Jabungonline.com, Lampung Timur – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sejatinya hadir untuk tujuan mulia: memastikan anak-anak dan masyarakat kecil mendapatkan asupan gizi layak demi melawan stunting dan busung lapar. Namun, di lapangan, aroma kepentingan politik dan kepentingan pribadi justru kian terasa.
Beredar kabar bahwa program MBG di Lampung Timur disinyalir dimonopoli oknum anggota DPRD dari Fraksi PKB. Alih-alih membuka ruang bagi pelaku UMKM lokal untuk ikut serta dalam pengadaan, justru ada dugaan kuat program ini hanya berputar di lingkaran tertentu.
Pertanyaannya sederhana: untuk siapa sebenarnya program ini dibuat? Apakah untuk rakyat kecil atau sekadar bancakan politik yang dibungkus slogan peduli rakyat?
Padahal, banyak pelaku UMKM di Lampung Timur yang siap berkontribusi. Mereka bisa menyediakan makanan bergizi dengan harga wajar, sekaligus menggerakkan ekonomi lokal. Namun, kabarnya mereka justru harus gigit jari karena tak kebagian porsi. Kalau begini, program yang seharusnya jadi penyelamat justru jadi ladang bisnis segelintir elit.
Lebih ironis lagi, masyarakat dipaksa menerima fakta bahwa program yang diklaim demi mengatasi gizi buruk malah diseret ke ranah politik praktis. Tidak berlebihan jika muncul ungkapan sinis: “Perut rakyat busung lapar, isi belatung; sementara perut oknum makin gendut oleh keuntungan.”
Kritik ini bukan tanpa alasan. Transparansi, akuntabilitas, dan keberpihakan pada rakyat harusnya jadi roh utama program MBG. Jika benar ada monopoli dan penyalahgunaan kewenangan, maka jelas ini pengkhianatan terhadap amanat rakyat.
Program gizi gratis tidak boleh jadi proyek aji mumpung. Jika terus begini, rakyat hanya akan jadi penonton, sementara keuntungan besar dinikmati segelintir orang.
---
Catatan Redaksi:
Pemerintah daerah dan aparat penegak hukum sepatutnya turun tangan melakukan evaluasi dan audit terbuka. Jangan sampai program strategis seperti MBG hanya jadi bahan dagangan politik menjelang pemilu.