Gubernur Dedi Mulyadi Larang Program Karya Wisata Sekolah: Dampak Besar bagi Pelaku Usaha Wisata dan Transportasi

Jabungonline.com - Bandung, 15 April 2025 – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengeluarkan kebijakan kontroversial dengan melarang penyelenggaraan program karya wisata (study tour) oleh sekolah-sekolah di seluruh wilayah provinsi. Keputusan ini sontak menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan, termasuk pelaku usaha transportasi, pengelola objek wisata, hingga masyarakat yang menggantungkan pendapatan dari sektor pariwisata edukatif.

Dalam konferensi pers di Gedung Sate, Senin (14/4), Gubernur Dedi Mulyadi menyatakan bahwa kebijakan tersebut diambil demi menjaga keselamatan siswa serta mencegah komersialisasi kegiatan pendidikan yang membebani orang tua murid. Ia juga menyoroti sejumlah kasus kecelakaan bus pariwisata yang melibatkan rombongan pelajar dalam beberapa tahun terakhir.

“Sudah waktunya kita mengevaluasi kegiatan karya wisata. Kegiatan ini seringkali tidak sesuai dengan tujuan edukatif dan justru menjadi ajang rekreasi berbiaya tinggi yang tidak semua orang tua mampu,” tegas Dedi.

Dampak Terhadap Industri Pariwisata dan Transportasi

Namun, larangan ini langsung mendapat sorotan tajam dari para pelaku industri pariwisata, khususnya pengusaha transportasi bus pariwisata dan biro perjalanan wisata. Program karya wisata selama ini menjadi salah satu sumber pemasukan utama bagi sektor ini, terutama di masa low season ketika kunjungan wisata umum menurun.

Ketua Asosiasi Pengusaha Bus Pariwisata Jawa Barat, Hendra Sukmana, mengatakan bahwa keputusan tersebut sangat mengejutkan dan berpotensi mengancam kelangsungan hidup ribuan pekerja.

“Ribuan armada kami selama ini sangat bergantung pada program wisata sekolah. Pengemudi, kernet, dan mekanik bisa kehilangan pekerjaan jika larangan ini diberlakukan secara permanen,” kata Hendra.

Menurut data yang dihimpun dari Dinas Pariwisata Jawa Barat, setiap tahunnya terdapat lebih dari 3.000 rombongan sekolah yang melakukan karya wisata ke berbagai destinasi dalam dan luar provinsi. Rata-rata satu rombongan menyewa dua hingga tiga unit bus pariwisata dan menggunakan jasa pemandu, penginapan, serta konsumsi lokal.

Masyarakat Sekitar Objek Wisata Merasa Dirugikan

Larangan ini juga memunculkan kekecewaan dari masyarakat yang tinggal di sekitar objek wisata. Banyak dari mereka mengandalkan kunjungan rombongan sekolah untuk menjual makanan, oleh-oleh, serta menyediakan jasa homestay atau warung makan.

Rina Kartini, pemilik warung di sekitar kawasan wisata Pangandaran, mengaku sedih mendengar kabar tersebut.

“Kalau nggak ada kunjungan anak sekolah, warung kami bisa sepi. Biasanya bulan Mei sampai Juli ramai karena rombongan study tour,” ungkap Rina.

Tanggapan Dunia Pendidikan

Di sisi lain, beberapa kepala sekolah dan orang tua murid menyambut baik kebijakan ini, karena dinilai dapat meringankan beban finansial keluarga. Apalagi tidak sedikit sekolah yang mewajibkan seluruh siswa ikut serta dalam kegiatan karya wisata, meskipun biayanya mencapai jutaan rupiah per siswa.

Namun, sebagian kalangan pendidikan juga berharap adanya solusi alternatif. Salah satunya adalah mengalihkan kegiatan wisata ke bentuk virtual tour atau kunjungan lokal berskala kecil dengan protokol keamanan yang ketat.

Desakan untuk Evaluasi dan Dialog Terbuka

Kebijakan ini menimbulkan gelombang desakan agar pemerintah provinsi melakukan evaluasi lebih lanjut dan melibatkan pemangku kepentingan secara menyeluruh. Pakar kebijakan publik dari Universitas Padjadjaran, Dr. Rafi Wibowo, menilai bahwa larangan total bukanlah solusi ideal.

“Pemerintah sebaiknya membuat regulasi yang memperketat pengawasan dan standar keamanan karya wisata, bukan langsung melarangnya. Ini menyangkut banyak aspek, termasuk ekonomi masyarakat,” ujarnya.

Asosiasi Biro Perjalanan Wisata dan Transportasi juga dikabarkan akan mengajukan audiensi resmi dengan pemerintah provinsi untuk menyampaikan dampak ekonomi dari larangan tersebut dan menawarkan skema pengaturan baru.

Penutup

Larangan program karya wisata oleh Gubernur Dedi Mulyadi menandai babak baru dalam pengelolaan aktivitas pendidikan di luar kelas. Meski tujuannya mulia, yaitu keselamatan dan keadilan sosial, kebijakan ini memerlukan pendekatan yang lebih inklusif agar tidak menimbulkan efek domino terhadap ribuan pelaku usaha dan masyarakat yang selama ini bergantung pada program tersebut.

Apakah kebijakan ini akan menjadi langkah awal reformasi pendidikan atau justru menciptakan masalah baru di sektor ekonomi, masih menjadi pertanyaan besar yang perlu dijawab dalam waktu dekat. (Nanang/JO)

Posting Komentar

Jabungonline.com sangat menghargai pendapat Anda. Bijaklah dalam menyampaikan komentar. Komentar atau pendapat sepenuhnya menjadi tanggung jawab Anda sesuai UU ITE.

Lebih baru Lebih lama