Penyerang Novel Siram Air Keras Karena Dendam Kasus Walet, Kok Dibilang Nggak Sengaja

Terdakwa kasus penyiraman air keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jakarta, Kamis (19/3/2020). Kedua terdakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette didakwa melakukan penganiayaan berat terencana dengan hukuman maksimal 12 tahun penjara. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/wsj.
Terdakwa kasus penyiraman air keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga).
Jabung Online -- Terdakwa Rahmat Kadir Mahulette menyebut motif dirinya melakukan penyiraman air keras kepada Novel Baswedan dilandasi kebencian dan dendam. Penyiraman itu juga terkait kasus dugaan penganiayaan pencuri sarang burung walet di Bengkulu pada 2004 silam saat Novel bertugas sebagai polisi.

Rahmat menilai Novel lupa kacang pada kulit ketika sudah menjadi penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal itu disampaikan Rahmat dalam nota pembelaan atas tuntutan jaksa atau pleidoi dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin (15/6).

"Perbuatan terdakwa didorong rasa benci pelaku kepada korban. Karena menilai kacang lupa akan kulitnya," kata salah satu kuasa hukum Rahmat membacakan pleidoi.

Dua terdakwa penyerang Novel, yakni Rahmat Kadir dan Ronny Bugis tak hadir secara langsung di ruang persidangan. Mereka hadir di persidangan secara virtual.

"Di sini dalam kasus penganiayaan terhadap pelaku dugaan pencurian sarang burung walet di Bengkulu yang menyebabkan kematian dan cacat tetap dari pelaku pencurian," kata kuasa hukum.

Kuasa hukum menyebut Novel sebagai atasan kliennya semasa berdinas di Polres Bengkulu tak bertanggung jawab atas kasus sarang burung walet yang mengakibatkan kematian maupun cacat permanen terhadap pelaku.

Motif kebencian karena Rahmat menilai Novel yang tidak kesatria dan tidak memiliki jiwa korsa terkait kasus tersebut.

"Saksi korban mengorbankan anak buahnya terlebih lagi saksi korban tidak punya jiwa ksatria sehingga tidak berani mempertanggungjawabkan perbuatannya," kata dia.

Dalam kasus dugaan penganiayaan pencuri sarang burung walet, Novel saat itu merupakan Kasatreskrim Polres Bengkulu. 

Selain itu penasihat hukum menegaskan, aksi para terdakwa murni dilakukan secara mandiri tanpa tendensi dari pihak lain. 

"Terdakwa mengakui pelaku tunggal dan perbuatan mandiri. Tanpa ada perintah atau rujukan dr siapapun," lanjutnya.

Lebih lanjut, penasihat hukum menyatakan aksi Rahmat yang melukai mata Novel dilakukan tanpa sengaja. Awalnya terdakwa Rahmat hanya ingin memberikan peringatan kepada Novel atas perbuatannya.

"Terdakwa tidak mempunyai mens rea [Niat jahat] untuk mencelakai atau menimbulkan luka berat terhadap korban," lanjutnya. 

Di ujung pembacaan nota pembelaan, Majelis hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa Rahmat memberikan pleidoi, namun Rahmat memilih tidak berbicara terlalu banyak. 

"Untuk pembelaan secara pribadi tidak yang mulia, pembelaan dari kuasa hukum cukup," ujar Rahmat melalui video conference.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) memutuskan untuk membacakan hasil tanggapan pleidoi hari ini pada pekan depan, Senin (22/6) di tempat yang sama.
readyviewedSebelumnya jaksa menuntut kedua terdakwa dengan pidana satu tahun penjara. Jaksa menilai para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersama-sama melakukan penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu sehingga menyebabkan Novel mengalami luka berat. 

Perbuatan itu dilakukan karena terdakwa menganggap Novel telah mengkhianati institusi Polri.

Jaksa menilai Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis terbukti melanggar Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(kha/osc) 

No comments

Powered by Blogger.