Gonta-Ganti Kurikulum: Pendidikan Indonesia Lagi Coba Skincare atau Apa?

Jabungonline.com - Setiap ganti menteri, ganti kurikulum. Setiap ganti kebijakan, ganti istilah. Pertanyaannya, pendidikan Indonesia ini lagi coba-coba skincare atau benar-benar ingin glowing permanen?

Kita pernah merasakan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), Kurikulum 2013, dan sekarang merambah ke Kurikulum Merdeka. Nama-namanya terdengar keren, progresif, dan “wah”. Namun, bagi guru dan siswa di lapangan, itu seperti disuruh ganti aplikasi edit video setiap minggu: capek instalnya, belajar lagi fiturnya, ujung-ujungnya hasilnya sama aja.

Apa yang Salah?

Bukan soal niat baik pemerintah. Tapi terlalu sering gonta-ganti kurikulum hanya menambah kebingungan, bukan mencerdaskan. Guru lelah adaptasi, siswa bingung orientasi, orang tua makin pusing karena harus menyesuaikan ekspektasi. Akhirnya, pendidikan jadi ajang trial and error kebijakan, bukan sistem pembelajaran yang mapan.

Bayangkan jika Elon Musk setiap bulan ganti desain Tesla hanya karena bosan. Investasi waktu dan biaya akan jebol, dan konsumennya kabur. Begitu pula pendidikan. Konsumen utamanya adalah siswa, dan “produknya” adalah masa depan bangsa.

Kurangnya Riset dan Konsistensi

Yang menyedihkan, setiap perubahan kurikulum kerap minim uji validasi yang mendalam di lapangan. Ada pilot project, tapi lebih mirip formalitas untuk legalitas. Sementara di desa, sekolah-sekolah kekurangan infrastruktur dan sinyal internet, dipaksa adaptasi kurikulum digital yang hanya bagus di seminar nasional.

Padahal jika kita mau jujur, pendidikan bukan soal tren kebijakan, tapi tentang membangun fondasi berpikir kritis, mental tangguh, dan skill yang relevan dengan zaman. Bukan hanya sekadar mengganti nama dan metode setiap pergantian pemimpin.

Apa Solusinya?

  1. Perkuat riset longitudinal sebelum perubahan kurikulum. Jangan hanya berdasar wacana akademik seminar semalam.
  2. Libatkan guru, siswa, dan orang tua secara serius dalam perumusan kebijakan. Bukan hanya sekadar undangan sosialisasi.
  3. Pastikan infrastruktur dan SDM siap sebelum implementasi.
  4. Evaluasi objektif dan transparan, lalu revisi secukupnya tanpa membuat semuanya jungkir balik lagi.

Karena pada akhirnya, pendidikan bukan skincare yang bisa ganti merek saat breakout. Pendidikan adalah investasi panjang. Kalau terlalu sering gonta-ganti tanpa arah jelas, jangan kaget kalau hasilnya hanya bikin breakout generasi berikutnya – dalam bentuk kebingungan dan hilangnya jati diri intelektual bangsa.

Posting Komentar

Jabungonline.com sangat menghargai pendapat Anda. Bijaklah dalam menyampaikan komentar. Komentar atau pendapat sepenuhnya menjadi tanggung jawab Anda sesuai UU ITE.

Lebih baru Lebih lama