Dahlan Iskan, Permata Terus Bersinar dimanapun Tempatnya


 
Oleh Aza El Munadiyan*

Dahlan Iskan dan Ilmu Memilih Batu

Saya berada di sebuah sentra perbelanjaan di pusat kota Banjarmasin saat berita itu muncul di timeline jejaring sosial: Dahlan Iskan jadi Tersangka. Saya tertegun. Lalu keluar ruangan karena entah mengapa, udara dingin di dalam tetap membuat saya berkeringat.

Yang pertama kali teringat adalah ucapan Emha Ainun Nadjib di Youtube yang pernah saya tonton beberapa hari lalu. “Bangsa Indonesia ini,” kata Cak Nun, “ Gak bisa membedakan mana permata mana kerikil.” Bangsa ini punya kebiasaan membuang permata. Sementara kerikil disepuh-sepuh sedemikian rupa, melalui pelbagai macam teknik pemberitaan, hingga kemudian orang percaya bahwa itu adalah permata.

Entahlah, tapi kayaknya Emha benar.

Ketidakpaham yang berujung pada kekeliruan “cara memilah batu” ini barangkali menjadi periode gelap Indonesia saat ini. Orang-orang di manapun bisa mengambil kerikil di jalanan misalnya, lalu kemudian mengasahnnya menjadi akik yang mencuri perhatian makelar, memiliki sedikit harga di pasar kabupaten, lalu terus digosok, diminyaki, dipoles-poles hingga mengkilap, lalu dibawa ke Jakarta, dan akhirnya media massa membuatnya menjadi akik yang paling dicari dan ditawar. Di puncaknya, semua orang menahbiskanya sebagai akik favorit Indonesia.

Padahal cuma kerikil.

Lalu di situ ada permata. Permata yang benar-benar permata, bukan sepuhan, bukan sintetis. Intan yang mempunyai karakteristik konstan: bersinar di manapun dia berada. Dia tidak harus membuktikan dirinya permata, misalnya dengan digosok kain, diolesi minyak Zaitun, atau, sebagaimana yang dilakukan penjual batu-batu akik murahan di pinggir jalanan: direndam air kelapa muda.

Dahlan gak perlu direndam di air kelapa muda. Dia permata, bersinar dimana-mana, bahkan jika di penjara.

Karena itu, saya, pada akhirnya setelah pulang dari mall tadi, tidak begitu mengkhawatirkan lagi nasib Dahlan Iskan. Jika dia akhirnya benar-benar dipenjara, lalu apa? Bagaimanapun, saya memprediksi dia tidak akan menjadi akik ataupun kerikil yang merintih-rintih. Dia akan tetap bersinar, membagikan spiritnya melalui tulisan-tulisan di jejaring media massa miliknya: bukan untuk membuktikan dia tidak bersalah (terlalu dangkal untuk itu), tetapi untuk menghidupkan keyakinan semua rakyat Indonesia, lagi dan lagi, bahwa selalu ada harapan. Seperti Manufacturing Hope yang dia cetuskan untuk menyentakkan kesinisan kita akan negeri kita sendiri. Bagi Dahlan Iskan tak peduli semuram apapun, segelap apapun, sehancur apapun, selalu ada harapan untuk memperbaiki negeri yang saya tahu, amat, amat, sangat, dia cintai ini.

Bagian sedihnya adalah tidak ada satu orang pun di negeri ini yang diberikan kesempatan memperbaiki bangsa tanpa dipeluangi kemungkinan untuk menjadi tersangka.

*Sumber: http://azaelmunadiyan.blogspot.com/2015/06/dahpan-iskan.html

No comments

Powered by Blogger.