Di tengah derasnya arus informasi, profesi wartawan seharusnya berdiri di garda depan sebagai penjaga kualitas berita. Namun, belakangan ini publik semakin sering disuguhi tulisan-tulisan serampangan yang justru mencoreng wajah pers. Parahnya, hal ini banyak dilakukan oleh oknum yang mengaku “wartawan” atau LSM, tetapi sama sekali tidak memiliki bekal dasar dalam menulis berita.
Tidak Paham Teknik Penulisan
Menulis berita bukan sekadar menyusun kata. Ada kaidah, struktur, dan kode etik yang wajib dipahami. Fakta harus dipisahkan dari opini, akurasi harus dijunjung tinggi, dan bahasa harus lugas serta mudah dipahami. Sayangnya, banyak tulisan yang berserakan di media daring justru penuh dengan kalimat berputar-putar, tidak jelas narasumbernya, bahkan menyalahi pakem dasar penulisan berita.
Mengabaikan Ejaan yang Disempurnakan (EYD)
Lebih memprihatinkan lagi, mereka yang mengaku “wartawan” atau aktivis LSM kerap menulis dengan bahasa amburadul. Huruf besar dan kecil dipakai semaunya, tanda baca diabaikan, hingga kesalahan tata bahasa yang membuat pembaca geleng kepala. Bagaimana mungkin tulisan yang katanya “berita” bisa dipercaya, jika sekadar menulis sesuai EYD saja tidak becus?
Merusak Kepercayaan Publik
Ketidakmampuan ini bukan sekadar masalah teknis. Dampaknya lebih jauh: kepercayaan publik terhadap media semakin terkikis. Alih-alih menyajikan informasi yang mencerahkan, mereka justru memproduksi “sampah informasi” yang membingungkan, bahkan bisa menyesatkan.
Wartawan dan LSM Bukan Ajang Gagah-Gagahan
Menjadi wartawan bukan sekadar punya kartu pers, begitu pula LSM bukan ajang untuk mencari popularitas dengan mengumbar berita ala kadarnya. Profesi ini menuntut tanggung jawab moral dan intelektual. Jika tidak siap belajar dan memahami kaidah menulis, lebih baik mundur teratur daripada merusak martabat jurnalistik.
Penutup
Pers yang sehat lahir dari wartawan yang terlatih, disiplin, dan berpegang pada etika. Sedangkan wartawan dan LSM “abal-abal” yang menulis tanpa bekal hanyalah perusak ekosistem informasi. Saatnya publik cerdas memilah, dan para pelaku yang serius di dunia jurnalistik tidak boleh diam melihat marwah profesi ini dicemari oleh mereka yang bahkan tidak bisa membedakan antara berita, opini, dan curhat pribadi.
Oleh : Nanang / BangJO Zend