Prof. Yusril: Menjalankan Negara Jangan Sembrono, Perpres Jokowi KA Cepat Bertentangan dengan PP


1. Peraturan Presiden (Perpres) No. 107/2015 tentang penugasan kepada 4 BUMN bukanlah lex spesialis Peraturan Pemerintah (PP) No. 45/2015. Perpres tsb bisa rontok di MA.

2. Dalam PP 45/2005 jika BUMN mendapat penugasan pemerintah dan rugi, maka Pemerintah memberi kompensi atas kerugian itu.

3. Dalam Perpres 107/2015 Pemerintah menugaskan 4 BUMN untuk mempercepat pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung.

4. Dalam Perpres disebutkan Pemerintah TIDAK memberikan jaminan kepada penugasan tsb. Jelas isi Kepres bertentangan dengan PP

5. Konsorsium dan pihak China suatu ketika bisa mengajukan uji materil ke MA untuk membatalkan ketiadaan jaminan itu.

6. Karena bertentangan dg peraturan yg lebih tinggi, maka kemungkinan besar MA akan kabulkan permohonan pengujian tsb.

[Dalam Pasal 7 UU 10/2004 yang mengatur mengenai tata urutan perundang-undangan ini, disebutkan bahwa tata urutan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia adalah:

1. UUD 1945
2. UU/Perpu
3. Peraturan Pemerintah
4. Peraturan Presiden
5. Peraturan daerah

Tata urutan perundang-undangan di atas diurutkan ke bawah secara hirarkhi, dimana peraturan dibawahnya TIDAK BOLEH bertentangan atau mengatur hal selain yang diperintahkan oleh peraturan diatasnya. Hal ini sesuai dengan salah satu azas hukum, yakni peraturan yang lebih rendah kedudukannya tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Dengan cara seperti itu dimaksudkan akan adanya tertib administrasi pengaturan perundang-undangan yang lebih baik dan tertata dan untuk menghindari adanya pelampauan wewenang.] 

7. Dg demikian, konsorsium & China bisa gugat Pemerintah kalau mereka rugi dan pemerintah tak mau bayar kompensasi.

8. Sebab berdasarkan PP 45/2005 pasal 65 pemerintah wajib berikan konpensasi atas kerugian tsb.

9. Cara lain yg bisa dilakukan China jika Pemerintah tidak mau bayar kompensasi, mereka bisa gugat pailitkan 4 BUMN tsb.

10. Atau mereka AKUISISI saham 4 BUMN jika gagal bayar pinjaman 75% (sekitar Rp 59 trilyun) utk bangun kereta cepat.

11. Demikian pendapat saya utk direnungkan oleh Pemerintah agar tidak salah mengambil keputusan. 

12. Jika pemerintah mau mempertimbangkan pendapat saya, terima kasih. Jika tidak, tidak apa-apa. Kewajiban saya mengingatkan.

13. Semua keputusan pemerintah sekarang akan berdampak bagi pemerintah yg akan datang. Mandat Presiden kan hanya 5 tahun.

14. Kalau pemerintah sekarang salah ambil kebijakan soal kereta cepat ini, risiko akan ditanggung Pemerintah yg baru.

15. Generasi sekarangpun akan berganti dg generasi anak cucu kita. Ini semua akan menjadi beban bagi mereka.

16. Kalau proyek kereta cepat ini berhasil, alhamdulillah. Bagaimanapun juga kebijakan harus diambil dg hati-hati. Demikian.

TANYA JAWAB

@indrajja_llah: Advokat lbh mengedepankan kemanusiaan ketimbng nasionalisme ya prof? :D

Prof. Yusril: Jangan membabi buta terhadap nasionalisme. Kita tdk boleh zalim kpd bangsa manapun. Keadilan yg hrs dikedepankan.

@Ficrey: Pak @Yusrilihza_Mhd apakah pemerintah tak memperhitungkan resiko sampai kesitu? Bukankah setiap kontrak kerjasama dikaji lebih dulu?

Prof. Yusril: Dalam berbagai kontrak kita dg asing, seringkali posisi hukum kita lemah. Kita kalah di banyak arbitrase internasional.

@salfata: Keputusan sudah diambil prof harus di jalankan, udahlah prof biarkan mrk!

Prof. Yusril: Sayangnya paling lama mereka hanya 5 tahun berkuasa. Sesudah itu jadi tanggjngjawab pemerintah baru. Renungkanlah.

@salfata: Kita lg membangun prof, negara kita tertinggal, knp protes terus? Waktu prof sudah lewat.

Prof. Yusril:

1. Menjalankan dan membangun negara harus pandai, hati2, penuh perhitungan. Jangan sembrono. Saya hanya mengingatkan.

2. Kalau saya tidak kemukakan pandangan saya, jangan di masa depan saya disalahkan karena dianggap mendiamkan hal ini.

3. Kita faham tentang makna dakwah. Salah satunya adalah mengingatkan dg alasan2nya secara terbuka kpd siapapun.

__
*dari twit-twit Prof @Yusrilihza_Mhd (31/1/2016)

No comments

Powered by Blogger.