Apakah Kita Kekurangan Calon Kepala Sekolah, Mengapa Puluhan Ribu Sekolah Masih Dipimpin PLT

Di negara dengan jumlah guru yang begitu besar, sulit membayangkan bahwa posisi kepala sekolah masih banyak dibiarkan kosong. Namun kenyataannya, lebih dari 40 ribu satuan pendidikan belum memiliki pemimpin definitif dan masih dijalankan oleh Pelaksana Tugas (PLT). Angka itu bukan sekadar statistik di atas kertas — melainkan gambaran nyata bahwa ada persoalan serius dalam tata kelola pendidikan kita.

Ironisnya, di lapangan kita mengenal banyak guru hebat: pendidik yang kreatif, berdedikasi, bahkan pernah mengukir prestasi hingga tingkat nasional. Maka wajar apabila muncul pertanyaan: apakah kita benar-benar kekurangan guru kompeten, atau ada sesuatu yang menghambat proses pengangkatan kepala sekolah?


Masalahnya Bukan Pada Guru — Tetapi pada Sistem yang Tidak Sinkron

Pemerintah pusat sudah memberikan peringatan keras. Melalui surat resmi Kemendikdasmen Nomor 1615/B3/GT.03.00/2025, pemerintah meminta pemerintah daerah untuk segera menuntaskan pengangkatan kepala sekolah definitif sebelum 31 Desember 2025. Artinya, waktu yang tersisa sudah tidak banyak, sementara jumlah PLT masih sangat besar.

Regulasi baru seperti Permendikdasmen Nomor 7 Tahun 2025 menegaskan bahwa PLT hanya bersifat sementara. Mereka tidak dapat bertahan terlalu lama karena belum mengikuti pelatihan dan sertifikasi yang diwajibkan untuk menjadi kepala sekolah definitif. Dengan kata lain, peran PLT bukanlah posisi permanen — dan sistem hanya memberikan masa transisi yang harus segera diselesaikan.

Namun di lapangan, berbagai kendala administratif dan birokratis membuat proses ini tersendat. Ada daerah yang belum mengusulkan calon, ada yang belum menyelesaikan berkas, ada yang menunggu pelatihan, dan ada pula yang tidak segera memperbarui data dalam sistem manajemen kepala sekolah.


Konsekuensi Serius Jika Terlambat: Kepemimpinan Sekolah Menjadi Rapuh

Sekolah yang dipimpin PLT pada dasarnya berada dalam situasi rapuh. PLT tidak memiliki kewenangan penuh, terutama dalam kebijakan jangka panjang, pengelolaan anggaran, maupun pembangunan kultur sekolah. Akibatnya, banyak keputusan strategis tertunda — padahal dunia pendidikan sangat bergantung pada kepemimpinan yang stabil.

Ketika posisi kepala sekolah dibiarkan kosong terlalu lama:

  • perencanaan mutu bisa mandek,
  • program sekolah tidak berjalan optimal,
  • manajemen guru dan staf kurang terarah,
  • dan pada akhirnya muridlah yang merasakan dampaknya.

Kualitas pendidikan tidak hanya diukur dari kurikulum atau fasilitas, tetapi juga dari keberadaan pemimpin sekolah yang kuat, visioner, dan sah secara struktural.


Tugas Pemerintah Daerah: Bergerak Cepat Sebelum Tenggat

Peringatan dari pemerintah pusat jelas: semua pemerintah daerah harus segera menyelesaikan penetapan kepala sekolah melalui sistem resmi seperti SIM KSPSTK. Guru-guru potensial harus dipetakan dan diusulkan, pelatihan perlu dipercepat, dan proses administrasi tidak lagi boleh ditunda.

Upaya ini bukan semata-mata demi memenuhi aturan, tetapi demi memastikan setiap sekolah memiliki pemimpin yang mampu mengambil keputusan penting, menjalankan program, dan menjaga keberlanjutan pembelajaran.


Puluhan Ribu Sekolah Menunggu Kepastian

Lebih dari 40 ribu sekolah menunggu figur pemimpin definitif. Angka sebesar itu bukan hanya data — tetapi potret betapa pentingnya percepatan pengangkatan kepala sekolah. Tanpa langkah cepat, mutu pendidikan bisa tergerus perlahan.

Harus diakui, kita tidak kekurangan guru hebat. Yang kita butuhkan adalah proses yang tegas, teratur, dan tidak terhambat birokrasi. Masa depan pendidikan terlalu berharga untuk dibiarkan berada di bawah kepemimpinan sementara dalam waktu yang terlalu lama.

Posting Komentar

Jabungonline.com sangat menghargai pendapat Anda. Bijaklah dalam menyampaikan komentar. Komentar atau pendapat sepenuhnya menjadi tanggung jawab Anda sesuai UU ITE.

Lebih baru Lebih lama