Hari Buruh Sedunia, “Bangun Persatuan Gerakan Rakyat”

Alfianto ( FSBKU – KSN )

Satu Mei sebagai hari buruh Internasional atau lazim disebut Mayday merupakan momentum Internasional yang diperingati seluruh kelas buruh di dunia. Secara historis hari buruh Internasional lahir dari perjuangan gerakan buruh di Amerika Serikat yang Menuntut waktu kerja 8 jam dalam sehari. Pada saat itu tepat tanggal 1 Mei 1886 menjadi puncak perjuangan kelas buruh. Ratusan buruh melakukan pemogokan-pemogokan dibanyak tempat yang berakhir dengan penembakan, penyiksaan, penangkapan terhadap kelas buruh pada saat itu.

Indonesia sebagai salah satu negara yang mayoritas masyarakatnya ialah kelas buruh selalu memanfaatkan momentum ini sebagai sarana dalam memperjuangkan hak-hak kelas buruh. Namun hingga kini kelas buruh khusunya dan rakyat pada umumnya masih merasakan penindasan yang merupakan akibat dari kebijakan ekonomi pro neoliberal yang diterapkan pemerintah saat ini, sistem inilah yang digunakan oleh kapitalisme untuk mengeksploitasi sumber daya alam dan menindas rakyat dan menciptakan ketimpangan sosial secara ekonomi di masyarakat.

Sebagai perumpamaan di Provinsi Lampung, eksploitasi terhadap kelas buruh masih terjadi seperti halnya politik upah murah berupa sistem kerja kontrak dan outsorcing, pembayaran upah dibawah UMP/UMK, lembur tidak dibayar, dan PHK sepihak yang masih marak ditemukan.

Akibat sistem kerja outsourcing ini buruh dapat diupah murah (dibawah standar), tidak ada kepastian kerja, minim tunjangan bahkan bisa dipecat sewaktu-waktu, prinsip sistem kerja outsourcing secara jelas dinilai inkonstitusional karena dalam pasal 28D ayat 2 UUD 1945 “setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Ditambah lagi dengan diberlakukannya mekanisme pengupahan berdasarkan PP No. 78/2015 dimana mekanisme pengupahan tidak lagi berdasarkan kebutuhan hidup layak seperti yg diamanatkan UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

Regulasi ini jelas menjadi bukti bahwa penguasa hari ini lebih pro terhadap para pemilik modal. Persekongkolan penguasa dan pengusaha makin terlihat ketika rakyat sudah melakukan perlawanan dan menuntut hak-haknya, pemerintah melalaui kekuasaannya malah merefresif, mengkriminalisasi gerakan rakyat seperti halnya penangkapan dan pengadilan 26 aktivis yang ditangkap pada saat aksi penolakan PP 78/2015 di Istana Negara.

Diera baru kapitalisme melalui sistem neoliberalismenya Indonesia mulai meliberalisasi tidak hanya di sektor jasa dan industri melainkan hampir seluruh sektor kehidupan sosial masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, Agraria, dan lain sebagainya.

Pada sektor pendidikan, karena semangat pendidikan saat ini bukan lagi sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melainkan sebagai sarana mengeruk keuntungan sebesar2nya bagi mereka yng mempunyai modal dan menjadikan pendidikan sebagai komoditasnya. Dan akhirnya sistem pendidikan nasional kita tidak ilmiah dan tidak demokratis. dinilai tidak ilmiah karena kurikulum pendidikan nasional saat ini tidak berlandaskan analisis kongkret bahkan tidak berlandaskan ilmu pengetahuan dan logika.

Kemudian dampak liberalisasi disektor agraria, perampasan lahan banyak menimpa kaum tani di Indonesia,  khususnya Buruh Tani dan Tani miskin, sehingga berdampak tingginya angka konflik agraria khususnya di provinsi Lampung. hal ini akibat dari monopoli tanah oleh tuan-tuan tanah di satu sisi serta perusahaan-perusahaan di sektor agraria yang rakus merongrong tanah rakyat.

Akhirnya dengan gegap gempita menyongsong hari Buruh Internasional, sebuah keharusan adanya persatuan gerakan rakyat sebagai wadah perjuangan bersama dalam memperjuangkan hak-hak dasar rakyat melawan politik ekonomi kapitalisme. Sehingga perjuangan rakyat mempunyai alat politiknya sendiri dalam menentukan masa depannya. Sehingga tidak lagi menyandarkan nasib rakyat pada kelompok borjuasi.

No comments

Powered by Blogger.