Kartel Sapi Dijerat Terorisme



JAKARTA - Kartel pengatur harga daging sapi sepertinya bakal keder dengan langkah Bareskrim Mabes Polri. Sebab, lembaga yang dipimpin Komjen Budi Waseso ini berencana menjerat kartel daging sapi itu dengan undang-undang antiterorisme. Keresahan masyarakat dan percobaan mengatur pemerintah menjadi dasar dari langkah tersebut.

Ditemui di depan kantor Bareskrim, Budi Waseso menuturkan bahwa konstruksi mengombinasikan antara pidana dengan undang-undang antiterorisme untuk kasus daging sapi sedang didalami. Hal tersebut dikarenakan ada upaya meresahkan masyarakat dan pemerintah dengan mengatur harga daging sapi ini. ’’Kalau harga tinggi, siapa yang resah dan merasa diteror?’’ tandasnya.

Pijakan utama dari penggunaan UU antiterorisme ini adalah adanya kelompok yang melakukan sesuatu bersama dengan tujuan tertentu. Salah satunya, buat apa tidak menjual sapi kalau stok sapinya begitu banyak. ’’Saya melihat kemungkinan penggunaan UU antiterorisme dari kondisi tersebut,” paparnya.

Lalu, apa tujuannya menahan penjualan sapi itu, bila bukan untuk memaksa seseorang atau pemerintah melakukan sesuatu. Keterkaitan antara penimbunan sapi dengan tujuannya sedang dirangkai. ’’Kaitannya ini yang disusun dengan bukti dan keterangan para saksi,’’ terangnya.

Apakah ada hal lain yang menguatkan kemungkinan menggunakan UU antiterorisme? Dia menjelaskan, ada sebuah surat yang dibuat sebuah kelompok. Surat itu terkait penimbunan sapi. ’’Kalau isi suratnya masih rahasia,” katanya.

Surat tersebut memiliki indikasi untuk melakukan teror yang membuat harkat serta martabat bangsa dan negara menjadi dinodai. Hal itu tentunya harus ditindak tegas. ’’Penggunaan UU antiterorisme ini ditujukan agar ada efek jera pada setiap orang dan kelompok yang berupaya curang,’’ jelasnya.

Sehingga ke depan tidak ada lagi yang berupaya mengatur harga sembilan bahan pokok dengan cara tersebut. Budi mengatakan saat ini memang masih fokus soal daging, tetapi sudah diinstruksikan ke seluruh kepolisian daerah untuk menyisir semuanya. Bisa daging, beras, atau lainnya. ’’Semua sedang bergerak. Ada yang di Sulawesi, Lampung, Aceh, dan daerah lainnya,” beber dia.

Sayangnya hingga saat ini belum ada tersangka dalam kasus dugaan penimbunan sapi tersebut. Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan, tidak bisa penetapan tersangka langsung begitu saja. Harus ada pemeriksaan terhadap pemilik dan asosiasi pedagang sapi. ’’Semua itu masih ditelusuri," ujarnya saat ditemui kompleks Mabes Polri kemarin.

Pemilik peternakan dan penggemukan sapi, lanjut dia, beralasan tidak ada pembeli. Hal tersebut yang sedang dikejar, benar atau tidaknya. ’’Untuk melihat kesengajaannya ya di situ,” kata jenderal bintang empat ini.

Sebelumnya, Bareskrim menggerebek dua perusahaan terkait kasus penimbunan sapi, yakni PT BPS dan PT TUM. Dari kedua perusahaan itu diketahui ada 21.933 sapi yang tidak dijual ke pasaran. Dari 21 ribu sapi itu, ada 4 ribu yang sudah siap potong dan jual.

Hingga saat ini hanya tiga orang yang diperiksa dalam kasus tersebut. Yaitu seorang pemilik peternakan berinisial SH serta dua karyawannya: BH dan PH. Kedua karyawan tersebut memiliki hubungan keluarga dengan SH. (jpnn/p3/c1/ary)

No comments

Powered by Blogger.