Rupiah Terus 'Loyo' Terhadap Dolar Tak Bisa Dianggap Wajar

Nilai rupiah terhadap dolar belakangan ini dinilai tidak bisa dianggap sebagai sesuatu hal yang wajar. Kondisi ini terjadi karena kesalahan pada situasi global dan merosotnya mitra utama ekonomi Indonesia yakni Tiongkok, yang mengganggu ekspor Indonesia ke sana. 

Hal tu dikatakan Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Yogyakarta. Kata dia, jika turunnya nilai rupiah dianggap wajar karena faktor eksternal, bisa menimbulkan misleading seolah persoalan semua ada di luar yang menjadi penyebabnya. Padahal, banyak hal dalam manajemen ekonomi Indonesia yang perlu diperbaiki dan tidak bisa hanya asal berjalan saja.

"Tidak hanya faktor luar yang menyebabkan nilai rupiah semakin tertekan terhadap dolar, namun ada juga faktor internal, yaitu dalam manajeman ekonomi Indonesia," katanya di Yogyakarta, Sabtu 4, Juli 2015.

Menurutnya, persoalan krisis rupiah ini tidak biasa karena melemahnya rupiah seharusnya membawa barokah pada ekspor Indonesia, yang secara teoritis bisa menjadi lebih berdaya saing. Karena eksportir pasti diuntungkan dengan kondisi tersebut. 

"Namun seberapa besar itu dinikmati banyak rakyat ini, dan juga perannya dalam struktur ekonomi kita, serta realitas yang ada? Ternyata ekspor tidak langsung melonjak signifikan, dan surplusnya neraca perdagangan di bulan-bulan terakhir ini bukan karena lompatan ekspor. Namun lebih karena lemahnya permintaan impor sejalan dengan lemahnya produksi," tuturnya.

Lebih jauh Edi mengatakan, untuk menguatkan nilai rupiah, maka semua pihak harus ikut terlibat, baik itu Otoritas Moneter atau Bank Indonesia, pemerintah secara keseluruhan, Otoritas Jasa Keuangan, dan para pelaku ekonomi. 

"Harus dilihat juga bagaimana penanganan sektor riil kita? Bagaimana infrastruktur transportasi kita? Kebijakan harga berbagai komoditas, birokrasi perizinan, stimulus kebijakan di pertanian, industri, maritim dan sebagainya. Bagaimana menangani praktik KKN yang terjadi dan bagaimana koordinasi antar unit-unit yang ada di birokrasi," ucapnya.

Pada otoritas moneter, tentu juga ikut bertanggungjawab untuk menghadapi situasi yang tidak biasa ini. Para pengambil kebijakan diuji dan akan terlihat kualitasnya manakala bisa mengelola krisis ini dengan baik, dan bisa memberikan solusi atas persoalan yang tidak biasa dihadapi ini.

No comments

Powered by Blogger.