Subhan Palal Tegaskan Tak Lagi Tuntut Rp125 Triliun, Kini Hanya Minta Gibran Mundur: “Kami Butuh Pemimpin Tanpa Cacat Hukum”

Foto : Wakil Presiden Gibran Rakabuming meninjau lokasi terdampak banjir di Pasar Kumbasari dan Pasar Badung, Kota Denpasar, Bali, pada Jumat (12/9/2025). KOMPAS.com/ Yohanes Valdi Seriang Ginta(Yohanes Valdi Seriang Ginta)

JabungOnline.com — Sidang gugatan perdata terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kembali menyedot perhatian publik. Dalam proses mediasi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (6/10/2025), penggugat Subhan Palal menyampaikan pernyataan mengejutkan: ia tidak lagi menuntut ganti rugi senilai Rp125 triliun seperti yang tercantum dalam berkas gugatan.

Menurut Subhan, nilai uang bukan lagi fokus utama dari langkah hukum yang ia tempuh. Ia menilai keadilan dan moralitas jauh lebih berharga daripada kompensasi materiil.

> “Saya tidak minta lagi pokok perkara, uang ganti rugi Rp125 triliun itu. Saya tidak butuh duit,” ujar Subhan usai sidang.



Dalam penjelasannya, Subhan menyebut bahwa syarat perdamaian yang ia ajukan kepada pihak tergugat bukan berupa uang, melainkan dua tuntutan moral dan politik yang menurutnya penting bagi bangsa.

> “Pertama, para tergugat harus meminta maaf kepada rakyat Indonesia. Kedua, Tergugat 1 dan Tergugat 2 harus mundur dari jabatannya,” tegasnya.



Subhan menegaskan, inti dari gugatan ini adalah kepedulian terhadap integritas kepemimpinan nasional. Ia menilai rakyat Indonesia tidak membutuhkan kompensasi uang, melainkan sosok pemimpin yang bersih dan bebas dari cacat hukum.

> “Rakyat tidak butuh uang, yang dibutuhkan itu kesejahteraan dan pemimpin yang tidak cacat hukum,” tambahnya.



Meski demikian, nilai ganti rugi fantastis sebesar Rp125 triliun yang tercantum dalam gugatan disebut masih akan dibahas dalam tahapan mediasi dan sidang lanjutan. Agenda berikutnya dijadwalkan pada Senin, 13 Oktober 2025, dengan agenda tanggapan dari pihak tergugat terhadap proposal perdamaian penggugat.

Dalam gugatan yang diajukan, Subhan menilai Gibran dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah melakukan perbuatan melawan hukum. Ia menyoroti proses pendaftaran calon wakil presiden pada Pemilu 2024 yang menurutnya tidak memenuhi beberapa ketentuan, terutama terkait latar belakang pendidikan Gibran.

Berdasarkan data resmi KPU, Gibran menempuh pendidikan di Orchid Park Secondary School, Singapura (2002–2004), dan UTS Insearch, Sydney (2004–2007) yang keduanya setara dengan jenjang SMA. Namun, Subhan menegaskan bahwa yang ia persoalkan bukan soal kelulusan, melainkan lokasi tempat Gibran menempuh pendidikan.

> “Aspek yang saya permasalahkan bukan soal lulus atau tidak, tapi di mana beliau bersekolah,” ujar Subhan.



Dalam berkas gugatannya, Subhan meminta majelis hakim menyatakan bahwa Gibran dan KPU RI telah melakukan perbuatan melawan hukum serta menyatakan status Gibran sebagai Wakil Presiden tidak sah secara hukum.

Selain itu, Subhan juga sempat menuntut agar Gibran dan KPU secara tanggung renteng membayar ganti rugi materiil dan immateriil sebesar Rp125 triliun serta Rp10 juta untuk setiap warga negara Indonesia, dengan dana tersebut disetorkan ke kas negara.

> “Menghukum para tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada penggugat dan seluruh warga negara Indonesia sebesar Rp125 triliun dan Rp10 juta, disetorkan ke kas negara,” bunyi salah satu petitum gugatan.



Namun kini, sikap terbaru Subhan yang memilih menanggalkan tuntutan uang dan lebih menekankan permintaan maaf serta pengunduran diri para tergugat memberi arah baru pada perkara ini. Publik pun menantikan bagaimana langkah selanjutnya dari pihak Gibran dan KPU—apakah akan menerima jalan damai yang diajukan, atau tetap melanjutkan proses hukum hingga putusan final.

Editor: Nanang Wiwit Sinudarsono 
Sumber Referensi: Tribun Network, Kompas

Posting Komentar

Jabungonline.com sangat menghargai pendapat Anda. Bijaklah dalam menyampaikan komentar. Komentar atau pendapat sepenuhnya menjadi tanggung jawab Anda sesuai UU ITE.

Lebih baru Lebih lama