PKS: Pasal Penghinaan Presiden Itu Feodal

Pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden yang dimasukkan pemerintah dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dinilai tidak sejalan dengan kemajuan peradaban dan kemunduran demokrasi.

"Pasal itu kan pasal feodal. Sejarahnya dulu adalah untuk memproteksi penguasa kolonial dari kritik kaum pribumi," kata Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR, Jazuli Juwaini, di Jakarta, seperti dilansir Metrotvnews, (10/8/2015).

Pasal tersebut telah dicabut Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2006 dengan argumentasi konstitusionalitas yang jelas, serta mempertimbangkan kemajuan kehidupan berdemokrasi. Pemerintah seharusnya taat pada putusan MK sebagai penjaga dan penafsir konstitusi, bukan malah memberi contoh melanggar putusan MK yang final dan mengikat.

"Jangan sampai sikap pemerintah ini menjadi preseden buruk atas tejadinya pelanggaran atau pengabaian putusan-putusan MK, sehingga menjatuhkan marwah lembaga demokrasi ini," ujar Jazuli.

Menurut Jazuli, demokrasi yang sudah berkembang baik jangan sampai setback karena tabiat penguasa yang terlalu sensitif dengan kritik rakyat lalu menerapkan pasal karet penghinaan. Seorang kepala negara dan kepala pemerintahan harus memikirkan persoalan besar yang menyangkut kemajuan bangsa dan kesejahteraan rakyat.

"Saya yakin jika bangsa maju dan rakyat sejahtera pasti rakyat, maka akan menghormati dan mencintai pemimpinnya," katanya.

Tantangan bagi siapa saja yang menjadi Presiden untuk bekerja dan fokus memikirkan agenda besar pembangunan bangsa. Apabila kinerjanya baik, negara maju, maka akan dicintai rakyatnya.

"Saya harap semua pihak untuk mengedepankan kesantunan dan menghormati kepala negara/daerah dalam menyampaikan kritik dan saran. Sehingga demokrasi kita semakin bermakna dan berkarakter bagi kesejahteraan rakyat," pungkas Jazuli.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo mengajukan 786 Pasal dalam RUU KUHP ke DPR RI untuk disetujui menjadi UU KUHP. Dari ratusan pasal yang diajukan, Presiden Jokowi menyelipkan satu Pasal mengenai Penghinaan Presiden dan Wakil Presiden.

Pasal tersebut tercantum dalam Pasal 263 ayat 1 RUU KUHP yang berbunyi, `Setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Ketegori IV`.

Pasal selanjutnya semakin memperluas ruang lingkup Pasal Penghinaan Presiden yang tertuang dalam RUU KUHP. Seperti dalam Pasal 264, yang berbunyi, `Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV`.

No comments

Powered by Blogger.