Pasca Rezim Jokowi: Warisan Post-Truth dan PR Demokrasi

Oleh: BangJO – Jabungonline.com

Rezim Presiden Joko Widodo mungkin segera berakhir, tapi warisan budaya politik yang ia tinggalkan akan terus membayangi arah bangsa. Di tengah pembangunan yang diklaim monumental, masyarakat justru diwarisi kerusakan halus namun sistemik — budaya post-truth dan pembenaran tanpa rasa malu.

Pertanyaannya bukan lagi “siapa presiden setelah Jokowi?”, tapi “apa sistem nilai yang ia warisi?”. Dan sayangnya, jawabannya tidak ringan.

Normalisasi Pembengkokan Kebenaran

Setelah bertahun-tahun dijejali narasi yang dibentuk oleh buzzer, framing media partisan, dan pembenaran institusional, publik kini terbiasa hidup di antara abu-abu kebenaran. Tidak penting lagi benar atau salah — yang penting siapa yang lebih berkuasa memengaruhi persepsi.

Akibatnya, di era pasca Jokowi, siapa pun pemimpinnya akan menghadapi rakyat yang: skeptis terhadap data, apatis terhadap etika, dan permisif terhadap pelanggaran.

Ini adalah kerusakan epistemik — ketika masyarakat kehilangan alat untuk membedakan fakta dari fiksi.

Demokrasi yang Pincang karena Legasi Post-Truth

Pemilu 2024 jadi bukti nyata betapa warisan post-truth bertahan kuat. Mulai dari drama hukum di Mahkamah Konstitusi, penggiringan opini oleh lembaga survei, hingga kerja sistematis buzzer untuk membungkam kritik.

Pasca Jokowi, demokrasi Indonesia mungkin masih hidup secara prosedural — tapi secara substansial sedang sekarat. Demokrasi yang sehat butuh kebenaran sebagai fondasi. Tanpa itu, kita hanya punya teater lima tahunan yang penuh akting tapi kosong makna.

Tantangan Pemimpin Selanjutnya

Presiden pengganti Jokowi akan memikul beban berat: mengembalikan kepercayaan publik terhadap kebenaran itu sendiri. Tantangan mereka bukan hanya soal ekonomi, lingkungan, atau politik luar negeri. Tapi yang lebih fundamental adalah:

Memulihkan otoritas moral lembaga negara. Menciptakan ruang publik yang bebas dari teror opini bayaran. Memberdayakan rakyat untuk berpikir kritis, bukan sekadar loyal.

Jika tidak, maka siapa pun presidennya hanya akan melanjutkan sandiwara, bukan membawa perubahan.

Harapan: Reset Budaya Politik

Yang kita butuhkan bukan hanya transisi kekuasaan, tapi reset budaya politik. Indonesia harus keluar dari jebakan post-truth dan mulai membangun budaya baru:

Budaya berani salah, tapi mau belajar. Budaya kritik sehat, bukan hujat murahan. Budaya pemimpin yang takut bohong, bukan takut tidak populer.

Penutup

Pasca Jokowi, Indonesia sedang berdiri di simpang jalan sejarah: melanjutkan budaya pembenaran, atau mengembalikan martabat kebenaran. Tidak ada jaminan, tapi satu hal pasti — jika kita tidak belajar dari warisan post-truth ini, maka siapapun pemimpin selanjutnya hanya akan jadi pengganti nama, bukan pembawa arah.

“Kebenaran bisa kalah dalam pemilu, tapi tidak boleh dikalahkan dalam sejarah.”
---

Jabungonline.com – Tetap Menyala, Menolak Bungkam.

Posting Komentar

Jabungonline.com sangat menghargai pendapat Anda. Bijaklah dalam menyampaikan komentar. Komentar atau pendapat sepenuhnya menjadi tanggung jawab Anda sesuai UU ITE.

Lebih baru Lebih lama