Jabungonline.com – Platform media sosial TikTok resmi menonaktifkan sementara fitur live streaming di Indonesia sejak Sabtu malam (30/8/2025). Keputusan ini diambil TikTok secara internal, menyusul memanasnya aksi demonstrasi yang disertai sejumlah insiden kekerasan di berbagai daerah.
TikTok dalam keterangan resminya menyebut langkah tersebut dilakukan demi “menjaga keselamatan komunitas digital” serta memastikan platform tetap beradab. Selama periode nonaktif ini, perusahaan juga meningkatkan pengawasan konten dan memperketat penghapusan materi yang melanggar pedoman komunitas.
Menanggapi hal ini, pemerintah Indonesia menegaskan bahwa mereka tidak pernah meminta ataupun memerintahkan TikTok untuk menonaktifkan fitur live. Wakil Menteri Komunikasi dan Digitalisasi, Nezar Patria, serta Menteri Komdigi, Meutya Hafid, menekankan bahwa keputusan sepenuhnya datang dari pihak TikTok.
Sementara itu, sejumlah pengguna juga melaporkan gangguan pada fitur live di Instagram. Namun hingga kini, pihak Meta belum mengeluarkan penjelasan resmi terkait hal tersebut. Beberapa akun publik dengan lebih dari 1.000 pengikut dilaporkan masih bisa melakukan siaran langsung, sementara akun privat cenderung dibatasi.
Langkah TikTok ini mendapat beragam respons dari publik. Kreator konten, pelaku UMKM, hingga pengguna reguler menilai kebijakan tersebut cukup merugikan karena live streaming menjadi salah satu kanal utama interaksi dan promosi di dunia digital.
Kritik Tajam
Menonaktifkan live streaming di Indonesia dengan alasan keamanan memang terdengar masuk akal, tapi juga menimbulkan tanda tanya besar. Apakah ini langkah protektif, atau justru bentuk “sensor halus” yang berdampak langsung pada kebebasan berekspresi warganet?
Fakta bahwa TikTok mengambil keputusan tanpa paksaan pemerintah justru menunjukkan kerentanan: platform global bisa secara sepihak memutus akses fitur yang krusial bagi jutaan pengguna, tanpa ada mekanisme transparansi atau dialog dengan komunitas lokal.
Bagi kreator dan UMKM, ini jelas pukulan telak. Live streaming bukan sekadar hiburan, tapi ruang ekonomi digital. Ketika fitur itu diputus sepihak, ribuan pelaku usaha kecil kehilangan panggung, sementara pengguna kehilangan ruang komunikasi real-time.
Jika dalihnya keamanan, kenapa bukan konten yang bermasalah saja yang ditindak tegas, alih-alih “mematikan listrik” satu gedung penuh? Di titik ini, kebijakan TikTok tampak lebih seperti “main aman” bagi korporasi global, ketimbang solusi adil bagi pengguna Indonesia.