Pemerintah Tak Akan Tuntut Tudingan Jasa Pelobi ke AS, Publik Makin Bertanya-tanya


Pemerintah Tak Akan Tuntut Penebar Tudingan Jokowi Gunakan Jasa Pelobi ke AS

Jakarta - Pemerintah Indonesia dituding menggunakan jasa pelobi dalam kunjungan Presiden Joko Widodo saat bertemu dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama pada November lalu. Apakah pemerintah akan menuntut penebar tudingan itu?

"Ngapain kita pakai-pakai upaya hukum?" jawab Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (9/11/2015).

Ditegaskan Luhut, pemerintah Indonesia tidak menggunakan jasa pelobi saat Presiden Jokowi bertemu Obama pada November lalu, meski pnggunakan jasa pelobi di Amerika Serikat merupakan hal yang lumrah.

Dikatakan Luhut, adalah para pengusaha yang menggunakan jasa pelobi. Hal ini dilakukan untuk mengawal kepentingan bisnisnya di Amerika Serikat.

"Ya suka-sukanya pengusaha, dia mau bayar orang untuk ngurusin perusahaanya kan boleh-boleh saja," kata Luhut.

"Saya tahu kok ada lobi-lobi itu untuk kepentingan perdagangan. Jadi perusahaan-perusahaan Indonesia yang ada kepentingannya di Amerika misalnya kelapa sawit, pulp, udang, lingkungan, mereka memanfaatkan momen kunjungan presiden itu untuk melakukan pendekatan sana-sini. Tidak ada yang aneh, dan itu sah-sah saja," tambahnya.

Luhut juga merasa tidak perlu untuk meminta klarifikasi dari penebar tudingan itu.

"Kenapa pula kita harus menuntut? Enggak ada yang salah," kata Luhut. (jor/rvk)

http://news.detik.com/berita/3066328/pemerintah-tak-akan-tuntut-penebar-tudingan-jokowi-gunakan-jasa-pelobi-ke-as

***

Seorang netizen, Canny Wataemempertanyakan sikap pemerintah ini.

"Lalu, barang bukti adanya perusahaan PR yang disewa konsultan Singapura yang membawa-bawa jabatan Presiden RI beserta nama pejabatnya itu gimana, Pak? di-86-kan? Nggak ditelusur, ya, Pak?" ujar Canny Watae yang ditulis di laman facebooknya.

Canny melanjutkan:

"Maaf, Pak, Negara ini bukan hanya milik Bapak. Rakyat Indonesia perlu mendapat kejelasan mengapa nama Negara dan Presiden mereka demikian mudahnya dicatut tanpa ada upaya klarifikasi sama sekali kepada pencatutnya? Alamat si pencatut jelas. Kalau tidak ada klarifikasi, saya yang akan minta maaf pada dia, Pak, karena itu berarti yang bersangkutan bukan pencatut."

Heboh "skandal diplomasi" pertama kali diungkap Dr. Michael Buehler, dosen Ilmu Politik Asia Tenggara pada School of Oriental and African Studies di London, melalui artikelnya yang dipublikasikan di situs New Mandala, http://asiapacific.anu.edu.au/, yang berjudul "Waiting in the White House lobby", pada Jumat (6/11).

Di artikel tersebut, Dr. Michael Buehler juga membeberkan kedekatan Luhut dengan Derwin Pereira, konsultan Singapura yang membayar US$80.000 ke R&R Partners untuk Pemerintah RI.

Buehler mencatat, Pereira memiliki kaitan yang jelas dan sangat erat dengan Luhut Pandjaitan. Pereira menulis sejumlah cerita tentang Luhut saat menjadi wartawan The Straits Times di Indonesia, dan juga mewawancarainya di Singapura saat Luhut menjadi Dubes RI untuk Singapura pada 1999-2000.

Situs Pereira International juga menampilkan foto Luhut sama seperti yang terpampang pada situs Toba Sejahtra, perusahaan tambang dan perkebunan milik Luhut.

No comments

Powered by Blogger.