Oleh: BangJO | Jabungonline.com
Dalam negara demokrasi, setiap pemimpin semestinya terbuka terhadap kritik, apalagi jika menyangkut aspek fundamental seperti legalitas dan kredibilitas personal. Tapi yang terjadi akhir-akhir ini justru sebaliknya: tim hukum Presiden Joko Widodo tampak semakin panik dan represif, bukan solutif. Alih-alih menjawab dengan bukti terang, mereka justru sibuk membangun narasi-narasi yang cenderung membingungkan—kalau tidak bisa dibilang menyesatkan.
Mengapa ketakutan begitu kentara?
Kita melihat pola komunikasi yang kerap defensif, penuh ancaman hukum, namun miskin data. Narasi dibangun dengan nada emosional dan seolah ingin menggiring opini publik bahwa siapa pun yang mempertanyakan ijazah atau rekam jejak akademik Presiden adalah penyebar hoaks atau pengacau.
Padahal, pertanyaan tentang keaslian dokumen atau keterlibatan dalam kegiatan akademik seperti KKN adalah pertanyaan sah dalam ruang demokrasi. Ini bukan fitnah, ini pertanyaan. Dan dalam negara sehat, pertanyaan tidak boleh dibungkam—harus dijawab.
Namun Tim Hukum Jokowi lebih memilih jalan intimidasi. Menggugat warga, membungkam konten, hingga mengemas argumen hukum sebagai senjata politik. Seolah mereka berkata, "Kalau bertanya, kami pidanakan." Ini bukan cara seorang pemimpin menjawab rakyat, ini cara rezim menjaga mitos.
Narasi Menyesatkan: Membalikkan Fakta Jadi Emosi
Yang lebih mengkhawatirkan adalah upaya sistematis untuk membingkai kritik sebagai bentuk kebencian atau ujaran kebohongan. Dengan modal media arus utama dan influencer loyalis, pertanyaan sederhana tentang data akademik malah disulap menjadi serangan pribadi.
Retorika dibalikkan:
- “Sudah dibuktikan di pengadilan,”
- “Jangan ragukan Presiden yang sudah bekerja,”
- “Hanya oknum tidak waras yang mempermasalahkan hal begini.”
Padahal kita tahu, pengadilan pun bisa keliru bila hanya bertumpu pada formalitas, bukan fakta substantif. Dan kerja baik tak menghapus kewajiban untuk jujur soal masa lalu. Tidak ada preseden hukum bahwa bekerja keras bisa menutupi ijazah palsu.
Ketakutan itu Riil, Tapi Tidak untuk Kita
Jika tim hukum Jokowi benar, kenapa mereka tampak gugup? Kenapa setiap kritik dibalas dengan gugatan? Kenapa tidak buka saja dokumen lengkap, bukti lapangan KKN, dan transkrip otentik?
Jawabannya jelas: mereka tidak sedang membela fakta, mereka sedang menjaga konstruksi cerita.
Dan seperti semua cerita fiktif, satu lubang kecil bisa membuat bangunannya runtuh.
Catatan Penutup:
Mereka mungkin bisa membungkam satu dua suara lewat pasal-pasal karet. Tapi publik yang sadar tidak akan diam. Kita tidak sedang bicara soal Jokowi saja, tapi soal standar kepemimpinan yang jujur, akuntabel, dan terbuka. Kalau pemimpin bisa lolos dari verifikasi dasar seperti ini, lalu untuk apa ada sistem pendidikan dan hukum di negeri ini?
Redaksi Jabungonline.com
#TetapMenyalaJujur #TetapKritisSampaiTuntas