Kita Butuh Kebenaran, Bukan Kepalsuan Berbalut Nasionalisme

Oleh: Nanang Wiwit Sinudarsono

Di tengah arus deras informasi dan gempuran berbagai narasi yang mewarnai kehidupan berbangsa, satu hal yang semakin mendesak untuk ditegaskan kembali adalah pentingnya keberpihakan kepada kebenaran, bukan pada kepalsuan yang dibungkus dalam selubung nasionalisme semu. Dalam banyak kasus, semangat kebangsaan yang seharusnya menjadi fondasi persatuan, justru disalahgunakan untuk membungkam kritik, menutupi kesalahan, atau mempertahankan kepentingan segelintir kelompok atas nama negara.

Nasionalisme: Antara Cinta Tanah Air dan Alat Propaganda

Nasionalisme, dalam esensi sejatinya, adalah semangat mencintai tanah air, menjunjung tinggi martabat bangsa, dan rela berkorban demi kebaikan bersama. Namun belakangan ini, kita menyaksikan pergeseran makna. Nasionalisme kerap dijadikan tameng untuk menolak kritik, membungkam suara-suara yang berbeda, bahkan memanipulasi realitas agar terlihat indah di permukaan, padahal rapuh di dalam.

Semangat ini bisa terlihat dalam berbagai fenomena, seperti pembungkaman terhadap aktivis, pelabelan negatif terhadap akademisi atau jurnalis yang mengkritisi kebijakan publik, hingga pemutarbalikan fakta sejarah. Siapa pun yang mempertanyakan keputusan atau mengungkap kebobrokan institusi negara, kerap dicap sebagai tidak nasionalis, anti-pemerintah, bahkan pengkhianat bangsa. Padahal, justru dari kritik dan keberanian mengungkap kebenaranlah, demokrasi tumbuh dan bangsa menjadi dewasa.

Mengapa Kebenaran Itu Penting?

Tanpa kebenaran, bangsa ini ibarat bangunan yang berdiri di atas pondasi rapuh. Ia bisa megah di luar, tapi gampang runtuh karena tak kokoh dari dalam. Kepalsuan, betapapun rapi dan apik dikemas, hanya akan memperpanjang ilusi dan menunda perbaikan. Kita tidak bisa membangun peradaban yang adil dan maju dengan menutup-nutupi luka sejarah, mengabaikan ketimpangan sosial, atau menolak bukti-bukti ilmiah hanya karena tidak sesuai dengan narasi besar yang ingin dijaga.

Kebenaran memang menyakitkan. Ia kerap menyingkap borok-borok masa lalu, membuka aib institusi, atau mengguncang kenyamanan banyak pihak. Tetapi justru di sanalah letak kekuatan kebenaran: ia menyadarkan, membebaskan, dan memampukan kita untuk berubah. Tanpa keberanian menghadapi kebenaran, nasionalisme kita hanya menjadi kosmetik belaka—menarik di permukaan, tapi hampa makna di dalamnya.

Nasionalisme Sejati: Berani Mengoreksi Diri

Nasionalisme sejati bukan tentang menyembunyikan fakta-fakta pahit demi menjaga citra. Nasionalisme sejati adalah keberanian untuk mengoreksi kesalahan, mengakui kegagalan, dan memperbaiki dengan kesungguhan. Seorang guru yang melaporkan praktik korupsi di sekolahnya, seorang mahasiswa yang meneliti ketimpangan sosial, seorang jurnalis yang menyingkap praktik pelanggaran HAM—mereka semua adalah nasionalis sejati, karena mereka berjuang agar bangsa ini benar-benar berdiri di atas nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

Sebaliknya, mereka yang menolak fakta, membungkam kritik, atau menyebarkan hoaks demi membela institusi tanpa dasar kebenaran, justru sedang mencederai nilai-nilai kebangsaan yang sesungguhnya. Kepalsuan, sekecil apa pun, adalah musuh dari pembangunan jangka panjang. Negara yang sehat adalah negara yang terbuka terhadap kritik dan refleksi diri.

Menolak Kepalsuan, Merawat Akal Sehat

Kita hidup di zaman di mana informasi sangat mudah dimanipulasi. Teknologi mempercepat penyebaran opini, tapi tidak selalu menyaring kebenaran. Dalam konteks ini, nasionalisme seringkali digunakan sebagai kata kunci yang “kebal” terhadap kritik. Maka, tugas kita sebagai warga negara adalah merawat akal sehat, menjaga integritas berpikir, dan tidak mudah larut dalam narasi yang dibangun tanpa dasar.

Kita harus kritis terhadap berbagai wacana yang mengklaim dirinya sebagai nasionalisme, tetapi justru mengandung agenda tersembunyi untuk melanggengkan kekuasaan, membentuk opini publik yang manipulatif, atau menyamarkan kesalahan sebagai keberhasilan.

Penutup: Demi Masa Depan yang Jujur dan Bermartabat

Kita tidak menolak nasionalisme. Kita menolak kepalsuan yang membajak nasionalisme. Sebab, cinta kepada tanah air tidak bisa dibangun di atas kebohongan, penyesatan informasi, atau glorifikasi masa lalu yang tidak utuh. Nasionalisme bukan tentang menutup mata terhadap realitas, tapi tentang memperjuangkan perbaikan dengan jujur, adil, dan berani.

Maka mari kita berdiri bersama untuk mengatakan: kita butuh kebenaran, bukan kepalsuan berbalut nasionalisme. Karena hanya dengan fondasi yang jujur dan akurat, bangsa ini bisa tumbuh menjadi kuat, bermartabat, dan benar-benar merdeka—bukan hanya secara politik, tetapi juga secara moral dan intelektual.


Catatan: Artikel ini ditulis sebagai refleksi publik atas fenomena penyalahgunaan narasi nasionalisme yang berpotensi menggerus nilai-nilai kebenaran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Posting Komentar

Jabungonline.com sangat menghargai pendapat Anda. Bijaklah dalam menyampaikan komentar. Komentar atau pendapat sepenuhnya menjadi tanggung jawab Anda sesuai UU ITE.

Lebih baru Lebih lama