Bisakah Rekaman Diam-Diam Percakapan Telepon Dijadikan Alat Bukti?
Pertanyaan :
Saya berkomunikasi dengan seseorang dan merekam suara melalui handphone secara diam-diam untuk sekedar menyimpan hasil pembicaraan saya dengan orang tersebut. Di tengah pembicaraan, orang tersebut berbicara kasar kepada saya dan masuk dalam rekaman saya. Saya ingin menanyakan apakah rekaman saya secara diam-diam tersebut bisa dijadikan alat bukti untuk melaporkan orang tersebut dan apakah saya tidak bersalah karena sudah merekam secara diam-diam? Terima kasih atas penjelasannya.
Jawaban :
Intisari:
Rekaman yang Anda buat secara diam-diam tentang pembicaraan kasar yang dilakukan oleh lawan bicara Anda tersebut dapat dijadikan alat bukti untuk melaporkan orang tersebut karena perekaman tersebut bukan merupakan penyadapan. Rekaman tersebut dapat dijadikan alat bukti yang sah tanpa perlu memperhatikan ketentuan “harus dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi lainnya yang kewenangannya ditetapkan berdasarkan undang-undang” yang diatur dalam Undang-Undang 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIII/2016. Ini karena ketentuan tersebut hanya berlaku bagi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berupa hasil intersepsi atau penyadapan atau perekaman yang merupakan bagian dari penyadapan.
Kemudian mengenai apakah Anda bersalah dan dapat dilaporkan, perlu diketahui bahwa perekaman (merekam secara diam-diam menggunakan perangkat teknologi tertentu seperti perekam suara di smartphone) bukan termasuk kategori penyadapan atau intersepsi dengan dasar bahwa tidak ada “transmisi” informasi elektronik yang diintersep, sehingga bukan termasuk tindak pidana. Akan tetapi, orang tersebut dapat menggugat Anda secara perdata.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Pertama-tama perlu kami sampaikan bahwa rekaman suara yang dibuat dengan aplikasi perekam suara (voice memo atau voice record) yang ada di telepon seluler yang pintar (smartphone) termasuk dalam kategori Dokumen Elektroniksebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik(“UU 19/2016”) yang berbunyi:
Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.[1]
Namun demikian, dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIII/2016 yang menyatakan bahwa Frasa “Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik” dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 44 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai khususnya frasa “Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik” sebagai alat bukti dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya, maka telah dilakukan revisi ataspenjelasan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), sehingga menjadi berbunyi:
Ayat (1)
Bahwa keberadaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik mengikat dan diakui sebagai alat bukti yang sah untuk memberikan kepastian hukum terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Transaksi Elektronik, terutama dalam pembuktian dan hal yang berkaitan dengan perbuatan hukum yang dilakukan melalui Sistem Elektronik.
Ayat (2)
Khusus untuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik berupa hasil intersepsi atau penyadapan atau perekaman yang merupakan bagian dari penyadapan harus dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi lainnya yang kewenangannya ditetapkan berdasarkan undang-undang.
Menjawab pertanyaan Anda, yang menanyakan apakah rekaman yang Anda buat secara diam-diam tersebut tentang pembicaraan kasar yang dilakukan oleh lawan bicara Anda dapat dijadikan alat bukti untuk melaporkan orang tersebut, jika kita mengacu pada penafsiran sempit tentang norma hukum yang ada Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU ITE, maka rekaman tersebut tidak dapat dikualifikasikan sebagai alat bukti yang sah, karena dibuat bukan atas permintaan penegak hukum. Dengan catatan, rekaman yang dimaksud merupakan rekaman yang merupakan bagian dari penyadapan. Akan tetapi, jika bukan hasil penyadapan, maka dapat dijadikan alat bukti yang sah.
Perlu diketahui bahwa perekaman (merekam secara diam-diam menggunakan perangkat teknologi tertentu seperti perekam suara di smartphone sebagaimana dimaksud pertanyaan Anda) bukan termasuk kategori penyadapan atau intersepsi sebagaimana yang dilarang dalam Pasal 31 ayat (2) UU 19/2016 dengan dasar bahwa tidak ada “transmisi” informasi elektronik yang diintersep. Penjelasan lebih lanjut silakan simak Perbedaan Menyadap dan MerekamdanHukum Merekam Menggunakan Kamera Tersembunyi (Hidden Camera).
Jadi, perekaman suara terhadap kejadian nyata secara langsung dengan menggunakan smartphone bukan termasuk tindak pidana dan dapat dijadikan alat bukti yang sah.
Sepengetahuan saya hingga saat ini, belum ada ketentuan pidana yang mengatur tentang tindak pidana merekam pembicaraan tanpa izin (mohon dibedakan antara merekam dan menyadap).
Dari informasi yang saya peroleh dari salah satu pakar hukum pidana Indonesia, Profesor Andi Hamzah, dalam kuliah yang beliau sampaikan beberapa tahun silam, tindak pidana merekam pembicaraan tanpa izin di Indonesia yang menganut Asas Legalitas belum menjadi hukum positif dan masih dibahas dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP).
Akan tetapi, Anda dapat saja digugat secara perdata jika melakukan perekaman secara diam-diam tersebut. Lebih lanjut, Anda dapat membaca artikel Hukum Merekam Menggunakan Kamera Tersembunyi (Hidden Camera).
Demikian jawaban saya. Semoga bermanfaat dan memberikan pencerahan hukum untuk Anda.
Dasar hukum:
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Putusan:
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIII/2016.
Post a Comment