Bekam Membatalkan Puasa?

Perlu kita memahami sejarah terkait hal ini bahwa metode kesehatan dengan jalan melakukan bekam (hijamah) sebenarnya bukan ditemukan pertama kali oleh Rasulullah SAW. Jauh sebelum beliau SAW dilahirkan di Mekkah pada tahun 571 Masehi, sudah begitu banyak orang yang melakukan bekam. Bahkan sebagai orang Arab, boleh jadi orang-orang kafir yang hidup di masa beliau SAW pun mungkin juga menggunakan metode bekam dalam berbagai bentuk penyembuhan. Mengingat bahwa di masa itu bekam memang cukup populer digunakan khalayak.

Jadi jangan kaget kalau seandainya dahulu Abu Jahal, Abu Lahab, dan para pemuka Quraisy pun berbekam juga. Sebab bekam memang pengobatan yang dikenal di masa itu.

Karena menurut keyakinan kita sebagai umat Muslim, bekam adalah salah satu pengobatan yang paling ideal dan terbaik bagi umat Islam, kemudian didalam berbekam terkandung kesembuhan dan terdapat kebaikan. Berbekam juga diyakini dapat meringankan otot yang kaku dan mempertajam pandangan mata orang yang di bekam, serta menjadi penetral ketegangan emosi seseorang .

Dan menjadi pokok permasalahan kita kali ini ialah apakah berbekam membatalkan puasa atau tidak ? Para Ulama berbeda pendapat akan hal ini, dikarenakan adanya dua hadits nabi yang kontradiksi :

Hadits Pertama:

حدثنا أبو معمر، حدثنا عبد الوارث، حدثنا أيوب، عن عكرمة، عن ابن عباس رضي الله عنهما، قال: «احتجم النبي صلى الله عليه وسلم وهو صائم» صحيح البخاري 3/ 33



“Berkata kepada kami Abu Mua’mmar, berkata kepada kami Abdul Waris, berkata kepada kami Ayyub, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas bahwa nabi shallallahu alaihi wasallam berbekam sedang ia dalam keadaan berpuasa”

Hadits Kedua:

juga terdapat dalam Kitab Shahih Bukhari sebagai berikut:

ويروى عن الحسن عن غير واحد مرفوعا فقال: «أفطر الحاجم والمحجوم» وقال لي عياش، حدثنا عبد الأعلى، حدثنا يونس، عن الحسن مثله، قيل له: عن النبي صلى الله عليه وسلم، قال: نعم، ثم قال: الله أعلم صحيح البخاري 3/ 33

“Diriwayatkan dari Hasan dan lainnya marfu’an : Batal puasa orang yang membekam dan dibekam” . Ayyasy berkata kepada saya, Abdul A’la berkata kepada kami, dari Yunus, dari Al-Hasan seperti hadits tersebut . Dikatakan kepadanya terkait hal ini dari nabi, beliau berkata iya, wallahu a’lam .

Berikut beberapa perkataan Ulama terkait hal ini:

Mazhab Hanafi

Imam Al Kasaani (587 H) dari kalangan Hanafiah menyebutkan dalam Kitabnya Bada’i As-Shana’i Fi Tartib As-Syarai’ bahwasanya bekam itu tidak membatalkan puasa menurut kebanyakan ulama, namun menurut Ahli Hadits maka bekam itu membatalkan puasa, sebagaiamana tulisan beliau berikut:

ولو احتجم لا يفطره عند عامة العلماء، وعند أصحاب الحديث يفطره، واحتجوا بما روي «أن رسول الله - صلى الله عليه وسلم - مر على معقل بن يسار وهو يحتجم في رمضان فقال: أفطر الحاجم والمحجوم» ولنا ما روي عن ابن عباس وأنس - رضي الله عنهما - «أن رسول الله - صلى الله عليه وسلم - احتجم وهو صائم» ولو كان الاحتجام يفطر لما فعله.

وروينا عن رسول الله - صلى الله عليه وسلم - أنه قال: «ثلاث لا يفطرن الصائم: القيء، والحجامة، والاحتلام» وأما ما روي من الحديث فقد قيل: إنه كان ذلك في الابتداء ثم رخص بعد ذلك [1].

Az-Zayla’i (743 H) dari kalangan Hanafiah menyebutkan dalam kitabnyaTabyin Al-Haqoiq Syarh Kanzu Ad-Daqoiq bahwa salah satu yang tidak membatalkan puasa ialah berbekam:

قال - رحمه الله - (فإن أكل الصائم أو شرب أو جامع ناسيا أو احتلم أو أنزل بنظر أو ادهن أو احتجم أو اكتحل أو قبل أو دخل حلقه غبار أو ذباب وهو ذاكر لصومه أو أكل ما بين أسنانه أو قاء وعاد لم يفطر) [2]



Imam Ibnu Al-Humam (861 H) dari kalangan Hanafiah menyebutkan dalam Kitabnya Fath Al-Qadir terkait hal ini yang senada dengan pendapat Imam Al Kasaani bahwa berbekam itu tidak membatalkan puasa, sebagaimana yng diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Muhammad saw bersabda: 3 Hal yang tidak membatalkan puasa; Muntah, berbekam dan bermimpi. Ibnu Al-Humam menambahkan bahwa sanad hadits ini lebih baik dan lebih shahih .

ورواه البزار أيضا من حديث ابن عباس - رضي الله عنهما - قال: قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - «ثلاث لا يفطرن الصائم: القيء، والحجامة، والاحتلام» . قال: وهذا من أحسنها إسنادا وأصحها [3]



Mazhab Maliki

Ibnu Abdil Barr (463 H) dari kalangan Malikiyah menyebutkan dalam kitabnya Al-Kaafi Fi Fiqhi Ahli Al-Madinah bahwasanya tidak apa berbekam bagi orang yang sedang berpuasa jika ia tidak takut lemah dalam mempertahankan puasanya:

ولا بأس بالحجامة للصائم إذا لم يخش الضعف عن تمام صومه[4]



Al-Qarafi (684 H) dari kalangan Malikiyah menyebutkan dalam kitabnya Adz-Zakhiroh bahwa orang yang berbekam itu tidak membatalkan puasanya, sebagaimana disebutkan:

السادس كره في الكتاب الحجامة فإن فعل وسلم فلا شيء عليه [5]



Mazhab Syafi’i

Imam An-Nawawi (676 H) dari kalangan Syafi’iyah menyebutkan dalam kitabnya Al-Majmu’ Syarh Al-Muhazzab menyebutkan bahwa berbekam itu boleh bagi orang yang sedang berpuasa, tetapi lebih baik untuk ditinggalkan, demikianlah pendapat jumhur, sebagaimana disebutkan:

حكم المسألة فقال الشافعي والأصحاب تجوز الحجامة للصائم ولا تفطره ولكن الأولى تركها هذا هو المنصوص وبه قطع الجمهور [6]

Zakaria Al-Anshari (926 H) dari kalangan Syafi’iyah menyebutkan dalam kitabnya Asna Al-Matahlib fi Syarhi Raudah At-Thalib bahwa diantara hal yang tidak membatalkan puasa ialah berbekam, sebagaimana sabda Nabi Muhammad: bahwasanyan beliau berbekam sedang ia dalam keadaan berpuasa, adapun hadits yang menjelaskan kebatalan puasa orang yang membekam dan dibekam, maka beliau menjelaskan bahwa hadits tersebut mansukh oleh hadits yang diriwayatkan oleh bukhari diatas .

(ولا يفطر بالفصد والحجامة) لخبر البخاري أنه «- صلى الله عليه وسلم - احتجم وهو صائم» وقيس بالحجامة الفصد وأما خبر أبي داود «أفطر الحاجم والمحجوم» فأجابوا عنه بأنه منسوخ بخبر البخاري [7]



Ibnu Hajar Al-Haytami (974 H) dari kalangan Syafi’iyah menyebutkan dalam kitabnya Tuhfatul Muhtaj fi Syarh Al-Minhaj bahwasanya disunnahkan untuk menjauhi berbekam ketika sedang berpuasa:

يسن (أن يحترز عن الحجامة) [8]



Mazhab Hanbali

Ibnu Qudamah (620 H) dari kalangan Hanabilah menyebutkan dalam kitabnya Al-Mughni bahwasanya:

الفصل الثاني، أن الحجامة يفطر بها الحاجم والمحجوم. وبه قال إسحاق، وابن المنذر، ومحمد بن إسحاق بن خزيمة. وهو قول عطاء، وعبد الرحمن بن مهدي. وكان الحسن، ومسروق، وابن سيرين، لا يرون للصائم أن يحتجم.

وكان جماعة من الصحابة يحتجمون ليلا في الصوم، منهم ابن عمر، وابن عباس، وأبو موسى، وأنس بن مالك، ورخص فيها أبو سعيد الخدري، وابن مسعود، وأم سلمة، وحسين بن علي، وعروة، وسعيد بن جبير. وقال مالك، والثوري، وأبو حنيفة، والشافعي: يجوز للصائم أن يحتجم، ولا يفطر؛ لما روى البخاري، عن ابن عباس، أن النبي – صلى الله عليه وسلم - «احتجم وهو صائم» . ولأنه دم خارج من البدن، أشبه الفصد. ولنا، قول النبي – صلى الله عليه وسلم -: «أفطر الحاجم والمحجوم.» رواه عن النبي – صلى الله عليه وسلم – أحد عشر نفسا، قال أحمد: حديث شداد بن أوس من أصح حديث يروى في هذا الباب، وإسناد حديث رافع إسناد جيد.

“Bekam membatalkan puasa orang yang membekam dan yang dibekam, demikianlah yang dikatakan Ishaq, Ibnu Al-Mundzir, Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah, juga pendapat Atha’ dan Abdurrahman bin Mahdi. Adapun Hasan, Masruq dan Ibnu Sirin tidak membolehkan berbekam bagi yang sedang berpuasa .

Adapun terkait pendapat Abu Hanifah dan Syafi’i yang membolehkan untuk berbekam sebagaimana hadits yang diriwayatkan melalui Bukhari dari Ibnu Abbas bahwasanya nabi berbekam sedang ia sedang berpuasa. Maka bagi kami, hadits nabi yang mengatakan bahwa orang yang membekam dan dibekam itu puasanya batal diriwayatkan oleh sebelas orang, dan Imam Ahmad berkata terkait hal ini: Hadits Syaddad bin Aus merupakan hadits yang paling shahih dalam hal ini” . [9] 



Ibnu Taimiyah (728 H) menyebutkan dalam kitabnya Majmu’ Al-Fatawa dan menjelaskan terkait perbedaan pendapat ulama akan hal ini bahwa Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin rahawaih, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Al-Mundzir mengatakan akan kebatalan puasa dengan berbekam . Adapun pendapat yang mengatakan tidak membatalkan puasa, mereka berdalih dari hadits nabi bahwasanya nabi pernah berbekam ketika ia sedang berpuasa dan berihram . Ahmad berkata terkait hadits diatas bahwa perkataan : {وَهُوَ صَائِمٌ} dalam keadaan berpuasa, maka hal itu merupakan adalah tambahan, adapun yang tsabit ialah وَهُوَ مُحْرِمٌ .

والقول بأن الحجامة تفطر مذهب أكثر فقهاء الحديث كأحمد بن حنبل وإسحاق بن راهويه وابن خزيمة وابن المنذر وغيرهم وَاَلَّذِينَ لَمْ يَرَوْا إفْطَارَ الْمَحْجُومِ احْتَجُّوا بِمَا ثَبَتَ فِي الصَّحِيحِ " {أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ احْتَجَمَ وَهُوَ صَائِمٌ مُحْرِمٌ} وَأَحْمَد وَغَيْرُهُ طَعَنُوا فِي هَذِهِ الزِّيَادَةِ وَهِيَ قَوْلُهُ: " {وَهُوَ صَائِمٌ} وَقَالُوا: الثَّابِتُ أَنَّهُ احْتَجَمَ وَهُوَ مُحْرِمٌ قَالَ أَحْمَد: قَالَ يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ: قَالَ شُعْبَةُ: لَمْ يَسْمَعْ الْحَكَمُ حَدِيثَ مقسم فِي الْحِجَامَةِ لِلصَّائِمِ يَعْنِي حَدِيثَ شُعْبَةَ عَنْ الْحَكَمِ عَنْ مقسم عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ " {أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ احْتَجَمَ وَهُوَ صَائِمٌ مُحْرِمٌ} . [10]



Al-Mardawi (885 H) juga dari kalangan Hanabilah mengatakan dalam kitabnyaAl-Inshaf Fi Ma’rifati Ar-Rajih Minal Khilaf , bahwasanya diantara yang merusak keabsahan puasa ialah berbekam, dan ini merupakan pendapat dalam mazhab kami:

قَوْلُهُ (أَوْ حَجَمَ أَوْ احْتَجَمَ) ، فَسَدَ صَوْمُهُ. هَذَا الْمَذْهَبُ فِيهِمَا، وَعَلَيْهِ جَمَاهِيرُ الْأَصْحَابِ، وَنَصَّ عَلَيْهِ، وَهُوَ مِنْ الْمُفْرَدَاتِ. [11]

Mazhab Dzahiri

Ibnu Hazm Al-Andalusi (456 H) yang merupakan pembaharu mazhab menyebutkan dalam kitabnya Al-Muhalla Bi Al-Atsar bahwa berbekam itu tidak membatalkan puasa seseorang:

مسألة: ولا ينقض الصوم حجامة ولا احتلام، ولا استمناء، ولا مباشرة الرجل امرأته أو أمته المباحة له فيما دون الفرج، تعمد الإمناء أم لم يمن، أمذى أم لم يمذ ولا قبلة كذلك فيهما، ولا قيء غالب. [12]



Inilah pendapat para Ulama dalam tiap-tiap mazhab perihal berbekam, apakah membatalkan puasa atau tidak?



Wallahu ‘alam

No comments

Powered by Blogger.