Apakah DPR Periode Baru Dukung Perppu KPK?

Jika akhirnya menerbitkan perppu KPK, Jokowi tetap membutuhkan persetujuan DPR untuk mengesahkannya menjadi undang-undang. Foto: ANTARA

Presiden Joko Widodo terus didesak menerbitkan perppu untuk membatalkan revisi UU KPK. Kalaupun peraturan setingkat undang-undang itu diterbitkan, nasib KPK akan tetap berada di tangan DPR karena legislatif akhirnya harus memutuskan persetujuan atau penolakan mereka.


Sebanyak 575 anggota DPR dari sembilan partai politik resmi dilantik untuk duduk di Senayan periode 2019-2024, Selasa (01/10).


Pada hari pertama mereka, belum tampak perubahan sikap DPR terhadap desakan mahasiswa dan pegiat demokrasi terkait pembatalan UU KPK terbaru.

PKS dan Gerindra adalah dua fraksi di DPR yang masih mengklaim konsisten menolak UU KPK terbaru.
Anggota DPR dari Gerindra, Andre Rosiade, menyebutkan Jokowi harus menjadikan hiruk pikuk unjuk rasa di berbagai daerah sebagai alasan kegentingan memaksa menerbitkan perppu pembatalan revisi UU KPK.


"Kalau presiden menerbitkan Perppu KPK, kami setuju. Kalau memang ada keinginan itu, kami akan mendukung penuh," kata Andre.

"Tapi kuncinya saat ini ada di presiden, bukan di DPR. Jangan lempar batu sembunyi tangan, masalahnya di presiden, terbitkan saja perppunya, kami akan dukung," tuturnya.


Tujuh dari sepuluh fraksi DPR periode 2014-2019 menyetujui pengesahan UU KPK, 17 September lalu. Di luar PKS dan Gerindra yang menolak, satu suara abstain kala itu dinyatakan Demokrat.

`Jangan langkahi DPR`

Menurut anggota DPR dari Fraksi NasDem, Taufiqulhadi, demonstrasi yang masih terus berlangsung hingga Selasa kemarin tak dapat menjadi alasan konstitusional Jokowi menerbitkan perppu pembatalan UU KPK baru.


Kalaupun benar-benar berniat membuat perppu, Taufiqulhadi mendesak Jokowi menjalin komunikasi politik terlebih dulu dengan DPR. Alasannya, kata dia, agar DPR tidak merasa dilangkahi presiden.


"Demonstrasi tidak ada hubungannya dengan isu ini," kata Taufiqulhadi saat dihubungi.


"Perppu tidak perlu karena tidak mendesak, tapi apa pun keputusannya, kami akan tetap mendukung presiden."


"Perlu komunikasi politik yang baik antara presiden dan DPR, jangan sampai DPR merasa fait accompli," tuturnya.


Merujuk tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, perppu yang diterbitkan presiden harus diajukan ke DPR untuk dibahas dalam persidangan setelahnya.


Pengajuan itu dalam rangka mengubah perppu menjadi undang-undang. DPR hanya bisa memberi dua jawaban kepada presiden: setuju atau menolak.

Jika DPR menolak, maka perppu tersebut otomatis tidak berlaku dan UU yang dibatalkannya akan kembali berlaku.

Bagaimana pun, perppu dianggap sebagai satu-satunya opsi Jokowi konsitusi untuk memenuhi janji kampanyenya memperkuat pemberantasan korupsi.
Pada pemilihan presiden 2019, salah satu visi Jokowi adalah ``Penegakan sistem hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya..

Kalau pun DPR akhirnya menolak perppu itu menggantikan UU KPK baru, instrumen hukum itu dapat menjadi bukti keberpihakan Jokowi, kata Herlambang Perdana, pakar hukum tata negara dari Universitas Airlangga.

"Tidak akan ada hal yang sia-sia dalam menjaga pemberantasan korupsi. Komitmen Jokowi ditagih karena dia pernah berjanji," kata Herlambang.

"Mengupayakan desakan itu dengan kewenangan konsitusional setidaknya menjadi penanda bahwa Jokowi menjaga gerakan pemberantasan korupsi. Itu langkah yang dinantikan," ujarnya.

Meski sudah disahkan dua pekan lalu, UU KPK baru belum dapat dijalankan karena urung teregistrasi di lembaran negara. Senin lalu beleid itu digugat ke Mahkamah Konstitusi tapi para hakim menilai perkara itu sulit disidangkan karena belum berlaku.

Seperti dilansir situs resmi MK, hakim konsitusi Enny Nurbaningsih berkata, "Apa sebetulnya yang ingin ajukan permohonannya. Harus ada kepastian dahulu, ingin mengajukan pengujian terhadap UU yang mana ke MK."

"Karena bagaimana pun juga tidak mungkin MK putusannya bertuliskan titik-titik, kan harus ada kepastian," kata Enny dalam sidang perdana judicial review tersebut.

Adapun, gelombang unjuk rasa diperkirakan belum akan berakhir, terutama yang mempersoalkan pasal-pasal kontroversial, salah satunya pasal kewenangan pro justisia Dewan Pengawas yang ditunjuk presiden.
Dalam pernyataan terakhirnya, Jokowi mengaku menerima beragam masukan terkait UU KPK baru, termasuk dari sejumlah tokoh publik yang diundangnya ke Istana Negara, Jumat pekan lalu.
"Berkaitan dengan UU KPK yang sudah disiarkan oleh DPR, banyak sekali masukan itu berupa Perppu."


"Tentu saja masukan ini kami hitung, kalkulasi, dan nanti setelah itu akan kami putuskan dan sampaikan kepada senior-senior yang hadir," kata Jokowi.

No comments

Powered by Blogger.