Ternyata Ini Penyebab Kisruh Sampah Bekasi
Jabung Online - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan angkat bicara mengenai persoalan kisruh persoalan sampah dengan Kota Bekasi. Begini awal duduk perkara persoalan itu menurut penjelasan Anies.
Perjanjian Dana Kompensasi Bau
Anies mengungkapkan bahwa Pemprov DKI dan Pemkot Bekasi telah memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) untuk kompensasi bau akibat perlintasan truk sampah. PKS antara Jakarta dengan Bekasi ini ditandatangani pada tahun 2016.
"Berlaku selama lima tahun dan dari perjanjian kerjasama itu, masing-masing pihak memiliki kewajiban termasuk Pemprov DKI salah satunya adalah kebagian membayar dan nilainya adalah sebesar rangenya tergantung tonase sampah Rp 130-150 miliar pertahun," ujar Anies di Balai Kota DKI, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Minggu (21/10/2018).
Anies menyatakan pada tahun 2018, Pemprov DKI telah menunaikan kewajiban dari kompensasi bau tersebut dengan nilai sebesar Rp 138 miliar ditambah utang dana kompensasi sebesar Rp 64 miliar. Pembayaran dilakukan pada Mei 2018. Pada tahun 2019, pihaknya memproyeksikan pembayaran dana kompensasi batu senilai Rp 141 miliar.
"Itulah kewajiban yang dimiliki oleh DKI kepada Pemerintah Kota Bekasi. Jadi dari aspek kewajiban-kewajiban kita sudah selesai. Tidak ada kewajiban yang tersisa," sambung Anies.
Bekasi Minta Dana Kemitraan Rp 2 T
Di luar perjanjian mengenai dana kompensasi bau itu, Anies mengungkapkan, pada Februari 2018 lalu, dilakukan pertemuan antara Pemprov DKI yang diwakili oleh Sandiaga Uno, yang saat itu masih menjabat sebagai Wagub DKI Jakarta, dengan Pemkot Bekasi. Dalam pertemuan itu, lanjut Anies, Pemkot Bekasi menginginkan adanya kerjasama yang sifatnya kemitraan di luar urusan persampahan. Bekasi meminta ada bantuan hibah senilai Rp 2 triliun, di luar dana kompensasi bau.
Pempov DKI Jakarta dan Pemkot Bekasi kemudian menyambut usulan tersebut dengan menggelar kembali pertemuan di bulan Mei 2018. Pada pertemuan itu, Anies, mengatakan, Pemprov DKI meminta perincian dari proposal kerjasama kemitraan yang diusulkan Pemkot Bekasi.
"Karena waktu itu mengajukan beberapa proyek. Proyeknya saya baca proyek yang diminta, proyek flyover Rawa Panjang nilainya Rp 188 miliar, proyek flyover Cipendawa nilainya Rp 372 miliar, pembangunan crossing Buaran Rp 16 miliar, peningkatan fasilitas penerangan jalan umum Kota Bekasi nilainya Rp 5 miliar. Ini di luar perjanjian sampah minta anggaran seperti itu. Lalu dimintakan perinciannya," tutur Anies.
Menurut Anies, Pemkot Bekasi tidak juga mengirimkan rincian dari proposal dana kemitraan yang diajukan ke Pemprov DKI Jakarta itu. Dengan begitu, lanjut Anies, Pemprov DKI tidak bisa melakukan pencairan dana dalam bentuk apapun.
"Teman-teman kalau ada anggaran mungkin tidak Pemprov memproses tanpa ada perincian? Hanya dengan gelondongan begini? Tidak mungkin. (Jadi) Dimintai perinciannya, dan perincian itu tak kunjung datang," tutur Anies.
Anies mengatakan, rincian dari proposal dana kemitraan itu baru diterima Pemprov DKI pada 18 Oktober 2018, atau tiga hari lalu. Anies heran proposal berupa rincian baru dikirim, namun pihaknya disudutkan.
"Sampai tanggal 18 Oktober kemarin. Baru 18 Oktober keluar ini semua. Bayangkan, dari mulai bulan Mei diminta perinciannya tak kunjung datang. Ketika datang sekarang, yang dimarahin yang diterima, begitu. Ini jangan sampai seperti motor sama mobil. Pokoknya yang salah ya mobil. Suka kan kita ngalamin begitu," imbuh Anies.
Baca juga: Pemkot Bekasi Akui Terima Rp 194 M dari Jakarta, Tapi Belum Cukup
Dengan rincian kerjasama kemitraan yang baru dikirimkan Pemkot Bekasi pada 18 Oktober 2018 lalu itu, Anies mengaku heran Walkot Bekasi Rahmat Effendi (Pepen) dan Wakil Walkot Bekasi Tri Adhianto kemudian bicara seolah-olah Pemprov DKI tak menunaikan kewajibannya. Padahal, apa yang dipermasalahkan Pepen dan Tri, lanjut Anies, tak ada dalam perjanjian kerjasama kompensasi bau antara Pemprov DKI dengan Pemkot Bekasi.
"Ini mau menyelesaikan baik-baik dikomunikasikan atau mau ramai di media? Kalau mau baik-baik, pertemuan-pertemuan itu datangi dan bawa datanya. Jangan malah ramai di media. Sudah gitu diramaikan yang bukan menjadi kewajiban kita pula. Dan harus diingat, Bekasi itu masuk provinsi mana coba? Iya Jawa Barat. Kalau mau minta ke Pemprov mana harusnya dimintai? Kok mintanya ke Jakarta? Dan kami sudah membangun Kalimalang revitalisasi itu dibiayai oleh DKI sebesar Rp 66 miliar," ungkapnya.
"Jadi, saya tidak mau mengomentari terlalu panjang. Tapi karena diramaikan terus, seakan-akan pihak DKI tidak bertanggung jawab. Padahal DKI menunaikan semua tanggung jawabnya sesuai dengan perjanjian. Lalu DKI menerima permintaan bantuan keuangan dan bantuan itu belum ada perinciannya. Makanya tidak bisa diproses. Perinciannya baru datang 18 oktober. Sudah diminta sejak bulan Mei. Jadi Bu Premi (Kepala Biro Tata Pemerintahan DKI Jakarta Premi Lasari) dan tim itu merespon terus, tapi datanya tak kunjung datang," sambung Anies.
Anies berharap, persoalan kerjasama kemitraan ini dapat didiskusikan lebih dalam dan dengan cara yang baik-baik antar lembaga pemerintahan dengan duduk bersama. Sebab, dana kemitraan yang diusulkan sangat besar, yakni Rp 2 triliun.
Anies Anggap Dana Kemitraan Tak Terkait Sampah
Selain itu, lanjut Anies, Pemprov DKI juga harus mempertanggungjawabkan dan meminta persetujuan DPRD jika ingin mengucurkan dana triliunan untuk pemerintah lain. Mengingat, uang yang akan digelontorkan berasal dari rakyat.
"Perlu saya garis bawahi, dana yang diminta itu adalah dananya rakyat DKI Jakarta, bukan dananya gubernur. Kemarin tambahan minta Rp 2 triliun. Ini bukan urusan persampahan. Kalau persampahan sudah selesai kewajiban kita. Ini bukan masalah persampahan. Ini masalah APBD kota Bekasi yang sebagian tanggung jawabnya dilimpahkan ke Pemprov DKI Jakarta. Tapi cara menyampaikannya menggunakan isu sampah, sehingga kesannya Jakarta punya masalah dengan sampah. Tidak! Jadi kita tertib menjalankan semua yang menjadi kewajiban kita. Dan dengan senang hati bertemu. Kalau diceritain nanti malah jadi ramai kalau saya ceritakan apa yang saya kerjakan lewat HP untuk berkomunikasi. Tapi sudahlah saya tidak mau memperpanjang itu," papar Anies.
"Pada ujungnya ini harus disetujui oleh rakyat Jakarta. Lewat siapa? Lewat DPR. Jadi ini harus melalui persetujuan rakyat Jakarta. Jadi bukan kemudian diskresi gubernur. Ini adalah lewat DPR. Coba anda tanyakan pada rakyat Jakarta di DPR, apakah pola seperti ini disetujui atau tidak. Sambil saya juga akan tanya," pungkasnya.
Adapun Wakil Walkot Bekasi Tri Adhianto Pemkot Bekasi menyatakan uang kompensasi yang di mengakui pihaknya memang telah menerima dana hibah Rp 194 dari Pemprov DKI. Namun dia mengeluhkan jika tahun 2019 menerima dana dengan nominal yang sama.
"Kalau dilihat di 2019, jumlahnya sama karena proses anggaran bisa terlihat dari KUA-PPAS. Kami bukan mau ribut di tahun 2018, kami sudah terima tahun 2018, mau dikasih berapa pun. Tapi yang kami lihat usulan 2019 dari eksekutif (Pemprov DKI) ke legislatif (DPRD DKI) minim," ujar Wakil Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto saat dihubungi, Minggu (21/10).
Sumber: Viva
Post a Comment