Hilangnya ‘sense of crisis’ Pemerintahan Jokowi JK


Sense of crisis atau rasa memiliki akan krisis yang akan terjadi; hal inilah yang dianggap tidak dimiliki oleh Pemerintahan Jokowi JK saat ini

Pemerintahan Jokowi selalu mencari alasan, apa dan siapa penyebab krisis yang etrjadi saat ini; dari menyalahkan pemerintahan sebelumnya, menyalahkan langkah pemerintah China mendevaluasi Yuan, menyalahkan the Fed atas renacanya menaikan suku bunga, hingga yang terakhir menyalahkan konflik di semenanjung korea.

Pengamat Ekonomi menagatakan, kelemahan Pemerintahan Jokowi adalah tidak menyadari bahwa kebijakannya sendiri lah yang semakin menyeret negara ini kedalam krisis, sense of crisis bakal terjadinya ‘masalah’ kedepannya itu yang tidak dimiliki oleh pemerintahan Jokowi

Contohnya pencabutan Subsisdi pada harga BBM, ini kunci semua masalah, ketika harga BBM dilempar berdasarkan mekanisme pasar; akan ada efek langsung yang terjadi yaitu daya beli masyarakat akan turun ditambah tidak adanya kebijakan yang bersifat ‘menolong’ pelaku usaha dibalik kenaikan harga BBM tersebut

Pelaku usaha kecil dan menengah yang menggunakan transportasi atau aangkutan secara otomatis akan menaikkan harga akibat dampak kenaikan BBM yang ada, dan disinilah efek bola salju ekonomi terjadi, pelaku usaha mulai mencari cara untuk survive dan konsumen (masyarakat) pun mulai berpikir ulang untuk membeli sehingga daya beli berkurang.

Pemerintahan Jokowi dengan kebijakannya itulah yang menghantam duluan fundamen ekonomi ditingkat bawah dan menengah, dan jangan kaget ketika kurs Rupiah anjlok mereka makin terseret efek krisis global yaitu dengan terjadinya PHK massal, daya beli rakyat yang makin hilang

Sementara Pemerintahan Jokowi masih saja berkutat mencari apa dan siapa lagi yang harus disalahkan akibat krisis yang terjadi pada saat ini.

‘Sense’ nya atau perasaannya (pemerintah Jokowi) yang tidak ada, akan terjadinya krisis ini. (ndi/dw)
iphone

No comments

Powered by Blogger.