Ini Standar Ibu Kota Pengganti Jakarta versi Bappenas



Jabung Online - Pemerintah berencana untuk memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke wilayah lain di luar Jawa. ‎Untuk mendukung pemindahan ibu kota ini, pemerintah menyiapkan standar kota untuk menjadi pengganti Jakarta.

‎Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro mengatakan, standar ibu kota yang baik yaitu kota yang mampu memenuhi kebutuhan dasar penduduknya.

Dia menjalankan, meski pun selama ini Jakarta sebagai ibu kota negara kerap dijadikan standar bagi pengembangan kota lainnya di Indonesia, namun sebenarnya Jakarta belum memenuhi kriteria kota yang baik bagi penduduknya.

"Kita mungkin merasa hari ini kita sudah memenuhi, padahal belum. Contoh paling sederhana, di Jakarta misalkan, kita merasa di Jakarta adalah standarnya kota di Indonesia," ujar dia saat berbincang khusus dengan Liputan6.com di Jakarta beberapa waktu lalu.

Salah satu masalah yang membuat Jakarta belum memenuhi standar ibu kota yang baik adalah soal tata kelola air baku untuk kebutuhan masyarakat. Selama ini warga ibu kota masih banyak mengandalkan air tanah sebagai air baku dan untuk konsumsi sehari-hari.

"Apakah Anda pernah membayangkan bahwa air yang kita pakai sehari-hari di Jakarta adalah air yang langsung mengambil dari tanah. Padahal untuk kota ideal yang kategori liveable, yang benar air harus dari pipa.‎ Jadi ada distribusi air yang kualitasnya bagus sehingga akhirnya orang bisa menikmati air yang bersih sehat dan sesuai kebutuhan. Sedangkan yang kita tahu di Jakarta banyak yang mengandalkan air tanah yang merusak lingkungannya sendiri. Itu contoh simpel," jelas dia.

Selain itu juga soal pengolahan limbah rumah tangga. Selama ini, Jakarta hanya mampu mengelola 2 persen dari limbah yang dihasilkan oleh penduduknya.

"Contoh lainnya air limbah, bayangkan ‎kota sebesar ini air limbahnya pengolahannya cuma bisa tercover 2 persen dari wilayah Jakarta . Sisanya kita mengolah air limbah belum pada standar yang benar. Ini contoh-contoh simpel bahwa kota baru nanti harus memenuhi kebutuhan dasar secara layak. Jadi tidak boleh lagi air itu misalkan dari air tanah. Artinya air tanah itu hanya untuk sumber awalnya. Tapi penyalurannya dari pipa, bukan setiap rumah membuat sumur sendiri-sendiri," tandas dia.

Bangun Ibu Kota Baru, Berapa Luas Lahan yang Dibutuhkan?

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro ‎menyatakan, pembangunan ibu kota baru membutuhkan lahan yang luas dan belum dikuasai oleh pihak tertentu.

Oleh sebab itu, salah satu yang menjadi opsi dari pemindahan ibu kota adalah wilayah Kalimantan.

Bambang mengungkapkan, dalam di Kalimantan ada dua kandidat ibu kota baru yang beberapa waktu lalu dikunjungi langsung oleh Presiden Jokowi, yaitu Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.

Salah satu alasan pemilihan dua wilayah ini karena masih adanya lahan bebas yang bisa digunakan untuk membangun ibu kota baru.

‎"Kebetulan kemarin saya mengikuti rombongan Presiden melihat dua kandidat lokasi di Kalimantan Tangah dan di Kalimantan Timur.

Jadi itu sudah menunjukkan masing-masing daerah sudah mempersiapkan. Terutama yang kita minta dari mereka ada enggak lahan yang sudah bebas. Sehingga ketika masuk ke sana, tidak perlu lagi melakukan pembebasan lahan‎. Nah di situ lah Pemda kita minta coba carikan kita lahan sekian," ujar dia saat berbincang khusus dengan Liputan6.com di Jakarta.

Dia mengungkapkan, untuk membangun ibu kota baru, paling tidak dibutuhkan lahan seluas 40 ribu hektare (ha). Lahan tersebut untuk menampung penduduk yang jumlahnya sekitar 1,5 juta jiwa.

"Karena untuk kota 1,5 juta (penduduk) tadi kita butuh minimal 40 ribu hektare. Tapi kita harus hitung pengembangan kota, jadi harusnya 80-100 hektare. Nah kalau ada lahan itu bebas, maka itulah yang menjadi kandidat," kata dia.

Selain lahan, yang menjadi pertimbangan dari kandidat ibu kota baru yaitu soal ketersediaan air. Hal ini harus terpenuhi karena terkait dengan kebutuhan dasar bagi penduduk nanti.

"‎Di samping kita melihat, kondisi airnya seperti apa, kondisi kemudahan membangun bangunannya seperti apa, apakah di lahan gambut atau bukan, itu semua kita perhatikan untuk detailnya. Tapi daerah itu menyiapkan lahannya masing-masing. Jadi dua daerah itu sudah menjadi kandidat nantinya. Sudah ada pengujian untuk beberapa detail yang ingin kita pastikan kalau itu memang tersedia di daerah tersebut," tandas dia. (Sumber)

No comments

Powered by Blogger.