Putus Sekolah “Potret Suram Pendidikan Kita”


Alfianto ( Staff Di Samitra Jejama)

“Esensi Berdirinya Sebuah Negara Adalah Untuk Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terkenal dengan keaneka ragaman budaya. Sebagai negara kepulauan Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah ruah. Selain sumber daya alam, Indonesia juga kaya akan sumber daya manusianya.Jumlah sumber daya manusia di Indonesia memang melimpah ruah namun tidak diimbangi dengan sumber daya manusia yang berkualitas. Masalah ini yang kemudian membuat negara Indonesia masih harus bekerja keras untuk mencapai tangga kesuksesan. Padahal Negara Indonesia dituntut untuk menyediakan sumber daya manusia yang berkualitas guna mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki negara ini. Pembangunan negara tidak hanya dilihat dari peningkatan ekonominya saja tetapi bagaimana kualitas sumber daya manusianya. Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan tolak ukur penting dalam menunjang kesuksesan suatu negara. 

Hal ini perlu menjadi prioritas penting bagi pemerintah untuk segera diselesaikan.Masalah sumber daya manusia yang tidak berkualitas didukung dengan pernyataan dari Komisi Nasional Perlindungan Anak yang mengatakan bahwa angka putus sekolah di negara Indonesia termasuk tinggi. Setiap tahunnya lebih dari 1,5 juta anak sekolah tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Salah satu penyebabnya adalah biaya pendidikan yang mahal dan keterbatasan ekonomi orang tuanya. 

Angka Putus Sekolah Sejatinya pendidikan merupakan hak seluruh warga negara. Seperti yang telah dijelaskan menurut Undang-Undang Negara Republik Indonesia bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor utama untuk dapat mencapai kemakmuran suatu negara, sebagaimana diatur secara tegas dalam pasal 31 ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Ayat (2) menegaskan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Ayat (3) menetapkan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. 

Realitanya, pendidikan yang digadang-gadangkan oleh pemerintah dapat diperoleh oleh seluruh lapisan masyarakat hanya sebatas mimpi karena permasalahan yang kompleks di dunia pendidikan. Banyak anak usia sekolah di negeri ini yang justru harus putus sekolah dan tidak bisa melanjutkan pendidikannya. Jumlah anak putus sekolah dan berpendidikan rendah di Indonesia terbilang relatif tinggi. Berdasarkan laporan dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, setiap menit ada empat anak yang harus putus sekolah. Tingginya angka putus sekolah ini, merupakan dampak dari mahalnya biaya pendidikan. Tentu saja kondisi ini sangatmiris, mengingat bahwa seluruh anak di Indonesia harus memperoleh pendidikan dasar minimal 12 tahhun ( SD – SMA ). 

Data Mendikbud menyebutkan bahwa pada tahun 2007, dari 100 persen anak-anak yang masuk SD, yang melanjutkan sekolah hingga lulus hanya 80 persennya, sedangkan 20 persen lainnya harus putus sekolah. Dari 80 persen siswa SD yang lulus sekolah, hanya 61 persennya yang melanjutkan sekolah ke jenjang SMP. Kemudian, hanya 48 persen yang akhirnya lulus sekolah. Sementara itu, 48 persen yang lulus dari jenjang SMP hanya 21 persennya saja yang melanjutkanke jenjang SMA. Sedangkan yang bisa lulus jenjang SMA hanya sekitar 10 persen. Persentase inimenurun drastis dimana jumlah anak-anak yang melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi tinggal 1,4 persen saja. Miris rasanya melihat potret pendidikan di bumi pertiwi ini, pertanyaannya kemudian, mampukah pemerintah untuk merubah potret ini? 

Di Lampung sendiri, Khususnya di Kabupaten Pringsewu. setidaknya 8.636 warga usia sekolah yang tidak sekolah,(Tribun Lampung). Masyarakat yang umumnya bekerja sebagai petani, tentunya sangat sulit untuk membiayai pendidikan untuk anak-anaknya. sehingga Pemerintah Pusat dan Daerah meski mencari win-win solution untuk problematika pendidikan ini.Pendidikan meski dimaknai sebagai proses yang mencerdaskan, sehingga proses belajar mengajar tidak selalu disekolahan. Sebagai misal menggelar sekolah warga yang dilakukan secara kontinue di Desa-Desa. Terlebih Negeri ini akan melaksanakan MAE di 2015 ini, jika masyarakat tidak cerdas maka akan tergilas oleh pengusaha besar.

No comments

Powered by Blogger.