Institut Hijau Indonesia: Reklamasi Teluk Jakarta Cacat Hukum

KETUA Institut Hijau Indonesia, Chalid Muhammad menyebut proyek reklamasi di teluk Jakarta cacat hukum. Pemprov DKI Jakarta dinyatakan melanggar Kepres No 52 Tahun 1995 tentang reklamasi pantai utara.

Berdasar peraturan tersebut kebijakan Pemprov DKI Jakarta dalam proyek reklamasi dinilai telah melibas pasal 9 tentang hak pengelolaan.

“Jadi hak kelola pulau itu pada pemerintah DKI. Hak kelola bukan pada Agung Podomoro Land, Agung Sedayu Group atau yang lain,” ujar Chalid pada diskusi Reklamasi Jakarta: Pertaruhan Popularitas dan Integritas Ahok di kantor Para Syndicate, Jakarta Selatan, Jumat (15/4/2016).

Sementara di sisi lain dirinya menemukan seolah-olah Pemprov DKI memberikan hak kelola pada pengembang. Pengelolaan pulau, katanya, hanya dapat dilakukan dalam bentuk kerjasama dengan mendelegasikan pengelolaan negara pada suatu institusi.

“Kalau kerjasama ada yang namanya nota kesepahaman kerjasama. Kesepakatan itulah yang harusnya dibuka kepada publik,” paparnya.

Cacat berikutnya yakni tidak adanya kordinasi Pemprov DKI dengan pemerintah pusat. Hal ini ditandai dengan kegagalan komunikasi antara Gubernur DKI Basuki Tjahaya Purnama dengan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti.

Artinya, Pemprov DKI menerobos apa yang dicantumkan Kepres No 52 tahun 1995 tentang pembatasan otoritas.  Batasan yang dimaksud adalah batasan yang diberikan oleh kepres salah satunya pemprov harus berkoordinasi dengan menteri terkait, dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Mantan Ketua Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) ini juga menyatakan reklamasi teluk Jakarta cacat ekologis dengan tidak memperhatikan kajian lingkungan yang mendalam.

Reklamasi menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan laut di sekitar daerah reklamasi. Akibatnya, banyak nelayan yang akhirnya kesulitan mencari ikan.

Ini dikuatkan dengan ditolaknya dokumen analisis dampak lingkungan (AMDAL) oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2003 dengan Keputusan Menteri No 14 tahun 2003. [sd]

No comments

Powered by Blogger.