Politikus PKS Nasir Djamil Kritisi KPK



Jabung Online  -- Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil mengkritisi budaya kerja di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dianggap kurang baik.

Ia menilai iklim kerja di internal KPK dipenuhi dengan budaya saling mencurigai antara satu pegawai dengan pegawai lainnya meskipun saling bekerja sama di institusi tersebut.

"Budaya KPK itu budaya saling mencurigai, antara lantai 1 dan lantai lainnya, itu penuh dengan kecurigaan, konon katanya kalau ada karyawan dari lantai 1 mau ke lantai 2 pasti dicurigai, ini ngapain ke sini, ada apa, dan sebagainya," kata Nasir dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (7/9).

Tak berhenti sampai di situ, Nasir mengatakan banyak kekuatan lain yang dianggap sebagai 'Kuda Troya' yang sengaja dimasukkan ke KPK selama ini. Ia menyatakan hal itu berdasarkan salah satu tulisan mantan Ketua KPK Taufiequrachman Ruki yang menyebut ada Kuda Troya dalam KPK.

Kuda Troya dikenal dalam cerita perang antara Yunani dengan Troya. Kala itu orang-orang Yunani membangun sebuah kuda kayu raksasa dan menyembunyikan beberapa orang di dalamnya.

Orang-orang Troya menarik kuda kayu tersebut ke kota mereka sebagai lambang kemenangan. Namun, saat keadaan sepi pasukan Yunani keluar dari kuda kayu tersebut dan menghancurkan Troya. Istilah Kuda Troya kerap diidentikkan dengan tipu daya mengundang musuh ke tempat yang seharusnya terlindungi.

Nasir mengatakan salah satu indikasi ada 'Kuda Troya' di internal KPK bisa dilihat ada pihak yang sengaja membidik seseorang untuk dicari kasus korupsinya. Ia sendiri enggan menjelaskan siapa yang dimaksudnya sebagai 'Kuda Troya' itu.

"Banyak Kuda Troya di KPK ini, yang ingin menembak ini, menembak itu dan sebagainya," kata dia.

Melihat hal itu, Nasir mengatakan DPR memiliki semangat untuk terus memperbaiki dan memperkuat KPK dalam memberantas korupsi di Indonesia. 

PKS, kata dia, telah mengambil sikap untuk berada di tengah-tengah dalam menyikapi revisi UU KPK yang kini telah bergulir di DPR. Ia menyebut pihaknya tak ingin KPK sebagai institusi yang terlalu lemah maupun terlalu kuat dalam menjalankan tugasnya memberantas korupsi.

"Kalau terlalu kuat, dan tak ada instrumen yang mengawasi itu, itu tak bisa di kontrol. Jadi memang kita evaluasi, jangan sampai KPK itu tak bisa di kontrol. Dan enggak boleh juga KPK mengontrol dirinya sendiri. Jangan gitu," kata dia.

Di tempat yang sama, mantan Ketua KPK Abraham Samad membantah hal tersebut. Ia menegaskan KPK memiliki budaya kerja yang paling ideal dan dijadikan contoh oleh kementerian atau lembaga negara lainnya.

"Saya juga mau klarifikasi, di KPK katanya punya budaya kerja yang jelek dan mencurigakan. Sekali lagi saya bantah, karena KPK budaya kerja yang paling ideal di antara lembaga-lembaga negara yang ada, dan jadi role model," kata Samad.

Lebih lanjut, Samad mencontohkan bahwa para pimpinan KPK pernah diundang oleh Bank Indonesia (BI) untuk membentuk dan menyusun kode etik di lembaga tersebut.

"Misalnya etik. Code of conduct. BI bahkan melihat budaya kerja yang bagus adalah KPK, bahkan kita diundang oleh BI," kata dia.

No comments

Powered by Blogger.