Empat Jurnalis di Lampung Alami Kekerasan Saat Liput Demo

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Bandar Lampung dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Lampung membuka posko pengaduan kekerasan terhadap jurnalis.
Sejumlah mahasiswa bentrok dengan aparat kepolisian saat demonstrasi menolak Omnibus Law Cipta Kerja di lingkungan kantor Pemerintah Provinsi Lampung, Lampung, Rabu (7/10/2020). (ANTARA FOTO/ARDIANSYAH)

Jabung Online 
-- Sedikitnya empat jurnalis di Lampung mengalami kekerasan selama meliput demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law pada Rabu dan Kamis, 7-8 Oktober 2020. Data itu dihimpun hingga Jumat (9/10).

Mereka mengalami serangan fisik maupun verbal ketika mengambil gambar atau video terkait tindakan represif aparat terhadap para demonstran.

Berikut kronologi kekerasan yang dialami para jurnalis di Lampung. Pada Rabu (7/10), Syahrudin (jurnalis lampungsegalow.co.id) dan Heridho (jurnalis Lampungone.com) mengalami intimidasi dari oknum polisi berpakaian preman di Jalan Wolter Monginsidi, Telukbetung.Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Bandar Lampung dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengurus daerah Lampung kemudian membuka posko pengaduan kekerasan terhadap jurnalis.

Saat itu, kedua jurnalis tersebut sedang meliput kericuhan antara para pedemo dengan aparat. Mereka merekam tindakan aparat yang sedang memukuli pelajar SMA menggunakan besi dan kayu. Kemudian, oknum polisi membentak para jurnalis itu dan memaksa agar menghapus rekaman video.

Selanjutnya, Kamis (8/10), Hari Ajahar (jurnalis Radar Lampung Radio) dan Angga (jurnalis Metro TV) mengalami intimidasi ketika meliput aksi sweeping anggota kepolisian. 

Menanggapi hal tersebut, Ketua IJTI Lampung Hendri Yansah mengecam tindakan anggota kepolisian yang mengintimidasi dan mengancam jurnalis saat meliput demonstrasi penolakan Omnibus Law.Pada saat itu, mereka mengambil video penyisiran sejumlah titik, di mana aparat menghalau pelajar yang hendak mengikuti aksi di Bundaran Tugu Adipura. Kedua jurnalis itu kemudian dipaksa oknum polisi menghapus foto dan rekaman video aparat memukuli para siswa.

Menurutnya, polisi berlaku semena-mena terhadap wartawan yang sedang menjalankan tugasnya. Padahal, pekerjaan jurnalis dilindungi Undang-undang 40 Tahun 1999 tentang Pers.

"IJTI Pengda Lampung mengimbau rekan-rekan wartawan untuk berhati-hati saat meliput di lapangan. Selain itu, polisi harus memberi perlindungan dan mesti tahu yang mana wartawan dan pedemo," kata Hendri.

"Kami meminta kapolda untuk memproses anggotanya yang melakukan kekerasan terhadap jurnalis. Tahun lalu, pada aksi #ReformasiDikorupsi, belasan jurnalis menjadi korban kekerasan ketika merekam aksi represif aparat terhadap demonstran. Sebagai pejabat negara yang profesional, kapolda mesti segera mengambil tindakan tegas," ujarnya.

Hal senada disampaikan Ketua AJI Bandar Lampung Hendry Sihaloho. Dia mengingatkan pihak kepolisian untuk menghormati UU Pers. 

Keberadaan jurnalis di lapangan, hendak melaporkan realitas demonstrasi penolakan Omnibus Law kepada publik.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Bandar Lampung dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengurus daerah (Pengda) Lampung, meminta para jurnalis yang mengalami kekerasan dalam bentuk apa pun segera melapor.

Begitu pula dengan masyarakat yang mengetahui aksi kekerasan terhadap wartawan pada aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja atau Omnibus Law. Jurnalis dan masyarakat dapat menghubungi nomor 082377000045 dan +62 831-6931-9093.

(zai/pmg)

No comments

Powered by Blogger.