DPR Sinyalir, Jokowi Tunjuk Dubes Hanya Demi Balas Jasa


Calon dubes harus berdasarkan kompetensi dan proporsionalitas.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menengarai ada pertimbangan balas jasa dalam penunjukan sejumlah calon duta besar (dubes) Indonesia untuk negara-negara sahabat. Hal itu tampak pada sejumlah nama calon dubes yang diajukan Presiden Joko Widodo kepada DPR.

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan, pada dasarnya tak soal jika Presiden hendak mengapresiasi para mantan tim suksesnya pada Pemilu Presiden 2014 dengan menunjuk sebagian mereka sebagai dubes. Tapi, penunjukan itu semestinya didasarkan pula pada kompetensi dan proporsi atau kepentingan Indonesia pada negara yang dituju.

Fahri menjelaskan, dubes Indonesia menyandang predikat duta besar luar biasa dan berkuasa penuh (LBBP). Dia adalah pejabat diplomatik yang diberikan kewenangan penuh mengatasnamakan bangsa Indonesia dan mengelola kepentingan negara.

“Presiden boleh memberikan apresiasi pada tim suksesnya, tapi jangan kita mengabaikan kenyataan bahwa tugas dubes semakin penting, mereka itu disebut dubes LBBP, berkuasa penuh mengelola kepentingan RI,” kata Fahri kepada wartawan di kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat, 28 Agustus 2015.

Politikus PKS itu menyarankan, Presiden merumuskan kriteria yang jelas untuk para calon dubes karena mereka menjadi ujung tombak dalam sistem negara dan perekonomian.

“Pengajuan calon dubes itu betul-betul pakai kriteria berdasarkan kepentingan negara. Sekarang ini kita di era dagang, jangan naruh orang yang enggakmengerti dagang, karena era dagang untuk perkuat posisi ekonomi kita. Sekarang bukan era perang.”

Hal senada disampaikan Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon. Menurut dia, tugas dubes tidak ringan sehingga jangan sampai jabatan itu digunakan untuk balas budi.

“Jangan sampai calon dubes jadi politik balas budi. Kalau tidak diikuti kapasitas, jangan sampai memalukan,” katanya.

Politikus Partai Gerindra itu menambahkan seharusnya ada proporsi dan kuota yang jelas bagi jabatan dubes. Jangan sampai balas budi politik mengganggu struktur jabatan diplomat karier. Para diplomat karier harus diutamakan karena mereka memang dididik dan dilatih untuk berdiplomasi.

Orang yang dianggap memiliki kemampuan diplomasi namun bukan diplomat karier, kata Fadli, tak soal dicalonkan sebagai dubes. Namun memang harus dinilai dulu kompetensi dan proporsinya. Begitu juga jika Presiden hendak menjadikan relawan atau bekas tim suksesnya sebagai dubes, tetap harus mempertimbangkan kompetensi.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah mengajukan 33 nama calon dubes kepada DPR. Namun, dari 33 calon dubes itu, kebanyakan adalah kalangan politikus atau figur yang berafiliasi dengan partai politik tertentu. Istana tak membantah hal itu. .

Sekretaris Kabinet Pramono Anung menjelaskan, Jokowi tentu memiliki pertimbangan sendiri untuk memilih dubes.

“Dubes itu kepanjangan tangan Presiden di berbagai negara. Tentunya, setiap Presiden mempunyai style atau gaya yang juga tujuan dan cara yang berbeda-beda,” katanya di Jakarta pada Rabu, 26 Agustus 2015.

Terdapat sejumlah nama tenar yang dicalonkan sebagai dubes. Mereka, di antaranya, berasal dari Kementerian Luar Negeri; mantan Sekretaris Inspektorat jenderal Kemenlu, Bambang Antarisko (Irak); Dirjen Protokoler Kemenlu, Ahmad Rusdi (Kerajaan Thailand); dan Yuri Octavian Thamrin yang kini menjabat Dirjen Asia Pasifik di Kemenlu (Kerajaan Belgia, merangkap Keharyapatihan Luksemburg dan Uni Eropa).

Ada pula pelukis Sri Astari Rasjid untuk Republik Bulgaria; mantan Sekretaris Jenderal PDIP Alexander Litaay untuk Republik Kroasia; putri pahlawan revolusi, Amelia Achmad Yani untuk Bosnia-Herzegovina; dan Direktur Eksekutif CSIS, Rizal Sukma untuk duta besar Kerajaan Inggris merangkap Republik Irlandia.
(mus)

Sumber : Viva.co.id

No comments

Powered by Blogger.