Kisah Tragis Pengabdian Taruna Akmil Blasteran Enzo Allie



Jabung Online - Ingin menjadi prajurit TNI yang saleh, keinginan seorang pemuda bernama Enzo Zenz Allie jauh sebelum menjadi Taruna Akmil.

Hal itu diutarakannya kepada guru kimianya saat duduk di bangku sekolah menengah atas, Deden Ramdani. Masjid Nurul Mahmudah, Al Bayan, menjadi saksi ucapan Enzo seusai salat asar.

"Enzo pernah menyampaikan ke saya kalau dia ingin menjadi prajurit TNI saleh. Itu saya merinding dengernya," kata Deden Ramdani, guru kelas Enzo, saat ditemui di ruangannya, Rabu 7 Agustus 2019.

Al Bayan berlokasi di Desa Bandulu, Kecamatan Anyer, Kabupaten Serang, Banten. Bila dari arah Kota Cilegon menuju Pantai Pasir Putih Anyer, maka sekolah SMA sekaligus pondok pesantren (ponpes) itu berada di sebelah kiri jalan.

Enzo merupakan putra dari pasangan almarhum Jean Paul Francois, warga negara Prancis, dan ibu seorang warga negara Indonesia bernama Siti Hajah Tilaria.

"Enzo selama di pesantren memang lebih tekun, lebih giat, lebih rajin dari siswa pada umumnya guna mengejar cita-citanya yang ingin menjadi militer," terangnya.

Sejak kelas 10 SMA di Al Bayan, Enzo Zenz Allie menang dikenal giat melatih kemampuan fisiknya, agar lolos menjadi Taruna Akmil. Bahkan, dia mampu push up 100 kali dalam sehari. Enzo juga kerap berlari di pantai Anyer saat sore hari.

"Tidak jarang saya melihat dia lari sendirian gitu yah. Bahkan, sebelum subuh pernah saya lihat (lari) sendirian. Karena dia menyadari akan ke Akmil," jelasnya.

Enzo memang terkenal gigih. Saat masuk ke SMA Boarding School Al Bayan, Enzo masih kesulitan berbahasa Indonesia. Mau tak mau, dia harus mendalami mata pelajaran tersebut kepada seorang guru bernama Yudi.

Bahkan, saat malam hari, Enzo mendatangi mess gurunya dan belajar di masjid sekolah untuk memperdalam Bahasa Indonesia.

"Ketika ada kesulitan biasanya curhat ke (guru bagian) kurikulum. Dia sampai minta tambahan waktu untuk privat Bahasa Indonesia. Saya persilakan silaturahim, baik ke rumahnya (guru) maupun di masjid," kata Deden Ramdani.

Di lain sisi, pihak sekolah meminta Enzo menularkan kemampuan Bahasa Prancis ke siswa lainnya.

Enzo lalu diangkat menjadi guru bagi teman-temannya untuk belajar Bahasa Prancis saat malam hari.

"Ada pekan bahasa namanya. Bahasa Prancis, dulu Enzo yang suka ngisi (mengajarkan). Kemudian Bahasa Inggris. Ada malam kebahasaan, bakda Magrib biasa dilaksanakan," terangnya.

Kini, Enzo Zenz Allie telah meraih mimpinya, menjadi Taruna Akmil.

Sosoknya mendadak viral setelah dirinya berbincang dengan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menggunakan Bahasa Prancis.
Namun, dari sinilah, masalah itu terjadi....

Tudingan Terpapar Radikalisme

Tak lama setelah video percakapan Enzo dengan Panglima TNI viral, beredar isu bahwa pemuda blasteran Prancis bernama itu terpapar radikalisme. Isu ini berawal dari foto dalam akun Facebook Enzo Allié.

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Sisriadi menyampaikan, pihaknya sudah sangat selektif dalam menyaring para taruna Akmil. Termasuk kepada Enzo Zenz Ellie.

"Tidak (radikal). Kita kan ada sistem seleksi yang berbeda dengan seleksi orang mau kerja sif siang, sif malam. Ini untuk megang senjata dia. Jadi sudah selektif," tutur Sisriadi saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (7/8/2019).

Menurut dia, TNI memiliki sistem seleksi mental ideologi. Mulai dari tes tertulis, wawancara, hingga penelusuran media sosial milik calon taruna akmil.

"Jadi itu sudah kita lakukan semua. Kalau masalah terpapar itu banyak orang terpapar. Mungkin mereka memberikan pendapat-pendapat tentang apa gitu," jelas dia soal Enzo Zensi Ellie.

Terlebih, selama masa pendidikan tiga bulan pun seluruh taruna akan menjalani pelatihan yang dapat membuatnya bersih dari berbagai pola pikir.

"Kemudian tiga bulan ini dia kan jadi nol lagi. Menjadi manusia biasa, bukan dengan segala ininya, mungkin bahasanya yang dia ahli itu bisa lupa itu. Pak Prabowo waktu masuk TNI kan dia tidak bisa bahasa Indonesia, bisa patah-patah.
Wong sekolahnya dari kecil sampai SMA di Amerika kan. Zaman itu kita anti Amerika juga kan. Tapi enggak ada masalah. Sistem di TNI kita punya sistem untuk menyaring, namanya sistem seleksi dan klasifikasi. Jadi alat saringnya itu ketat sekali," kata Sisriadi.

"Kemudian potensi ekstremnya kita bisa baca di hasil psikotes, di hasil kepribadiannya. Kebaca di situ ini anak begini begitu. Kalau enggak lolos, dia kecoret di situ," Sisriadi menandaskan.

Juru Bicara Badan Intelijen Negara (BIN), Wawan Hari Purwanto angkat bicara mengenai taruna Akademi Militer (Akmil) TNI, Enzo Zenz Allie yang diisukan terafiliasi organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Wawan menegaskan, mental ideologi TNI tak boleh melenceng dari Pancasila.

"Seorang perwira tak boleh cacat ideologi atau mengimani ideologi yang berbeda dengan Pancasila," kata Wawan dalam diskusi Enzo, Pemuda dan Kemerdekaan di kawasan Jakarta Pusat, Sabtu (10/8/2019).

Namun, lanjut dia, tudingan itu harus objektif.
Menurut dia, BIN sendiri tidak mau terjerumus dalam sebuah fitnah yang menuding taruna berbakat itu sebagai kelompok ekstremis.

"Karena kita juga tidak ingin terjebak di dalam sebuah asumsi saja, apalagi fitnah. Jadi semua ini harus objektif dan harus juga mendekati (menggali) dari semua pihak," ucap Wawan.

Keterangan terkait Enzo bisa digali melalui pihak keluarga dan orang terdekatnya. Di samping juga komunitas-komunitas yang pernah ia ikuti.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) siap membantu TNI jika diminta menelusuri jejak digital Enzo Zenz Allie, taruna akademi militer yang diisukan terafiliasi organisasi terlarang. Kominfo hingga kini belum mendapatkan permintaan dari TNI.

"Kami belum diminta untuk verifikasi, kalau diminta untuk pihak TNI , kami baru akan lakukan itu," kata Plt Kabiro Humas Kominfo, Ferdinandus Setu di kawasan Jakarta Pusat, Sabtu (10/8/2019).

Kepala Staf Kepresidenan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko percaya, TNI pasti akan melakukan penelitian personel secara ketat untuk mengetahui detail tiap taruna, termasuk Enzo.

"TNI itu mengenal namanya penelitian personel yang bertahap dan berlanjut. Jadi itu nanti akan terlihat dan diikuti dari waktu ke waktu. Apalagi dalam pendidikan itu akan diikuti dengan baik," kata Moeldoko di Unair, Surabaya, Sabtu (10/8/2019).

Dengan adanya penelitian yang bertahap dan ketat tersebut, Moeldoko yakin tiap taruna yang "melenceng" pasti akan ketahuan dan diberhentikan.

"Suatu saat orang-orang yang yang memiliki catatan-catatan itu pasti ketahuan. Kalau itu nyata-nyata pasti akan dikeluarkan. Apalagi di pendidikan. Itu pasti," kata Moeldoko. (LT6)

No comments

Powered by Blogger.