PERPPU Ormas Off Sides

Oleh Djoko Edhi Abdurrahman*

Jabungonline.com – Tadinya musuh Pemerintah, Rezim Bani Kotak, adalah HTI dan FPI, atau Bani Islam. Setelah membaca Perppu Anti Pancasila, ehh, yang diberangus semua ormas dan hukum. NU pun ikut terancam pembubaran dan pidana, tergantung suasana hati Presiden Jokowi, Menkopolkam Wiranto, dan Mehukham Laolly dalam 7 hari proses, final. Kalau sedang bahagia, dikasih proyek, kalau sedang gusar dalam 7 hari dibubarkan. Awas yang tak manut.

Luar biasa syahwat otoriterianisme berkuasa. Sudah pesong: mengapa Presiden menerbitkan Perppu yang nyaris dipastikan tak lolos di DPR?

Saya tak yakin ada pihak yang mau mendukung kembalinya Super Orde Baru. Sebab, DPR segera memberangus diri sendiri. Bisa apa mereka hanya dengan ormas yang membebek? Dukung ya dukung, tapi mengizinkan negara masuk ke dalam rumah adalah kegilaan.

Perppu ini menghapus due process of law. Artinya mengganti negara hukum menjadi negara kekuasaan. Pembubaran dan pemidanaan ormas berikut dengan orang-orangnya, tanpa menggunakan hukum. Cukup dengan kekuasaan: bikin hukum dengan cara melanggar hukum. Dapat legitimasi hukum dari mana Paduka Mister Presiden melakukan itu? Sudah benar pernyataan Jenderal Wiranto ketika melaunching pembubaran HTI, harus lewat hukum peradilan. Pasti Laolly menambahkan tak perlu pakai hukum, plus saran rechts idee dari Prof Jimly agar Jokowi memakai Perppu. Hasilnya memberangus hukum tanpa kecuali. Semua kena. Ngawur berat!

Analysis Prof Yusril Ihza Mahendra mendiskripsikan pemberangusan hukum oleh Perppu ini melampaui Orla dan Orba. Demikian pula Fakultas Hukum Undip, dll. Bahkan dari rezimnya sendiri, Prof Refly Harun: doe process of law diberangus!

Hanya Hendardi yang mendukung Perppu ini. YLBHI dan LBH rumpun bawah YLBHI yang notabene pendukung rezim, pagi-pagi sudah menerbitkan protesnya, “..protes sangat keras” tulis mereka. Lalu, siapa lagi dari koalisi masyarakat sipil yang akan dukung perppu ini? Tak ada!

Kalau mau mempertahankan Pancasila, harus dengan hukum karena Pancasila itu sendiri adalah hukum. Yaitu, due process of law. Di luar itu, meminjam istilah Hendardi untuk Panglima TNI: off sides!

Pasal 1 Ayat 3 UUD 1945 dan UUD 2002 menyatakan Indonesia adalah negara hukum. Maksudnya negara penganut: (i) Supremasi hukum, (ii) Equality before the law atau kesamaan di dalam hukum, (iii) Due Process of law atau hukum yang tidak melanggar hukum. Perppu Off Sides itu melanggar ketiganya.

Due Process Off Law

Saya kutipkan apa itu due process of law yang dihapus oleh Presiden Jokowi dalam Perppu ini dari Arslaw untuk Paduka.

Due process of law secara etimologi berasal dari kata Due yang artinya “Hak” sehingga arti due process of law adalah mendapat perlindungan dan atau pembelaan diri sebagai hak.[4]

Karena proses di Perppu Anti Pancasila hanya 7 hari, kapan mau bela diri. Boro-boro bicara hak. Kalau menuduh orang bersalah, buktikan ia bersalah. Apa sulit memahami tesis itu?

Definisi due process of law secara secara epistimologi (istilah), yaitu: (law) the administration of justice according to established rules and principles; based on the principle that a person cannot be deprived of life or liberty or property without appropriate legal procedures and safeguards.[5]

Dalam paham Negara hukum (due process of law) adalah penegakan hukum dengan cara tidak bertentangan dengan hukum. Perpu malah tak memakai hukum. Tapi ditabrak habis.

Due process of law ialah segala sesuatunya dilakukan secara adil. Konsep due process of law terdapat dalam hak-hak fundamental (fundamental rights) dan konsep kemerdekaan /kebebasaan yang tertib (ordered liberty)[6].

Due process of law prosedural ialah hukum keadilan fundamental (fundamental fairness), merupakan proses prosedur formal yang adil, logis dan layak, wajib dilaksanakan pihak berwenang. Contoh: kewajiban membawa surat perintah yang sah, memberi pemberitahuan yang pantas, kesempatan yang layak untuk bela diri, memakai tenaga ahli, pengacara, menghadirkan saksi yang cukup, memberi ganti rugi yang layak dengan proses negosiasi atau musyawarah yang pantas, yang harus dilakukan manakala berhadapan dengan pelanggaran hak dasar manusia: hak untuk hidup, hak untuk kemerdekaan atau kebebasan berserikat (liberty), hak atas kepemilikan benda, mengeluarkan pendapat, hak beragama, hak untuk bekerja dan mencari penghidupan yang layak, hak pilih, hak untuk berpergian kemana dia suka, hak atas privasi, hak atas perlakuan yang sama (equal protection) dan hak-hak fundamental lainnya. Ada 29 Hak pada UUD 2002 [7].

Perppu itu sendiri berbasis di hukum pidana dan delik administasi. Yaitu mau menghukum pidana pengurus ormas dan menghukum mati lembaganya. Mau tak mau harus memakai doe process of law. Mana?

Due process of law substansif adalah syarat yuridis bahwa pembuatan suatu peraturan hukum, termasuk Perppu itu, tidak berisi perlakuan tak adil, tak logis dan sewenang-wenang.[8]

*Mantan Anggota Komisi III DPR dan Wakil Sekretaris Pengurus Pusat Lembaga Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama, PBNU.

No comments

Powered by Blogger.