Oleh: Ali Rosad – Pemerhati Pendidikan
Kasus dugaan pemerasan oleh oknum LSM terhadap Direktur RS Abdul Moeloek Lampung sebenarnya hanyalah potret kecil dari fenomena yang lebih luas. Dalam dunia pendidikan, praktik serupa juga kerap terjadi dan meresahkan.
Tidak sedikit oknum LSM mendatangi sekolah dengan berbagai alasan klasik, mulai dari meminta uang untuk membeli bensin, perbaikan kendaraan, biaya anak sakit, hingga kebutuhan pribadi seperti hajatan atau tunggakan listrik rumah. Jika permintaan ini tidak dipenuhi, ancaman halus mulai dimainkan—misalnya dengan mengatakan akan “diberitakan” atau dipublikasikan secara negatif.
Kondisi ini membuat kepala sekolah berada pada posisi sulit. Di satu sisi mereka ingin menjaga nama baik sekolah, kenyamanan guru, serta keamanan jabatannya. Namun di sisi lain, tekanan psikologis akibat ancaman publikasi membuat sebagian kepala sekolah akhirnya memilih jalan pragmatis: memberikan sejumlah uang demi meredam masalah. Celakanya, pola ini justru menciptakan lingkaran setan pemerasan yang terus berulang.
Perspektif Kepala Sekolah
Seharusnya kepala sekolah tegas menolak praktik pemerasan. Ketakutan berlebihan hanya akan melemahkan posisi tawar sekolah. Jalan keluarnya adalah dengan selalu mengedepankan transparansi administrasi, baik penggunaan dana BOS maupun dana komite. Dengan keterbukaan, ancaman publikasi buruk tidak lagi menakutkan karena semua data dapat dipertanggungjawabkan.
Selain itu, kepala sekolah juga perlu berani melaporkan jika terdapat oknum LSM yang jelas-jelas melakukan pemerasan. Aparat penegak hukum (APH) harus dilibatkan agar persoalan ini tidak lagi dibiarkan berlarut-larut.
Perspektif Kepala Dinas Pendidikan
Kepala dinas tidak boleh bersikap lepas tangan. Mereka harus menjadi tameng bagi para kepala sekolah. Jika kepala sekolah dibiarkan menghadapi ancaman sendirian, maka kepala dinas kehilangan perannya sebagai pelindung institusi.
Diperlukan mekanisme pengaduan resmi yang melibatkan APH serta sosialisasi kepada kepala sekolah agar tidak takut terhadap ancaman berkedok “jurnalistik” atau “kontrol sosial”. Dengan perlindungan seperti ini, kepala sekolah tidak lagi sendirian menghadapi tekanan.
Perspektif LSM
LSM sejatinya adalah mitra kritis pemerintah dan masyarakat. Perannya sangat penting sebagai pengawas independen untuk mendorong transparansi, akuntabilitas, dan keadilan. Namun jika fungsi ini disalahgunakan menjadi alat pemerasan, maka nama baik LSM secara keseluruhan tercoreng.
Oknum-oknum yang menjadikan LSM sebagai tameng pemerasan perlu ditindak. Sebab, tindakan mereka merusak citra gerakan masyarakat sipil yang sejatinya mulia. LSM seharusnya hadir memberi masukan berbasis data, bukan memanfaatkan kelemahan birokrasi untuk kepentingan pribadi.
Penutup
Maraknya praktik pemerasan di sekolah menunjukkan adanya penyalahgunaan peran kontrol sosial. Kepala sekolah harus memperkuat transparansi dan berani melawan pemerasan. Kepala dinas wajib hadir melindungi serta mendampingi sekolah. Sementara itu, LSM harus kembali pada khittahnya: menjadi mitra masyarakat, bukan pemeras masyarakat.
Redaksi Jabungonline.com