Reuni 212, Muslim Bicara Masalah Beragama dan Bernegara

Elly Agustina, Kabid Humas KAMMI Wilayah Lampung


Jutaan orang yang hadir dalam Reuni 212 adalah bentuk spirit beragama dan bernegara. Berdasarkan ketauhidan kepada Alloh, di tanggal yang sama dua tahun lalu Aksi Bela Islam 212 mampu putihkan Jakarta dan membuka mata jutaan orang bahwa Islam mampu menyatukan mereka. Tanpa bayaran, tanpa iming-iming dunia.

Ada yang menyebut ini sebagai gerakan politik, karena dinilai sarat muatan jelang Pilpres 2019. Tak sedikit media mempertanyakan dan menggelar dialog yang menghadirkan panitia Reunia Akbar tersebut. Tak sedikit pula aparat yang sibuk sweeping karena ditakutkan ini gerakan makar. Wajar karena aksi serupa dua tahun lalu nyatanya mampu tumbangkan rezim arogan yang dinilai memiliki kekuatan logistik hingga kekuatan mesin pembentuk opini publik.

Namun layaknya gerakan ini adalah gerakan aneh. Ya, aneh karena tak lazim. Tak biasa. Banyak keanehan dan sulit dipikir nalar. Jutaan orang bisa menyemut dalam satu tempat di waktu subuh. Di waktu kedua mata sedang asyik terlelap dan bermimpi. Bahkan ada yang sudah hadir sejak sabtu sore. Mereka datang dengan berbagai cara, ada yang rela berdesakan di bus, sampai diperiksa aparat. Ada yang bawa keluarga dengan mobil pribadi dari luar kota, ada pula yang mengendarai motor, sepeda ontel, hingga yang rela berjalan kaki.

Mereka rela mengorbankan waktu liburan, mereka ikhlas merogoh uang tabungan, mereka tulus berbagi makanan dan minuman. Tak ada satu pun yang merusak taman. Bahkan membersihkan sampah-sampah yang berserakan.

Gerakan ini bicara masalah beragama dan bernegara. Seperti Rasulullah SAW yang tidak pernah memisahkan Islam dengan apapun. Bahkan jika Indonesia adalah Negara Demokrasi, maka Gerakan ini adalah sarana edukasi bagaimana berdemokrasi yang sesungguhnya, dan layak mendapat apresiasi dari Pemerintah.

Menyoal beragama, jelas Aksi 212 membawa pesan bahwa kehendak Tuhan tak bisa dilawan. Ini sudah menjadi janji-Nya dalam Al-Qur'an QS Ali Imran : 54. Wamakaru Wamakarallah Wallahu Khairul Makiriin (Mereka punya skenario, Allah punya skenario, dan Allah sebaik-baiknya pembuat skenario). Siapakah yang dapat mengumpulkan jutaan orang tanpa bayaran hanya untuk lelah dan kepanasan? Secara nilai duniawi tak ada yang mereka dapat. Namun muatan ruhiyah yang mereka rasakan tak ada yang mampu membeli. Hal ini adalah bukti bahwa Islam itu kuat. Islam mampu melakukan hal yang tak terbayangkan sebelumnya akan terjadi di Indonesia.

Kedua, menyoal bernegara. Bahwa NKRI harga mati. Bahwa negara ini sejak awal diperjuangkan dengan lantangan takbir. Bung Tomo, Tuanku Imam Bonjol, semua bergerak karena nilai bernegara dan beragama. Tak ada keraguan dan ketakutan membela negaranya karena Islam telah mengakar dalam sanubarinya.

Aksi 212 ini membuka kembali mata puluhan juta orang untuk berusaha kembali mempelajari dan memahami ajaran Al-Qur'an. Tak sedikit yang merubah cara pandang tentang ber-Islam. Banyak pula pemeluk agama lain yang tersadarkan bahwa Islam adalah agama perdamaian.



Penulis : Elly Agustina
Ketua Departemen Humas KAMMI Wilayah Lampung

No comments

Powered by Blogger.