau dalam istilah tinju--andaikan jurinya masyarakat--Anies-Sandi itu menang majority dicision bukan split dicision. Anies-Sandi unggul 57,96 persen suara dan Ahok-Djarot 42,04 persen.

Tapi pilkada memang bukan pertarungan tinju. Dalam pilkada sportivitas menjadi barang yang sangat mahal. Kendati kalah suara sangat signifikan tetap saja ada alasan dan berbagai dalih untuk menyampaikan ketidakpuasan.

Kalau masyarakat biasa yang mengeluh atau gusar dengan kekalahan kandidatnya--karena khawatir gubernur baru tak meneruskan program KJP atau KJS--tentu sangat maklum. Tapi kalau seorang intelektual sampai saat ini belum move on dalam istilah anak muda kiwari, itu sangat aneh.

Bila mencermati media sosial seperti Facebook, misalnya banyak pendukung, simpatisan dan juga tim sukses Ahok-Djarot yang masih ngegerundel apakah dalam bentuk status atau surat terbuka. 

Dari sekian surat terbuka yang sangat menarik datang dari seorang wartawan kawakan cum dosen di Universitas Indonesia, Masmimar Mangiang. Mantan pimpinan Harian Ekonomi Neraca ini sampai saat ini sangat kritis (pengganti kata sinis) kepada Anies-Sandi padahal pelantikan kedua gubernur terpilih ini masih enam bulan lagi tepatnya mulai Oktober menjabat secara resmi.

Masmimar selalu mengomentari pernyataan Anies atau Sandi di media daring dengan menyandingkan tautannya. Padahal sebagai wartawan senior seharus tahu, berita tersebut tidak sepenuhnya omongan narasumber. Semuanya diolah di newsroom, tempat berita diolah, di-setting dan juga di-framing.

Berdasarkan sebuah berita di media online misalnya Masmimar menulis, "Agar Anda tampil lebih simpatik dan memikat hati warga Jakarta, kiranya biasakanlah tutur kata yang mencerminkan akal-budi orang yang memimpin dengan hati, orang yang memimpin dengan santun, bentuk akhlak luhur yang Anda gembar-gemborkan dalam kampanye Pilkada selama ini. Sebaiknya dari sekarang Anda mencoba atau berlatih meninggalkan cara-cara berbicara yang sering mengandung makna seperti merendahkan. Misalnya, kata 'mewariskan masalah' yang terselip di dalam keterangan Anda kepada wartawan yang menyiratkan makna bahwa sang pendahulu Anda tidak atau kurang becus bekerja."

Kemudian Masmimar melanjutkan, "Ketika berkampanye Anda sendiri mengatakan bahwa Gubernur DKI Jakarta yang sekarang harus/perlu diganti. Itu artinya, copot dia dari jabatan itu, dan serahkan jabatan serta tanggungjawab jabatan tersebut kepada penggantinya. Untuk itu seharusnya tidak ada pertanyaan apakah masalah sudah selesai atau belum selesai. Masalah DKI Jakarta atau masalah di DKI Jakarta tak akan pernah tidak ada. Ia akan selalu ada, sepanjang masa .... Oleh karena itu 'menyelesaikan semua yang harus diselesaikan sebelum pengganti bekerja' samasekali tidaklah perlu. Karena itu pula, ia tak perlu dikatakan. 

"Bukankah Presiden Joko Widodo tidak pernah memerintahkan kepada Anda untuk menyelesaikan pekerjaan yang harus Anda selesaikan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebelum dia mencopot Anda dari jabatan itu dan menggantinya dengan menteri yang baru? Dapat diduga, kepada Anda Presiden Joko Widodo tidak pernah berkata, 'Jangan wariskan masalah kepada penggantimu!'" Masmimar mengakhiri tulisannya.

Seorang akun bernama Sumargani Subekti mengomentarinya sedikit usil, "Menerima kenyataan hidup memang tak mudah. Para petarung segera melupakan kekalahan, berlatih memperbaiki diri dan strategi kemudian melakukan perhitungan pada kesempatan berikutnya. Kaum pecundang terus menggerutu sambil menangisi keadaan."

Rupanya Masmimar tak terima disebut kelompok pecundang. Dia segera menanggapinya melebihi statusya. "Apakah saya bicara tentang menang dan kalah? Tidak! Jika dipakai nalar yang jernih (kepala dingin, pikiran tenang) seharusnya inti status saya dipahami. Saya menyesalkan statement Anies Baswedan di hadapan wartawan yang memberi kesan Ahok-Djarot bisa saja meninggalkan masalah bagi dia Oktober nanti."

Pernyataan Masmimar selanjutnya, "Jika Anies menerima dan mengerti janji Ahok di Balaikota pada 20 April 2017 bahwa dia akan mengundang tim Anies ke Balaikota untuk mempersiapkan serah terima tanggungjawab, selayaknya dia mempercayai Ahok. Ahok mengundang tim si Anies dengan maksud agar Anies tidak menghadapi masalah ketika harus merealisasikan janji-janjinya dalam kampanye. Itu eksplisit dikatakan Ahok di hadapan wartawan, dan di depan hidung si Anies."

Dalam peryataan terakhir ini seorang Masmimar Mangiang yang juga seorang pengampu ilmu jurnalistik di lembaga terhormat di negeri ini masih emosional. Masih sensitif. Padahal seharusnya dia tahu sebagai seorang pengajar di lembaga pengakreditasi wartawan dan juga penghasil jurnalis profesional itu seharusnya berjiwa besar, tidak emosional dan tetap tenang. Bukankah negeri ini belum kiamat?

Arkian, banyaknya hari libur pada bulan Mei ini rupanya tidak cukup bagi pendukung Ahok untuk segera melupakan pilkada. Ayo, kita piknik, prei, vakansi!

No comments

Powered by Blogger.