Gus Miftah



Jabung Online — Awalnya saya salut dengan kegiatan dakwah yang dia lakukan. Respek dan hormat buat orang yang melakukan berbeda dengan orang lain dengan tujuan dakwah. Berdakwah di tempat gudangnya dosa, menjemput bola kata dia. Walau peluang mendapatkan penerimaan itu hanya 0,1%, tetap di lakukan. Wajar dong kalau 2 jempol diacungin.

Seiring mencuatnya nama miftah dan jadi pemberitaan, mulailah ia memperlihatkan ciri khas oknum ulama sebelah yang hanya pandai menebar kebaikan, tapi lupa mempraktekkan kebaikan itu sendiri. Miftah yang di gandrungi, miftah yang memperoleh kepopuleran setelah menjadi guru Deddy Corbuzier, miftah yang jadi ustad sosmed saat ini menjadi alat ujaran kebencian yang menjadi tujuan dirinya di orbitkan.

Udah jamak di negara ini, ketika sudah mendapatkan nama maka apa saja yang ia katakan akan di jadikan panutan bagi orang yang mengikutinya.

Kekurangan Nu itu adalah di sisi ulamanya yang hanya jago kandang. Hanya berdakwah di wilayah jawa lalu merasa besar di indonesia. Gak heran, ceramah mereka banyak beredar dalam bahasa jawa dan ini menyulitkan umat mendengarkan kajian mereka karena tidak semua orang indonesia bisa berbahasa jawa. Nu butuh sosok yang bisa menjadi pionir melawan ustad-ustad kondang yang sudah dulu berdakwah di sosial media dan mendapatkan tempat di hati umat.

Keberadaan Imam besar, Ustad somad, Ustad felix Shiauw, ustad Adi Hidayat, ustad Bachtiar Nasir yang selalu ramai di hadiri umat pengajiannya cukup mengkhawatirkan bagi NU. Mereka tidak ingin kyai dan ulama mereka terpinggirkan dalam euforia keberadaan ustad yang menjadi rujukan. Berbagai upaya NU agar kyai dan ulama mereka di libatkan dalam keramaian atau memberikan dakwah di tengah umat. Merapat ke pemerintah dan memberikan pandangan atas hal ini, bisa jadi itu awalnya kementrian agama merekomendasikan ustad2 dari NU yang jika kita liat daftar namanya banyak yang gak kita kenal.

Berbagai tuduhan mereka sematkan agar Ustad-ustad yang jadi rujukan umat terpinggirkan atau terhinakan. Tuduhan Radikal dan menyebarkan kebencian adalah cara mereka untuk menjatuhkan nama ustad-ustad tersebut. Penghadangan dan pelarangan sudah mereka lakukan dan dukungan media berita mempublikasikan bahwa pelarangan karena penyebaran kebencian terus mereka upayakan agar nama si ustad tidak lagi naik.

Sayang,…

Usaha yang mereka lakukan tidak pernah berhasil. Sebaliknya, dari usaha itu justru kecintaan umat pada ustad larangan mereka makin menjadi. Publik menilai, tuduhan radikal justru lebih cocok di sematkan pada mereka karena sudah terbukti melakukan penghadangan tanpa landasan hukum yang jelas.

Keberadaan dan kepopuleran miftah benar-benar di manfaatkan oleh mereka. Miftah yang dulu gak pernah nyenggol pihak manapun, saat ini sudah seperti papan iklan yang siap memasarkan pesanan yang di hadapkan padanya. IPF pernah di singgungnya. Khilafah pun ia katakan sebagai konsep yang gagal. Sekarang, acara Hijrah fest yang selalu mendapatkan sambutan meriah di katakan olehnya sebagai ajang menjual sertifikat doank. Tuduhan keji ia berikan agar apa yang ia tunjuk mendapatkan cibiran. Apakah ini akhlah ulama sebelah?

“Sama pelacur dan Pemabuk dia bisa berprasangka baik, namun sama saudara muslim yang membuat acara kebaikan justru berprasangka buruk”

Apa yang di katakan miftah adalah sebuah usaha. Usaha untuk memburukkan pihak lain agar umat bisa kembali menganggap organisasi mereka adalah organisasi yang melahirkan umat berkualitas. Ini sebenarnya hanya pertarungan meraih kesukaan umat atas eksistensi yang mereka lakukan di indonesia.

Secara Psikologis, NU itu sudah khawatir dan miris dengan banyaknya umat yang tidak berkiblat pada ajaran mereka. Bahkan, perkembangan ajaran salafy paling besar di basis daerah mereka, pulau jawa. Salafy adalah anti mainstream NU. Amalan yang di lakukan NU, selalu mendapatkan bantahan dari salafy hingga mereka berani katakan itu bid’ah. Perlahan namun pasti, terjadi pergeseran panutan di umat. Mereka yang dulunya NU, mulai meninggalkan kebiasaan yang di jalankan dalam hal amalan. Dan di pulau jawa sendiri, ajaran salafy cukup bagus perkembangannya. Kajian mereka selalu ramai dan di datangi umat.

Selain salafy, keberadaan ustad-ustad yang memenuhi pembicaraan ternyata bukanlah ustad mereka. Ustad somad itu Nu katanya, pernah menduduki jabatan di NU Riau. Namun ustad somad dalam memberikan pengajian, dirinya tegas mengatakan SALAH adalah SALAH dan BENAR adalah BENAR. Ketegasan ustad Somad ini mendapatkan perlawanan dari oknum NU dan mengatakan ia Radikal dengan ceramahnya. Saat kasus salib, banyak tokoh Nu justru menyalahkan dirinya dan ada juga yang menghujatnya.

Felix shiauw pun demikian. Seorang mualaf yang menjadi Ustad, menggelitik syaraf oknum NU. Apalagi dengan pembawaannya yang keukuh dalam memberikan pandangan khilafah, membuat tuduhan pada FS semakin liar. Menjadi bagian dari HTI dan wajib di hadang. Tuduhan pada Fs bukan itu saja, menganggap dia hanya mualaf dan tidak pernah makan bangku pesantren juga menja di bahan bagi mereka. Bagi mereka, seorang ustad itu harus ada sejarah pesantren mana yang menjadi tempat bergurunya. Tapi, kalau ngikuti pola pikir mereka ya salah juga. Karena kita bisa kasih bukti banyak bahwa gak semua lulusan pesantren itu berakhlak mulia.

Kasus suap di kemenag contohnya. Anak kyai, tapi gak mempunyai akhlak yang sama dengan bapaknya.

Hijrah Fest

Hijrah fest ini memang fenomena, di penampilan perdananya bisa meraih animo masyarakat yang datang. Membludak dan sangat antusias. Ada cerita haru dari orang-orang yang mencoba hijrah, dan ada semangat bagi yang mendengarkan hal itu sebagai motivasi baginya untuk berbuat kebaikan dan kebenaran. Rata-rata yang datang ke acara Hijrah fest adalah anak muda milenial. Dan ini menggembirakan jika anak muda sangat antusias, karena dengan godaan yang mereka dapatkan sebenarnya mereka adalah calon potensial yang bisa rusak imannya.

Kehadiran Hijrah fest dengan berbagai artis yang terlibat di dalamnya harus di apresiasi sebagai bentuk kebangkitan iman umat.

Tapi, ada yang gak senang dengan acara ini. Ketidak senangan mereka bisa jadi karena tidak ada undangan pada diri mereka sebagai yang mengaku organisasi terbesar di Indonesia. Antusias umat ini mereka anggap salah karena ketiadaan mereka di dalam, karena gak ada maka mereka bisa menuduh apapun atas acara tersebut. Ini yang saya sebut adalah Iri dan Dengki. Ketidak mampuan mereka membuat acara serupa membuat mereka menjadi kalap dan bermain tuduhan jahat.

Masalah harga tiket kok bisa jadi tuduhan menjual sertifikat. Ya wajar kalau harga tiket di tetapkan, karena dari harga tiket itu banyak yang di dapat oleh pengunjungnya. Ada donasi juga di dalamnya, berbagai macam event bisa di datangi dan moment itu hanya terjadi di acara hijrah fest. Ada 40 puluhan ulama datang dan siap memberikan siaraman rohani. Ulama yang kerap mereka liat di TV, saat ini hadir di hadapan mereka. Saya pikir suatu kebangaan apabila kita bisa bertatap muka secara langsung dengan ulama yang jadi rujukan.

Yang pasti uang tiket Hijrah fest bukan untuk membeli bibit jagung atau untuk uang welas asih pesugihan ilmu kebal dengan ayat-ayat alquran yang di tuliskan pada sekujur badan. Atau untuk membayar biduan dangdut, karena di Hijrah fest gak akan ada di temui dangdut koplo ala nganu.

Uang tiket itu sebagai ganti biaya yang sudah di keluarkan oleh panitia dalam menyewa gedung, dalam menyiapkan akomodasi para ulama yang di undang, juga ada donasi bagi korban bencana. Semuanya berbau positif. Jika ada yang negatif, berarti pikiran orang yang menganggap itu yang berbau.

Seharusnya gak perlu di komentari miring. Cukup buat acara serupa dan buktikan mampu mengemas acara demikian dan bertujuan baik bagi anak muda kita. Syukur-syukur acaranya juga mendapatkan sambutan baik atas keinginan hijrah umat. Kalau hanya menuding dan berteriak fitnah, yakinlah

“Anjing pun sangat pandai menggonggong-i orang, yang baunya gak sama dengan tubuhnya.”

Refly Harun berkata:

“lawan Tulisan dengan Tulisan. Dan biarkan Publik yang menilai sejauh apa tulisan itu bisa di jadikan kebenaran”

Silahkan lawan aksi dengan aksi, dan biarkan publik yang menilai aksi mu yang lebih baik atau aksi lawan mu yang memang memukau. Jangan karena merasa gak senang, lalu melemparkan tuduhan sepihak yang gak bisa di pertanggung jawabkan.

Ulama mu gak laku? Maka cobalah mengubah sikap benci di badan sebelum melemparkan kebaikan pada orang lain. Cobalah berceramah dengan bahasa nasional, katanya kita NKRI. Bahasa nasional akan membuat umat bisa mengartikan apa yang di ceramahkan.

Organisasi mu di pandang miring saat ini? Bercerminlah, sebelum menyalahkan orang lain baiknya periksa orang dalam sendiri. Siapa tau ada penumpang gelap di sana dan dirinyalah yang membuat organisasi mu menjadi sasaran tembak umat

Acara mu hanya di ramaikan santritri pesantren tanpa ada kunjungan dari non pesantren? Maka berbaurlah dengan semua, bersosial tanpa harus menebarkan kebencian pada pihak lain. Jika ingin mengangkat nama, jangan sampai memijak kepala orang lain.

Kyaimu gak pernah ceramah di luar pulau jawa…?

Ya kamu harus tau, bahwa umat muslim ini tersebar di seluruh indonesia. Dan Indonesia itu bukan hanya pulau jawa. Pakaian nasional mereka bukan hanya kain kebaya. Berbaurlah dan pahami karakter daerah lain agar bisa di terima dan siapa tau di undang buat ceramah juga seperti ustad-ustad yang saat ini tetap eksis menjalani kegiatan dakwah.

Perbedaan itu katanya di sikapi dengan kegembiraan, lalu kenapa berbeda dengan saudara seiman justru menganggap itu lawan? Mengapa harus melemparkan tuduhan? Jika tabayun menjadi dasar berkomentar, dimanakah adab itu ketika berbicara liar?

Jangan di jawab, tapi MIKIR…!

Belum End. (*)

*Penulis: Setiawan Budi

1 comment

Pak Rena said...

Masyaa Alloh, izin share tulisan nya mas 🙏

Powered by Blogger.